14 June 2008

Hati para Sahabat

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS


A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin


Bayangkan betapa efektifnya hati para Sahabat. Mereka berkelana ke seluruh dunia dan mampu menarik orang-orang untuk masuk Islam walaupun tidak fasih dalam berbagai bahasa. Seorang sahabat dapat mengadakan perubahan bagi suatu bangsa. Bayangkan kehidupan Abu Ayyub al-Ansari RA. Beliau pindah ke Turki, tanpa mengetahui apa-apa mengenai Turki. Beliau tinggal sampai akhir hayatnya di sana dan dikenal sebagai Tokoh Islam di Turki. Sahabat lainnya membawa Islam ke Spanyol. Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apa rahasia yang diberikan Allah SWT ke dalam hati mereka? Mengapa para ulama sekarang tidak mempunyai kekuatan semacam itu? Rasulullah Muhammad SAW membawa kekuatan itu untuk seluruh umat. Di abad ketiga dan keempat, yang merupakan era Sahabat dan Tabi’iin (penerus), umat Islam sanggup memberi kontribusi terhadap perubahan yang berlangsung secara dinamis. Jika kita tidak bisa berbuat serupa, pasti ada sesuatu yang salah dengan kita sekarang ini. Kini negara-negara Muslim mempunyai milyaran dollar dari minyak. Mereka mencetak buku-buku dalam jumlah yang sangat banyak tetapi hanya sedikit orang yang bisa dikonversi ke dalam Islam. Ada sekitar 1.2 milyar Muslim di seluruh dunia, dan jumlahnya hanya bertambah sedikit setiap harinya. Peningkatannya itu dapat diabaikan, ibarat langkah seekor semut.

Ketika Anas bin Malik RA, salah seorang Sahabat Rasulullah SAW mendekati ajalnya, beliau bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Maukah kalian mendengar hadis yang belum pernah didengar oleh orang lain, dan jika Aku meninggal, maka tak seorang pun yang mendengarnya?” Mereka menjawab, “Ya.”

Beliau mengatakan bahwa, “Rasulullah SAW berkata kepada para Sahabatnya, ‘Di Hari Kiamat, ilmu akan dicabut--yurfa’u al-ilm—dan kebodohan akan meningkat.’ Para Sahabat bertanya, ‘Bagaimana ilmu akan diambil?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Dengan wafatnya para ulama.’”

Renungkan! Ada 124.000 Sahabat yang duduk bersama Rasulullah SAW dan mempelajari kebiasaan beliau, tetapi hanya ada 10 atau 15 orang yang memenuhi persyaratan untuk memberikan fatwa. Saya menyarankan kalian untuk membuka buku sejarah. Setelah masa Sahabat, para Tabi’iin dan Tabi’ tabi’iin tidak membuat peraturan-peraturan baru, tetapi hanya menggunakan peraturan Islam sebelumnya. Hanya beberapa ratus ulama yang mampu mengeluarkan fatwa. Mereka sangat teliti dan takut untuk membuat kesalahan. Kontras sekali dengan sekarang, tampaknya semua orang memberikan fatwa. Kita mengatakan ‘Inilah apa yang Saya pahami dan begitulah mekanisme kerjanya.’ Jadi sekarang orang-orang bagaikan ulama yang mengeluarkan fatwa. Setiap orang juga suka meniru kebebasan ala barat. Muslim mencoba membuat keputusan dengan cara Barat. Ini adalah jahil—suatu bentuk kemunafikan.

Di sekolah, anak-anak bisa mengambil kursus teknik, atau kursus medis dan sebagainya, tetapi mereka tidak dapat mempelajari korupsi. Sekarang sebagai tambahan terhadap pengetahuan teknis yang kita pelajari untuk hidup kita, generasi muda juga mempelajari ide-ide yang berbeda di sekolahnya—yang tidak berhubungan dengan pelajaran mereka. Inilah yang dimaksud dengan meningkatnya kelalaian. Di masa lalu orang hanya tertarik untuk pulang ke rumah setelah dia bekerja, untuk merawat anaknya dengan cara yang terbaik.

Dan hadis itu berlanjut, ‘wa yashrab al-khamr’--dan mereka akan minum anggur. Saya melihat banyak orang Muslim yang melakukan shalat tetapi juga masih minum alkohol. Beberapa Muslim hanya berhubungan dengan Islam atau masjid pada peristiwa pernikahan atau kematian. Ini adalah situasi yang umum di negara-negara Muslim di Timur Tengah dan Asia.

Kemudian, “perzinaan semakin menyebar luas.” Perzinaan berlangsung di mana-mana dan sudah menjadi kebiasaan. Anak-anak muda baik pria maupun wanita yang berpakaian bagus atau mengendarai mobil mewah, menemukan kesempatan untuk berzina dengan mudah. Hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidina Anas RA berlanjut, “pria akan meninggal.” Perlu dicatat bahwa hal ini terjadi tepat setelah perzinaan. Hal ini menunjukkan bahwa pria akan mati dalam perang atau karena penyakit. Saya mengetahui ada beberapa orang yang akan meninggalkan negara Muslim selama bulan Ramadan untuk menghindari puasa. Saya melihat hal ini. Mereka melancong ke berbagai tempat di Eropa agar terhindar dari masyarakatnya. Di sana mereka merasa bebas untuk pergi ke mana saja, incognito, dan melakukan apa yang mereka suka. Oleh sebab itu Allah SWT menciptakan suatu penyakit yang kebanyakan diderita kaum pria. Prostitusi adalah penyebab langsungnya, tetapi prialah yang lebih banyak menderita dari penyakitnya. Mereka juga meneruskan penyakitnya kepada anak-anak dan anak cucunya.

Hadis itu berlanjut dengan, “wa yabqa an-nisa”—“wanita akan tinggal sedangkan pria meninggal.” Akhirnya bakal ada 50 wanita untuk setiap pria. Sekarang kita telah melihat bahwa jumlah pria semakin berkurang. Statistik memperlihatkan bahwa presentasi tinggi meninggalnya pria terjadi selama Perang Dunia II, khususnya di Jerman.

Rasulullah SAW telah menyebutkan penyakit ini 1400 tahun yang lalu dan sekarang menjadi kenyataan. Allah SWT memberi Rasulullah SAW suatu kemampuan yang luar biasa yang disebut ‘ulum al-awwaliin wal-aakhiriin—pengetahuan tentang hal-hal yang pertama dan terakhir. Rasulullah SAW bersabda, “Enam peristiwa yang bakal mendahului Hari Kiamat adalah: kematianku, munculnya berbagai penyakit [dan empat peristiwa lainnya].” Beliau melukiskan kematian akibat suatu penyakit dengan ‘okaas al-ghanam’. ‘Okaas’ adalah suatu penyakit yang melanda biri-biri, kambing atau hewan ternak lainnya. Saliva dan mukosa mengalir secara berlebihan melalui lubang hidung dan mulut hewan dan jika tidak disembelih dia akan mengalami kematian yang mengenaskan. Kita telah menyaksikannya di Eropa belum lama ini. Jutaan biri-biri tewas dan jutaan lainnya disembelih untuk menghindari penyebaran penyakitnya. Bagaimana mungkin Rasulullah SAW bisa melihat hal ini sebelumnya?

Dalam hadis lain disebutkan bahwa salah satu tanda Hari Kiamat adalah tasliim al-khassa—orang-orang memberi salam hanya kepada orang yang mereka kenal. Mengucapkan “assalamu alaykum” “salam sejahtera bagimu”—kepada setiap Muslim, baik yang dikenal maupun tidak, pria maupun wanita adalah sunnah. Namun demikian dewasa ini, Muslim hanya memberi salam kepada teman-teman terdekatnya. Skenario yang berlaku untuk Muslim di negara-negara barat adalah, “Jika Aku tidak mengenalmu, Aku tidak akan memberi salam.” Mungkin ini disebabkan karena Saya tidak mengenalimu sebagai Muslim. Di negara-negara Muslim, banyak orang yang beragama Islam, tetapi tetap saja kita tidak memberi salam. Hal ini dikarenakan tidak adanya kehangatan di antara kita—yang ada hanya es. Mengapa? Karena hubungan kita tidak lagi berdasarkan Hubungan Ilahiah, tetapi hanya berlandaskan minat, hubungan duniawi. Semoga Allah SWT membimbing kita ke jalan yang benar, dan menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang bertaqwa.


No comments: