11 August 2022

Bagaimana Iblis Berkhidmah pada Syah Naqsyband (q) Selama 7 Tahun

 


Mawlana Syekh Hisyam Kabbani
Fenton, Michigan, 17 September 2009

A`uudzu billahi min asy-Syaythani ‘r-rajiim
Bismillahi 'r-Rahmani 'r-Rahiim
Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,
nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-saluuk, lillahi ta'ala al-`Azhiim fii hadza 'l-masjid.
Athii`uullaha wa athii`uu 'r-Rasuula wa uuli 'l-amri minkum.

Saya pikir kita harus memindahkan siaran langsung ini ke Siprus karena mereka akan menyiarkan Salat Jumat dari sana, jadi saya akan menceritakan sebuah kisah singkat dari Grandsyekh, kisah mengenai Iblis yang datang dan mengetuk pintu Sayyidina Syah Naqsyband (q) pada suatu hari, dan bagaimana beliau hidup dengan Iblis. Ada kisah lain juga mengenai Grandsyekh Syarafuddin (q) dan bagaimana beliau menggunakan Iblis untuk melimpahkan dosa-dosa manusia kepadanya. Kita akan menceritakan kisah kecil ini lalu memindahkan siaran langsungnya ke Siprus.

Allah berfirman di dalam kitab suci al-Qur’an,

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ
Inna `ibadii laysa laka `alayhim sulthan
"kamu tidak mempunyai kekuasaan atas hamba-hamba-Ku". (15:42)

Di sini Allah (swt) berbicara kepada Iblis. Dia mengatakan, “Kau tidak bisa mempunyai kekuasaan atas hamba-hamba-Ku, mereka yang berhak menyandang predikat penghambaan; kau dan tidak ada seorang pun yang mempunyai kekuasaan atas mereka, karena mereka adalah hamba-hamba-Ku,” sebagaimana Allah menyebutkan Sayyidina Khidr (as) `abdan min `ibaadinaa, "salah seorang di antara hamba-hamba-Ku."

Jadi Iblis dengan segala kekuatannya, ia berusaha menjangkau di mana para awliyaullah melakukan pertemuan mereka, ia berusaha menjadi salah satu di antara orang-orang yang menghadiri pertemuan itu untuk mengganggu pertemuan itu dan ia bisa datang dengan berbagai cara yang berbeda, kalian bisa saja tidak mengenalinya dan siapa yang dapat mengenalinya? Ia bisa saja datang sebagai orang berpenampilan normal, dengan janggut islami dan bahkan memakai turban dan bahkan ia pun mengambil bay’at dan tinggal selama bertahun-tahun sehingga orang-orang mulai menyukainya. Setelah itu ia akan keluar dan membuat keributan, bukan dari mulutnya, tetapi dari bagian lain. Ia datang kepada orang-orang dan mengatakan, “Aku adalah perwakilan syekh.” Jika baginya mungkin untuk mendatangi Sayyidina Adam (as) dan mengatakan, “Aku akan menunjukkan kepadamu sebuah pohon yang membuat kehidupan menjadi kekal,” maka apakah ia tidak mungkin untuk mendatangi kalian? Apakah kalian lebih baik daripada Adam (as)?

Jadi, itulah sebabnya mengapa dalam setiap tarekat ada Iblis di dalamnya. Itulah sebabnya kalian lihat bahwa ketika ia mendapati bahwa kalian adalah seorang yang ikhlas, ia akan pergi dan mulai berbicara buruk mengenai zikir dan majelisnya. Jadi Iblis datang kepada Syah Naqsyband (q), mengetuk pintunya dan minta izin untuk masuk. Ia datang dalam bentuk seorang manusia--sangat tampan, enak dipandang, seorang yang tinggi besar, rajulun `azhiim. Dengan janggut hitam yang rapi, dan orang-orang menghormatinya, dan dengan turban yang sangat besar, jadi kalian melihat turban juga?... Ada banyak sekali di dalam tarekat ini, mereka mempunyai turban besar dan mereka adalah para pewaris Iblis. Tunggulah sampai kebenaran akan datang, inn Allaha yumhil wa la yuhmil...Allah akan membiarkan mereka dan kemudian akan menghukumnya. Rajulun `azhiim bi `amaamatun kabiira - Seorang pria besar datang dengan busana sunnah yang sempurna dan dengan turban besar meminta izin untuk masuk ke hadirat Syah Bahauddin Naqsyband (q) dan bersama Syah Naqsyband (q) hadir seorang murid senior, Syekh Muhammad Parsa dan salah satu khalifah pertamanya dari Persia, bukannya `Alauddin `Aththar. Beliau juga adalah orang yang mempunyai otoritas.

Jadi orang itu datang dan ia terlihat sangat saleh dan tulus… apakah Iblis saleh dan tulus? Ia telah dikutuk oleh Allah. Nabi (saw) berkata, “Berhati-hatilah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” Jadi berhati-hatilah dengan orang yang menggunakan nama Mawlana. Jadi beliau (Syekh Muhammad Parsa) bertanya pada Sayyidina Syah Naqsyband (q), "Ada seorang syekh di pintu dan ia meminta izin untuk mendapat kehormatan untuk berada di hadiratmu,” dan Sayyidina Syah Naqsyband (q) berkata, “Biarkan ia masuk.” Ia masuk dengan tongkatnya… lihat, mereka semua membawa tongkat, memakai turban, pakaian yang bersih dan rapi, janggut panjang dan pandangannya direndahkan, baik sekali, dengan adab yang baik sekali, dan ia datang, dan Sayyidina Syah Naqsyband (q) menyambutnya dan ia datang dan duduk dengan posisi berlutut. Beliau berkata kepadanya, “santai saja,” dan ia menjawab, “Ya Sayyidii! Kita harus menjaga adab terbaik, aku merasa rileks dengan posisi berlutut ini,” jadi beliau meminta Muhammad Parsa untuk meninggalkan ruangan. Beliau khawatir bahwa murid bisa mempunyai keraguan mengenai apa yang akan terjadi.

Jadi Sayyidina Syah Naqsyband (q) dengan kekuatan kewaliannya, sebagaimana para awliyaullah mempunyai dua macam kekuatan: sebagian memiliki wilayah terhadap aspek fisik, mereka bisa bergerak menembus ruang, mereka dapat mengatakan kepada kalian apa yang terjadi besok, mereka membawa sesuatu yang tidak terduga, mereka dapat memberi penyembuhan, dan kemudian ada juga tipe lainnya di mana mereka dapat mengangkat derajat kalian dengan ilmu dan ini jauh lebih baik dan mereka mewarisinya dari Nabi (saw), yang menerima kitab suci al-Qur’an, dan mereka mewarisinya sehingga mereka berusaha untuk mengunduh berbagai macam ilmu ke dalam kalbu kalian. Kemudian ada tipe ketiga yang dapat menggabungkan aspek fisik dan spiritual.

Dan Syah Naqsyband (q) mempunyai kedua kekuatan itu (beliau termasuk tipe ketiga). Beliau terlihat normal, tetapi beliau tahu bahwa Iblis akan datang sebelum ia datang. Iblis menyamarkan dirinya sepenuhnya. Beliau dulunya adalah kepala malaikat. Allah (swt) memberinya kekuatan itu, sehingga ia menutupi seluruh kepribadiannya dan sangat langka seorang wali dapat menembus hijab ini dan melihat siapa di balik hijab itu. Jadi beliau tahu bahwa ini adalah Iblis, yang terkutuk.

Jadi beliau berkata, “Wahai tamu kami, biasanya tamu-tamu kami tinggal selama tiga hari. Kau dipersilakan untuk tinggal selama tiga hari di sini.” Iblis sangat senang. Ia berpikir bahwa Sayyidina Syah Naqsyband (q) tidak mengenalinya karena ia menyamarkan dirinya yang sebenarnya, jadi ia tinggal selama tiga hari di sana dan selama itu ia membuat dirinya turut mengikuti salat bersama beliau. Salat berjamaah bersama seluruh pengikutnya di majelisnya. Ketika kami mengunjungi masjidnya di Bukhara, orang mengatakan bahwa biasanya ada 5000 orang yang belajar dan bermukim di sana. Jadi beliau membuat Iblis yang terkutuk terpaksa mengikuti salat, karena Iblis tidak bisa membongkar penyamarannya karena ia ingin memperdaya Sayyidina Syah Naqsyband (q) dan ia ingin memperdaya jemaahnya, jadi ia bergabung dengan jemaah, ia berusaha untuk membuat mereka kebingungan, tetapi kekuatan Sayyidina Syah Naqsyband (q) lebih tinggi darinya. Beliau berkata kepadanya, “Dengan hormatku kepada Tuhanku,” itu artinya, “Dengan hormat kepada Tuhanku yang mengutukmu, aku menghormati kutukan itu padamu, yang mencambukmu, aku menghormati perintah itu, dapatkah aku bertanya bagaimana aku bisa membantu?” (karena beginilah cara kerjanya) dan ia berkata, “Ya, aku datang ke sini untuk menjadi salah satu muridmu.” Orang-orang di sana merasa senang, ada seorang dengan janggut dan turban, orang yang tulus. Mereka berpikir, “Oh, ia akan tinggal bersama kita, mungkin kita bisa belajar tentang adab darinya, karena ia mempunyai adab yang tinggi dengan Syah Naqsyband (q).”

Mereka datang kepada Mawlana Syekh dengan adab sempurna, mengatakan, “Aku ingin memimpin zikir di daerahku, memimpin zikir dan mendapatkan khilafah." Segera Mawlana akan memberi stempel pada kertas dan berkata, “Pergilah!” (Itu artinya) “Kau seperti Iblis itu.”

Jadi ia (Iblis) berkata, “Aku ingin menjadi muridmu, dapatkah engkau menunjukkan jalan terbaik untuk menjadi muridmu, aku siap. Dapatkah aku berkhidmah padamu?” Beliau (Syah Naqsyband (q)) berkata, “Kau tahu tentang tradisi dan jalan kami. Orang yang ingin menjadi murid kami harus bekerja di dergah, khaniqah, zawiya, lalu setelah ia bekerja, kami akan melihat sejarahnya dan barulah kami memutuskannya,” mengisyaratkan kepada Iblis. Iblis tidak pernah mengetahui bahwa Syah Naqsyband (q) mengetahui realitasnya, sehingga ia berpikir, “Seperti semua orang yang kutipu, aku akan menipunya dan menjadi muridnya.” Sekarang Syah Naqsyband (q) tahu bahwa Iblis tidak akan pernah mau bertobat, sekali seseorang dikutuk, ia tidak akan mau bertobat, tetapi beliau ingin mengikis kesombongannya. Iblis berkata Syah Naqsyband (q), “Jadi apakah hal terbaik yang dapat kulakukan agar aku dapat menjadi muridmu?”

Beliau berkata, “Kau tahu murid kami, ketika mereka baru datang kepada kami, kami mengirim mereka untuk membersihkan kamar mandi untuk mengajari mereka tentang ketawadukan.” Jadi, kau harus pergi ke kota, bukan seperti sekarang, kita bahkan mempunyai kamar mandi di rumah. Ada banyak kamar mandi di sana, bukan yang dapat dibongkar pasang, tetapi kamar mandi yang memang dibangun di sana. “Kau harus membersihkannya, ini adalah tugasmu setiap hari, selama 7 tahun.” Dan pada saat itu kalian harus membersihkannya, termasuk batu-batu yang ada di sana, tidak ada kertas toilet pada saat itu. Sampai sekarang jika kalian mengunjungi Uzbekistan mereka masih menyimpan batu di kamar mandi. Kalian menggunakan tiga ember dan menggunakan batu-batu itu lalu meletakkannya di ember yang kotor dan kemudian membuangnya. Tetapi beliau berkata, “Jangan buang batu-batu itu, kau harus membersihkannya dan menyimpannya kembali, setelah itu barulah kau menjadi murid kami dan kami akan memberimu otoritas.” Dan ia berkata, “Otoritas?” Syah Naqsyband (q) bertanya, “Apakah kau terima?” “Ya, aku terima.” Jadi Iblis melakukan pekerjaan itu selama 7 tahun. Beliau membuatnya melakukan hal itu selama 7 tahun.

(Siprus sudah siap sekarang?)

Jadi beliau mengatakan hal itu dan Iblis lalu pergi dan bekerja sangat keras untuk memperlihatkan kepada murid-murid bahwa ia adalah seorang pekerja keras, padahal Sayyidina Syah Naqsyband (q) mendorongnya keluar dari halaqah zikir. Jadi ia datang pada sore hari dalam keadaan lelah karena ia mengambil bentuk sebagai manusia. Tujuannya adalah untuk menipu Sayyidina Syah Naqsyband (q). Jadi ia adalah seorang pekerja keras, ia melakukan pekerjaannya dengan sempurna, ia tidak suka melakukan suatu kesalahan, ia menarik perhatian manusia dengan kesempurnaan. Apakah kita melakukan `ibadah kita dengan kesempurnaan? Ia mendedikasikan hal itu untuk menciptakan kebingungan. Jadi ia bekerja sangat keras selama 7 tahun dan setelah itu ia datang kepada Sayyidina Syah Naqsyband (q), berkata, “Aku sudah siap.” Syah Naqsyband (q) berkata, “Aku telah melihat dedikasimu. Aku senang melihatnya dan aku pikir kau bisa menjadi salah satu pengikutku tetapi aku berpikir bahwa engkau mempunyai begitu banyak dosa, dan sekarang sejak engkau melakukan pekerjaan itu, kau menjadi sangat dekat denganku, aku sangat gembira dengan apa yang telah kau lakukan dan yang telah kau capai.” Jadi sekarang kita akan melihat apa yang telah kau capai dan pada saat itu Sayyidina Syah Naqsyband (q) sedang mengadakan Mawlid Nabi (saw) dan Iblis mendatanginya dan Syah Naqsyband (q) mengatakan kepadanya bahwa ia mempunyai begitu banyak dosa, tetapi ia telah mencapai apa yang beliau inginkan, kemudian beliau berkata, “Aku percaya bahwa engkau adalah makhluk yang terburuk.” Setelah membuatnya berkhidmah selama 7 tahun. “Aku melihat bahwa engkau tidak pantas kecuali untuk membersihkan kamar mandi dan itulah sebabnya aku memberikan tugas itu, sekarang kuberitahu wahai yang terkutuk, wahai yang telah Allah kutuk. (Kau) tidak akan bisa melawan `ibaadullah karena Rahmat Allah bersama mereka. Apapun yang mereka tinggalkan di kamar mandi ini, mulai sekarang ini akan menjadi makananmu.”

Jadi dalam makna spiritual itu artinya, “Semua dosa manusia akan dilimpahkan kepadamu, semua dosa kotor mereka. Aku akan meletakannya di atasmu melalui cucuku yang akan muncul di masa depan, ia akan menjadikanmu sebagai binatang raksasa dan menarikmu dengan tali kekang dan melimpahkan semua dosa para pengikut Naqsybandi kepadamu dan kemudian dosa-dosa manusia-manusia lainnya. Jadi, pergilah sekarang dari sisiku wahai yang terkutuk!"

Jadi para awliyaullah melakukan hal-hal yang tidak dimengerti oleh manusia. Dan beliau melakukan hal itu untuk memberi tanda kepadanya bahwa ia akan dilemparkan dengan semua dosa manusia sejak lahir hingga akhir hayatnya. Dan itulah Sayyidina Syekh Syarafuddin (q) yang akan muncul di masa depan yang akan menarik tali kekang pada Iblis dan melimpahkan seluruh kotoran murid Naqsybandi dan semua kotoran manusia padanya. Beliau berkata, “Wahai yang terkutuk, kau pantas menjadi yang terjauh dari Hadirat Allah dan Sayyidina Muhammad (saw) adalah yang terdekat dengan Allah (swt), jangan pernah mencoba untuk datang ke sini lagi dan jika kau melakukannya, kau akan melihat hal-hal yang tidak akan kau sukai.” Kemudian Iblis lari dari hadirat Sayyidina Syah Naqsyband (q).

Ada lebih banyak lagi, tetapi kita tinggalkan itu sekarang, bi hurmati 'l-Fatihah. Itu adalah kisah Sayyidina Syah Naqsyband (q) yang berurusan dengan Iblis pada suatu waktu.

Ada banyak kisah lainnya dan kami akan menceritakannya satu per satu, insya'Allah dan semoga Allah (swt) mendukung kita dan mendukung kalian, bi hurmati 'l-Fatihah. Kalian telah mendengar kisah itu sebelumnya. Awliyaullah mempunyai kisah-kisah, bukan kisah biasa, tetapi kisah nyata dan itulah sebabnya kita mendengar Mawlana Syekh selalu mengatakan, “Aku adalah orang yang meletakkan kekufuran di bawah kakiku.” Kisah tadi akan memberi kalian sebuah tanda arti dari ungkapan tersebut, jadi jika kalian meletakkan simbol kekufuran di bawah kaki kalian maka kekufuran itu berada di bawah kakinya. Jadi Iblis selalu berada di bawah kaki Mawlana. Iblis selalu berada di bawah Mawlana. Ketika ia mencoba untuk mengangkat kepalanya, beliau mendorongnya kembali, seperti seseorang yang duduk di toilet dan Iblis membuka mulutnya. Itulah makanan dan minumannya. Bagaimana? Dengan kekuatan dari wali, itu membuatnya tetap berada di bawah. Jadi itulah yang Mawlana Syekh maksud dengan “kekufuran di bawah kakiku.” … bagaimana? Karena orang yang mempunyai simbol kekufuran berarti ia adalah murtad. Ia beriman, tetapi kemudian tidak beriman. Bahkan untuk membuat sakit hati seseorang, Nabi (saw) bersabda, “Jangan lakukan hal itu.”

Bagaimana dengan seseorang yang menjadi murtad? Di Surga Iblis masih tetap percaya kepada Allah (swt), tetapi di sini ia tidak percaya, ia menjadi murtad, ia tidak percaya terhadap apapun.

Semoga Allah (swt) memanjangkan umur Mawlana dan kita semua untuk bertemu Mahdi (as).
Wa min Allah at-tawfiiq bi hurmati 'l-Fatihah.

http://www.sufilive.com/rnd.cfm?m=1846

© copyright 2014 Sufilive.com
hak cipta dilindungi oleh Undang Undang.

Sekelumit Kisah mengenai Kebesaran dan Maqam yang Tinggi dari Syah Naqshband (q)



Shuhba

Shaykh Muhammad Hisham Kabbani
Fenton, Michigan, 2 Mei 2009


A`uudzu billaahi mina ‘sy-syaythaani ‘r-rajiim
Bismillaahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim
Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-riyaadhah, nawaytu 's-saluuk, nawaytu 'l-`uzlah lillahi ta`ala fii hadza 'l-masjid 

Athi` Allah wa athi` ar-rasula wa uli 'l-amri minkum

[Dari Catatan Syekh Syarafuddin (q) mengenai Syah Naqsyband qaddas Allahu sirruh ]

Allah (swt) memuliakan kita dengan Nabi-Nya (saw) di mana Dia telah mengutusnya sebagai rahmat bagi manusia dan dari rahmat tersebut segala sesuatu yang muncul untuk kepentingan ciptaan Allah dianggap berasal dari rahmat yang telah Allah berkahi kepada Sayyidina Muhammad (saw).  Segala sesuatu yang baik pasti berasal dari rahasia rahmat tersebut dan Allah tidak menciptakan sesuatu tanpa hikmah.  

Jadi rahmatan lil-`aalamiin mengandung asrar di dalamnya - tergantung pada siapa yang dijangkaunya dari ciptaan Allah tersebut.  Selain pepohonan dan alam, binatang, samudra, ikan-ikan dan segala sesuatu, ada juga malaikat, jin dan ada juga para Awliyaullah, Anbiyaullah, Sahabat.  Sudah pasti rahmat itu sampai pada mereka semua.  Pasti!  Dengan cara tertentu. Rahmat itu harus sampai pada setiap orang.  Dan dari yang satu kepada yang lain, rahmat itu berubah.  Jika kita telusuri jejaknya, ia mungkin akan mengubah kerikil menjadi permata.  Jika kita telusuri lebih jauh, ia mungkin akan mengubah permata itu menjadi berlian dan jika ditelusuri lebih jauh, ia mungkin akan mengubah berlian itu menjadi suatu bentuk rahmat lainnya dari rahmatnya Sayyidina Muhammad (saw).

Awliyaullah, ketika mereka muncul, saat mereka dilahirkan, dengan segera mereka dikenali sebagai Awliyaullah karena mereka adalah orang-orang terpilih.  Tidak setiap orang bisa menjadi wali.  Setiap wali mempunyai busana masing-masing yang berasal dari rahmatnya Sayyidina Muhammad (saw) yang Allah sandangkan.  Setiap murid dari para Awliyaulllah ini, mereka juga menerima bagian dari rahmat tersebut yang akan membusanai diri mereka.  Dan sekarang kita akan membicarakan hakikat tersebut yang telah disandangkan kepada Sayyidina Syah Naqsyband (q).

Adalah sesuatu yang luar biasa untuk melihat dan memahami apa yang telah Allah (swt) berikan kepada Nabi-Nya Sayyidina Muhammad (saw) melalui Kebesaran-Nya.  Dan Nabi (saw) memberikannya kepada para Awliyaullah.  Jika seorang wali mendapatkannya, bagaimana menurut kalian dengan seluruh Awliya, dan bagaimana dengan para Sahabat, para Anbiya dan bagaimana dengan Rasul Penutup (saw) dan bagaimana dengan para malaikat?  

Grandsyekh Syekh Abdullah ad-Daghestani (q) mengatakan bahwa Syekh Syarafuddin (q) telah menyampaikan kepadanya mengenai sebuah kisah, tetapi sebenarnya itu bukanlah kisah, melainkan catatan tentang apa yang terjadi pada Sayyidina Syah Naqsyband (q).  Apakah Qur'an itu merupakan kisah?  Tidak!  Qur’an adalah Kalamullah yang qadim (terdahulu), tetapi Allah (swt) mengungkapkan kisah-kisah yang ada dalam al-Qur’an kepada kita bukan?  Jadi kisah-kisah itu adalah penting dalam kehidupan kita, di mana Allah berfirman di dalam Surat Yusuf, 

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَـذَا الْقُرْآنَ وَإِن كُنتَ مِن قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ

nahnu naqushshu `alayka ahsan al-qashshasi bimaa awhaynaa ilayka hadzaa al-Qur'aana wa in kunta min qalbih lamina ‘l-ghaafiliin.

Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.
(QS Yusuf, 12:3)

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.  Jadi itu artinya bahwa Allah mewahyukan kisah-kisah di dalam al-Qur’an kepada kita agar kita mengerti.  Itulah sebabnya kisah-kisah di dalam Syariah atau dalam Islam atau dalam kewalian itu penting untuk dipelajari.  Bukan hanya kita harus membicarakan tentang akhlak, moralitas, tingkah laku yang baik, tetapi kita juga harus menceritakan kisah-kisah.  Jika kalian tidak mempunyai kisah-kisah dengan materi tersebut, itu tidak dapat menjelaskan tentang kebesaran dari apa yang Allah ingin kita ketahui. 

Jadi Grandsyekh mengatakan bahwa Syekh Syarafuddin (q) menceritakan kepadanya kisah-kisah mengenai Syah Naqsyband (q), 54.000 kisah mengenai apa yang dialami oleh Syah Naqsyband (q) sepanjang hidupnya sebagai Wali, sejak umur satu hari ketika beliau dilahirkan hingga akhir hayatnya ketika beliau berumur 74 tahun.  Syekh Syarafuddin (q) menceritakan 54.000 kisah mengenai Syah Naqsyband (q).  

Itu bukan kisah seperti, “Ada berapa ayam yang kamu miliki?”  atau “Ada berapa kambing yang kamu miliki?”  Kisah-kisah ini adalah kisah-kisah rohaniah.  Ini adalah hakikat di mana Sayyidina Syah Naqsyband (q) bergerak di dalamnya.  Beliau mengatakan bahwa ini adalah sekelumit kisah dari apa yang terjadi pada hari ketika beliau dilahirkan.  Grandsyekh Syekh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani (q) Sulthan al-Awliya meriwayatkan kisah itu dari Syekhnya, Syekh Syarafuddin (q) di mana beliau menceritakan kisah tentang Sayyidina Syah Naqsyband (q).  

Grandsyekh mengatakan bahwa pada saat beliau dilahirkan--karena ini menunjukkan kepada kalian bagaimana beliau dibusanai dengan asrar Sayyidina Muhammad (saw).  Ketika beliau lahir ke dunia… seluruh daerah di Daghestan–daerah tempat kelahirannya–dan daerah di sekitarnya antara Timur dan Barat serta merta dipenuhi dengan wewangian Surgawi.  Dari wangi yang muncul di Daghestan tersebut, 5000 sekularis, orang-orang atheis--karena itu adalah daerah komunis, hampir 5000 orang, mereka tidak mampu menerima wangi tersebut–karena itu adalah wangi Surgawi–mereka menjadi binasa, mereka semua tewas dari tajali keindahan wangi tersebut, karena mereka sangat tidak percaya kepada Sang Pencipta, Allah (swt), mereka semua meninggal dunia. 

Malam itu, Sayyidina Syah Naqsyband (q) dengan rohaniah yang muncul pada saat itu, pada hari kelahirannya, beliau memberi tarekat melalui rohaniahnya–karena tubuhnya masih kecil–kepada 10.000 orang.  Dan Grandsyekh mengatakan bahwa melalui wangi Surgawi tersebut hubbud-dunya, kecintaan terhadap dunia dibersihkan dari hati 80.000 orang pada malam itu. Jadi ada 3 kejadian yang beliau sebutkan: 5000 orang atheis meninggal dunia, 10.000 orang mengambil bay’at melalui rohaniahnya, dan 80.000 orang diberisihkan hatinya dari kecintaan terhadap dunia.  

Grandsyekh mengatakan bahwa  pada hari kelahirannya, para Awliyaullah yang hidup di masa itu diperintahkan untuk untuk bergerak dengan tayyu ‘z-zamaan, dengan haqiqat untuk melipat waktu dan muncul di daerah Sayyidina Syah Naqsyband (q) dan mereka bertasbih kepada Allah (swt) atas kelahiran Sayyidina Syah Naqsyband (q) yang akan memikul tanggung jawab dalam Tarekat Naqsybandi.  

Orang-orang munafik tidak dapat memahami kata-kata ini.  Kata-kata ini bukan untuk mereka.  Kata-kata ini adalah untuk orang-orang yang mencintai tasawuf, orang-orang yang menerima tasawuf dan bagi mereka yang mengerti kekuatan para Awliya.  Tidak ada yang dapat memahami kekuatan Awliya kecuali para Awliya itu sendiri.  Kekuatan itu berasal dari rahmatnya Nabi (saw) yang Allah berikan kepada beliau (saw).  

Grandsyekh, semoga Allah memberkahi ruhnya mendengarkan dari Sayyidina Syekh Syarafuddin (q), tetapi beliau tidak hanya mendengarkan; beliau juga menyaksikannya.  Itu adalah kasyaf, seolah-olah beliau sendiri mengalami apa yang dikatakan oleh Syekh Syarafuddin (q).  Sekarang kalian menyaksikan siaran langsung, kalian melihat apa yang terjadi, tetapi tetap saja kalian hanya melihatnya di layar; sementara para Awliyaullah, mereka dapat merasakan apa yang terjadi, mereka menyaksikan, mereka mendengar, dan mereka merasakannya, itu yang dinamakan kasyaf

Jadi Sayyidina Syekh Abdullah ad-Daghestani (q) pada saat itu beliau mengalami apa yang dikatakan oleh Syekh Syarafuddin (q) kepadanya, “Wahai anakku, yaa waladi, wahai anakku, Syekh Abdullah ad-Daghestani--Syekh Syarafuddin (q) adalah pamannya.  “Wahai anakku, jangan menganggap bahwa hal itu sudah terlalu banyak. Itu belum apa-apa.  Sejak Allah menciptakan Sayyidina Syah Naqsyband (q) sampai beliau meninggalkan dunia, dalam setiap langkah yang beliau lakukan, sejak hari pertama, bahkan ketika beliau melangkah dalam gendongan ibunya, ada berapa langkah yang dilakukan ibunya atau jika seseorang menggendongnya, ayahnya atau saudaranya, siapa pun itu, berapa langkah yang mereka lakukan, itu akan dihitung dan seluruh langkah yang beliau lakukan sepanjang hidupnya, pada setiap langkah, dikumpulkan semua, Allah akan menciptakan malaikat sejumlah langkah yang beliau lakukan dalam hidupnya.  Dan para malaikat itu akan terus beristighfar dan istighfar ini akan dicatat bagi Ummatun Nabi (saw).  

Lebih jauh lagi, untuk setiap napas yang beliau lakukan, menghirup atau menghembuskan napas, Allah akan menciptakan malaikat untuk setiap napas yang dihirup dan dihembuskan, dengan rahasia mereka, sebagaimana ketika kalian menarik napas, kalian menghirup oksigen, di sini tidak, bukan hanya itu, beliau juga menghirup asrar, dan beliau menghembuskan asrar yang akan dikirimkan kepada para pengikutnya.  Ketika beliau menarik napas, beliau menghirup asrar dan ketika mengeluarkan napas, beliau akan menghembuskan asrar tersebut untuk disandangkan pada para pengikutnya.  

Dan beliau mengatakan, “Lebih jauh lagi,” Syekh Syarafuddin (q) mengatakan kepada Syekh Abdullah ad-Daghestani (q), beliau mengatakan, dan saya menyebutkannya di dalam buku Naqshbandi Sufi Way, bahwa ada sembilan Awliya yang mempunyai Sultan adz-Dzikir.  Saya menjelaskannya dalam buku itu.  Dalam setiap napas, Sultan adz-Dzikir masuk dan dalam setiap hembusan napas, Sultan adz-Dzikir dikeluarkan.  Apakah itu Sultan adz-Dzikir?  Apakah kalian mengingatnya?  Penjelasannya ada di dalam buku tersebut.  

Hanya ada sembilan Awliya yang mempunyai Sultan adz-Dzikir dalam seluruh Tarekat Naqsybandi.  Berapa lama waktu yang kalian perlukan untuk membaca seluruh al-Qur’an?  15 jam?  Hampir 15 jam, jika seseorang ingin membaca al-Qur’an dari awal hingga akhir diperlukan waktu 15 jam untuk membacanya non stop, atau sekitar 16 jam.  Sultan adz-Dzikir tidak seperti itu.  Dengan Sultan adz-Dzikir ketika kalian menarik napas, kalian dapat menyelesaikan al-Qur’an dari awal sampai akhir, dan ini masih belum merupakan Sultan adz-Dzikir.  Ini adalah sesuatu kekuatan yang diberikan kepada Awliyaullah.  Dan ketika kalian menghembuskan napas, kalian menghembuskan dengan khatmil Qur’an, kalian menyelesaikan Qur’an dalam satu napas.  Dalam satu tarikan napas, kalian menyelesaikan satu al-Qur’an.  Allah memanjangkan waktunya sehingga kalian dapat menyelesaikan al-Qur’an dalam satu napas.  Ketika kalian mengeluarkan napas, kalian menyelesaikan al-Qur’an dalam satu napas.  Itu bukanlah Sultan adz-Dzikir, hal itu diberikan kepada banyak Awliya.   Allaahu Akbar, Allahu Akbar!  

Sultan adz-Dzikir, hanya 9 Awliya yang mempunyai kekuatan ini.  Ketika kalian menarik napas, kalian mengkhatamkan seluruh al-Qur’an, di mana pada setiap hurufnya disertai dengan 12.000 ilmu.  12.000 ilmu ini masuk dengan satu napas tersebut.  Hal itu tidak seperti ketika seseorang membaca, tidak!  Tetapi ia muncul dengan asrarnya, dan memberi kalian 12.000 makna.  Kalian mengeluarkan napas, kalian mengkhatamkan al-Qur’an dengan satu huruf 12.000 makna.  Makna pertama tidaklah seperti makna berikutnya.  Pada setiap napas yang kalian tarik, kalian menghirup ilmu yang berbeda dan setiap kalian kalian mengeluarkan napas kalian mendapat ilmu yang berbeda.  Untuk satu napas berapa lama kalian melakukannya?  2-3 detik?  Jadi 3 detik berikutnya, kalian mengkhatamkan al-Qur’an dengan asrar yang berbeda dari sebelumnya.  Dan ketika kalian mengeluarkan napas, muncul 12.000 asrar lainnya.  Beginilah kesembilan Wali itu membaca al-Qur’an. 

Kita membaca al-Qur’an seperti seorang pendongeng, kita melewatkan bacaan tersebut, tetapi karena kalian terhubung dengan Sultan al-Awliya ini, kesembilan Awliya ini, di mana salah satunya adalah Grandsyekh (Abdullah (q)) dan Mawlana Syekh (Nazim (q)) serta Syekh Syarafuddin (q), Sayyidina Syah Naqsyband (q) serta lima Wali lainnya.  Karena kalian terhubung dengan mereka, Allah (swt) akan memberi kalian berkahnya ketika kalian membaca al-Qur’an.  Itulah sebabnya semakin banyak kalian membaca halaman Qur’an dan kalian melewatkan jari kalian pada huruf-hurunya ketika kalian membacanya, atau tanpa melakukan seperti itu, bahkan jika kalian membaca satu juz seperti kita, atau 2 juz atau 3 juz, tetapi Mereka akan memberi asrar dari ilmu yang mereka busanai dari kesembilan Awliya ini ke dalam hati kalian.

Jadi Grandsyekh mengatakan bahwa dari napas pertama yang dilakukan oleh Syah Naqsyband (q) di dunia, ketika beliau dilahirkan hingga beliau wafat dalam usia 74 tahun, beliau bernapas, menghirup dan menghembuskan napasanya dengan Sultan adz-Dzikir, dan berkahnya akan dituliskan untuk Ummatun Nabi (saw).  

Pada umur satu tahun, Allah (swt) mengizinkan Nabi (saw) untuk menugaskan malaikat-malaikat dari golongan malaikat terdekat dalam Hadirat Allah (swt) dan Hadirat Nabi (saw) untuk membantu Syah Naqsyband (q).  Jadi Allah (swt) telah menugaskan para malaikat ini dan memberikannya kepada Nabi (saw) untuk kemudian diserahkan kepada Syah Naqsyband (q) untuk merawatnya dan mengajarinya ilmu-Ilmu Ilahiah.  

Itulah sebabnya mereka menyebut Sayyidina Syah Naqsyband (q) sebagai Ghawts.  Ini hanyalah untuk Maqam al-Ghawtsiyyah.  Ini adalah untuk level Ghawts di mana Allah akan menunjuk para malaikat yang akan mengajarinya dan merawat para Awliya. Jadi Sayyidina Syah Naqsyband (q) mempunyai kekhasan tersebut sebagaimana yang dimiliki oleh Sayyidina Syekh Abdul Qadir Jilani (q).  

Grandsyekh mengatakan bahwa Allah juga memerintahkan Khidr (as) untuk selalu mendampinginya.  Khidr (as) tidak pernah meninggalkannya; beliau senantiasa mendampingi Sayyidina Syah Naqsyband (q) dan mengajarinya apa yang harus dilakukan serta membimbingnya bersama para malaikat yang telah ditugaskan untuk membimbingnya.

Ketika beliau masih muda, pada umur lima, enam atau tujuh tahun beliau bahkan sudah membimbing anak-anak seumurannya ke dalam tarekat.  Grandsyekh mengatakan bahwa sejak umur lima sampai tujuh tahun, Sayyidina Syah Naqsyband (q) dapat membawa lima ribu anak di daerahnya untuk masuk ke dalam tarekat karena kekuatan dari perkataannya, dari nasihat-nasihat yang diberikan; beliau melontarkan mutiara-mutiara–artinya ilmu-ilmu ke dalam hati anak-anak itu.  

Syekh Syarafuddin (q) melanjutkan pembicaraannya kepada Grandsyekh Syekh Abdullah al-Faiz Daghestani–semoga Allah (swt) memberkahi ruh mereka,  bahwa pada usia 15 tahun Sayyidina Syah Naqsyband (q) sudah mencapai transformasi rohaniahnya secara lengkap di mana beliau mampu mencapai maqam di Surga di mana rohaniahnya selalu berada di sana bersama para malaikat yang jumlahnya tak terhingga.  Itulah sebabnya ketika beliau bermunajat, doanya lebih tinggi 12.000 kali lipat daripada doa para malaikat pada maqam tersebut.  Nabi (saw) menunjuknya sebagai Wali untuk para malaikat tersebut di mana beliau membimbing mereka untuk memuji Nabi (saw) dan pujian-pujian tersebut akan dituliskan untuk ummatun Nabi (saw).  

Grandsyekh mengatakan ketika beliau mencapai usia 17 tahun, beliau mampu mencapai maqam kesempurnaan tertinggi, sehingga beliau disebut sebagai Ghawts, Ghawts al-Anaam, Ghawts az-Zamaan.  Beliau mencapai maqam kesempurnaan para Awliyaullah yang telah wafat sebelumnya dan mereka berada di  jannat al-barzakh.  Seberapa pun ketinggian maqam yang Allah berikan kepada mereka di alam Barzakhnya, Allah membusanai Sayyidina Syah Naqsyband (q) dengan semua itu dan beliau mampu mencapai maqam untuk sujud di bawah Arasy ar-Rahmaan. 


Di bawah Arasy itu terdapat sungai yang luas berisi makhluk yang tak terhingga.  Allah (swt) telah menciptakan mereka seperti Surga yang indah dari kaum pria dan wanita.  Kaum wanitanya berasal dari hur ul-`ayn dan sungai itu pun dipenuhi para pemuda sebagaimana yang disebutkan dalam Surat ad-Dahr (al-Insaan):

وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَّنثُورًا 

Wa yathuufu `alayhim wildaanun mukhalladuun idzaa ra’aytahum hasibtahum lu’lu’an mantsuuraa

Mereka dikelilingi oleh para pemuda yang tetap muda. Apabila melihatnya, kamu akan mengira bahwa mereka adalah mutiara yang bertaburan. (QS Al-Insaan, 76:19)

Allah berfirman di dalam Surat ad-Dahr, bahwa mereka dikelilingi oleh para pemuda yang tetap muda, wildaanun mukhaladuun, pemuda yang tetap muda, mereka tidak menua, mereka tetap muda dan mereka semua melakukan tawaf secara terus-menerus.  Jika kalian melihat mereka, kalian melihat para pemuda ini seperti mutiara-mutiara putih dan itulah sebabnya dikatakan bahwa itu adalah sungai yang berwarna putih.  Grandsyekh mengatakan bahwa kalian tidak dapat menghitung jumlah mereka, tidak ada awal dan akhirnya. 

Ketika Syah Naqsyband (q) berusia 17 tahun, beliau diangkat untuk melakukan sujud di bawah Arasy ar-Rahmaan, dan pada maqam tersebut terdapat sungai putih yang penuh dengan hur al-`ayn dan para pemuda sebagaimana yang baru saja kita gambarkan dan mereka semua mendengarkan nasihat beliau. Apa pun yang diajarkannya, mereka mendengarkannya.  Sayyidina Syah Naqsyband (q) menugaskan para hur al-`ayn dan para pemuda itu untuk berkhidmah pada Ummatun Nabi (saw); untuk murid ini 10, untuk murid ini 1000, untuk murid ini 1 juta dan seterusnya; dan ini adalah salah satu dari keistimewaan beliau.

Ini adalah gambaran sekilas tentang Awliyaullah.  

Grandsyekh mengatakan bahwa ketika beliau berusia 19 tahun, Nabi (saw) memanggil seluruh Rasul dan Nabi-Nabi lainnya untuk membusanai beliau dengan kekuatan mereka agar beliau dapat mengajarkannya kepada Ummatun Nabi (saw) baik yang muncul sebelumnya maupun setelahnya hingga Hari Kiamat.  Itu adalah sebuah keistimewaan bagi Sayyidina Syah Naqsyband (q), bukan hanya orang-orang yang muncul di zamannya, tetapi juga mereka yang hidup sebelumnya hingga Sayyidina Adam (as) dan mempersiapkan mereka untuk Hari Perhitungan agar mereka dapat diampuni.  

Grandsyekh mengatakan bahwa beliau selalu berada di sisi kanan dari Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq (ra).  Beliau selalu bersama Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq (ra) dan menyerap ilmu dari hatinya dan kemudian menyampaikannya.  

Semoga Allah (swt) mengampuni kita, semoga Allah memberkahi kita dan saya pikir ini sudah cukup mengenai Sayyidina Syah Naqsyband (q).  Kita dapat melanjutkannya lagi nanti. 

Wa min Allah at-tawfiq bi hurmatil Fatihah.

https://sufilive.com/Fifty-Four-Thousand-Stories-about-The-Greatness-and-High-Rank-of-Shah-Naqshband-q--1613.html

© Copyright 2009 by Sufilive. All rights reserved. This transcript is protected
by international copyright law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr.

24 January 2013

MAWLID CONNECTS US TO DIVINE MERCY


Shaykh Gibril Fouad Haddad


A blessed Quranic verse often repeated in the Maulud months conjures us, “In the bounty of God and in His mercy: therein alone let them rejoice - It is better than what they hoard!” (10:58). The greatest exegete Ibn Abbas said: "The bounty of God is The Science, and His mercy is The Prophet." Accordingly, the two months of Rabiul Awwal and Rabiul Thani see countless people take to special gatherings in mosques and homes in which they recite, among other zikir texts, Maulid Syaraful Anam (The Birth of the Pride of All Creatures) and Maulid Daybai (compiled by the Yemeni scholar Abdur Rahman al-Daybai). This practice is rooted in the very beginnings of Islam.

The historian Ibn Sayyid al-Nas relates that when the Prophet conquered Mekah, he turned to his poet Hassan bin Thabit and asked him to recite something extemporaneously, whereupon Hassan replied:

Pillar of those who rely upon you,
Immunity of those who seek refuge in you,
Resort of those who seek herbiage and rain,
and Neighbouring Protector of those in need of shelter –
You whom the One God has chosen for His creatures
by planting in him perfection and purity of character –
You are The Prophet! You are the best of Human Kind.
Open-handed one, like the outpouring of a swelling sea –
Both Mikal and Jibril are with you
helpers to victory, sent by One Mighty, Irresistible!

Thus, the recitation of poetic praise of the person (and not just qualities) of Prophet Muhammad, upon him blessings and peace, began in his very lifetime at the hands of his Companions, who left no stone unturned in fulfillment of the Divine command in the Holy Qur’an to “invoke abundant blessings and lavish salutations of peace on him” (33:56) and to rejoice in his blessed person. Whoever hears his name and is not instantly moved to bless him, in fact, is characterised in the Hadith as a rank miser.
Blessing him was - and remains - an easy command to fulfill, since it was the very person of the Prophet and the very fact that he had been created which impelled those who knew him to extol him to their fervent utmost – not with noses buried in booklets as we do today, but with thundering voices and hyperbolic emotions. Thus did al-Abbas bin Abd al-Muttalib, the Prophet’s uncle and one of the major Companions, explicitly refer to the Prophet’s Birth when he addressed him before the crowd of the Sahaba:

When you were born, the sun rose
over the earth and the horizon was illumined with your light.
So we – in that radiance, that light,
those paths of guidance – can pierce through!

In the wake of the early generations, the Ulema of Islam through the centuries similarly vied in poetic and historical praise of the Prophet. Uniquely famous in the genre is the 162-line poem formally entitled al-Kawakib al-Durriyya bi-Mad-hi Khayr al-Bariyya, “The Stellar Pearls in Homage to the best of All Creation” but commonly known as Qasidat al-Burda or “The Mantle Poem” by the pious Moroccan litterateur Sharafuddin al-Busiri. This masterpiece of Arabic sensibility is sung from East to West in countless gatherings, especially at this time of the year, and contains lines of unsurpassed beauty among panegyrics, though virtually untranslatable:
(Muhammad) Whom lofty mountains endeavoured to turn from himself with offerings of gold, whereupon he showed them greater loftiness, And what confirmed that he renounced them was his need: Even dire need has no sway over those God makes immune!
For how can need attract to the world the one were it not for whom the world would not have come out of the void?

The title of this great poem is derived from two incidents, one historical, the other a dream. The first took place when an earlier lover of the Prophet, the Companion Kaab ibn Zuhayr, recited a similar poem before the Prophet which contained the line inna al-rasula la-nurun yustada'u bihi, “Verily the Prophet is a light from which one’s light is sought”. Upon hearing this moving line, the Prophet rose and placed his mantle on Kaab’s shoulders as a gift of appreciation. The dream was experienced almost seven centuries later when al-Busiri (d. 696 H), at the time partly paralysed by a stroke, was visited by the Prophet who, in the same gesture, placed his mantle on al-Busiri’s shoulders in appreciation of the latter’s poem, whereupon he woke up hale and sound.

One of the last caliphs of the Ottoman State, the pious Sultan Abd al-Hamid Khan ibn al-Sultan Ahmad Khan looked back to al-Busiri's lines when he began his own poem in praise of the Prophet with the line Ya sayyidi ya rasulallahi khudh bi-yadi ("My liegelord, Messenger of God, take my hand!''). This poem was calligraphied in full on the walls of Lady Aisha's room where the Prophet was laid to rest in Madinah. Al-Busiri himself had looked back to Hassan ibn Thabit both in theme and metre, and both the Burda and Sultan Abd al-Hamid used the kamil or "perfect'' metre chosen by Hassan ibn Thabit in the four lines he had improvised for the Prophet.

The perennial theme is the Prophet as humanity's greatest hope. The Qur'an names the Prophet "nothing but a Mercy to the Worlds'' and the Prophet describes himself in the Hadith as "nothing but a Gift of Mercy". Maulid poems capture the direct experience of that Divine Mercy. In the following lines from al-Daybaee's Maulid Eulogy we recognise the longing cry familiar to every visitor to Madinah:

There stands the Green Dome wherein is
found a Prophet whose light dispels pitch darkness!
True has his good pleasure with us proved, as communion grows near
and commendation greets us from all sides.
Say to your soul: Enough delay!
Today from the Beloved no veil blocks us.
Your fill of the Beloved take, therefore, to all intents.
Felicity is ours, banishing opposites!

Similarly we hear, among the delicate lines of the oft-recited Maulid Syaraful Anam:

Best of all those who trod the earth, whom all creatures seek for intercessor,
By him break the shackles of every sinful slave,
There is no one like him, by whom triumph all followers;
Whoever dies loving him reaps every imaginable prize!

The Quran compares human hearts to hard rocks, but adds that water is known to gush even from rocks. Our own hearts may also melt when we experience poetry praising our Beloved Prophet the way he deserves to be praised, and tap its treasures for the refreshment of our souls.

13 January 2013

Mawlid Mubarak from Mawlana Shaykh Hisham Kabbani (q)


Fenton, MI
12 Jan 2013

A'udhu billah mina 'sh-shaytani 'r-rajeem kalimataan khafeefataan `ala al-lisaan subhanallah wa bi-hamdihi subhanallahi'l-`azheem istaghfirullah
Kalimataan khafeefataan `ala al-lisaan subhanallah thaqeelataan fi'l-meezaan wa bi-hamdihi subhanallahi'l-`azheem istaghfirullah

Only a few minutes for Allah to give them endless love and respect to the Prophet (s).  It is the month of his birth.  Today is the first day and as we know that his birth is the birth of Islam.  His birth in dunya is the birth of Islam, but his light was the first to be created and from that is the birth of all creation.

He was and he (s) is still, the Prophet of all prophets.
The beacon of the universe and Paradises,
The ocean of beauty and majesty,
The sky of happiness and love,

He is the perfect servant of Allah (swt)
He is The Servant,
He is The Jewel,
He is The Gem,
He is The Mirror of the reflections of the Divine, to bring the light of heavens on this dark earth.

He is the one that with everyone,
As Allah said, w`alamoo anna feekum rasoolullah, know that the Prophet (s) is within you.

He is the one that will intercede for humanity.
He is the one that can stand in front of Allah (swt), by Allah's permission.
He is the Means for all creation.
He is the Intercessor for all creations.

He is the Light that Allah dresses him with light upon light
He is the Illumination that illuminates the universe

His secrets are in Heavens;
His secrets are in the Presence
His Secrets are in the Divine
His Secrets are like an abundant river,
His Secrets dominate the creation because he is Muhammad Rasoolullah (s)

He is the one that has been brought to the nearness, the nearness that no nearness can reach.  The nearness that he was revealed to him what he was asking for; the nearness that Gibril was unable to proceed; the nearnessof all nearnesses that no one can understand.

His level, no one can understand.
His level, no one can reach His level, neither angel, nor human nor jinn can’t understand.

He is what he is.  Only His Lord knows who He is. And as for us we say he is the jewel of jewels, light of lights. secret of secrets, heaven of heavens, the door to the divine, the way to every seeker, the struggle of every gnostic.

He is the one who Allah created as Mercy for all humanity.
He is The Mercy and The mercy is He.
He is the gifted -Mercy.
He is the undescribed mercy.

He is the joy. And rejoice, O human beings in that mercy of his.
Allah (swt) gave him what He did not give anyone.
Dressed him with what he did not dress anyone.
Loved him with what He did not love anyone like him.
He is and still he is and forever he is for every human beings and for every angel that exists.

He is the honored one.
For him humanity was honored where Allah said: wa laqad karamnaa bani Adaam, Allah honored human beings for the honor of the leader and the light and the prophet of humanity and creation.

May Allah dress us with the endless dresses he dressed his Prophet and keep us with him dunya and akhira and make him intercede for every sin we have done and for every lie we have lied and for every imperfection we have made and for every mischief we have produced, for what we know and don't know.  As You said to him: say to them O Muhammad! laa taqnatoo min rahmatillah.  That means don’t lose hope of Muhammad (s).

O Allah make us at his threshold, at his feet, under his feet, sincere slaves to you and sincere believers in your Prophet.

We congratulate the Muslim world for the birth of the Prophet (s), for his birth is the birth of beauty and the birth of paradises and the light of whatever He created from the light of Muhammad Rasoolullah.

On this night may Allah dress us with the dress of Rabbi`al-Awwal and to be responsible and smiling and sharing and praying.

Assalamu 'alaykum wa rahmatullahi wa barakutuh.
Fatiha

05 January 2013

Kita harus Menjaga Syariah


We have to keep Shariah here, no breaking of Shariah, if Tariqa breaks Shariah means that Tariqa is not accepted.  We have to fulfill the Shariah, then Tariqa is the heart of Shariah.  You cannot break the Shariah for the sake of Tariqa, you can break Tariqa for the sake of Shariah, and so you have to be careful with your Shariah.

Kita harus menjaga Syariah di sini, tidak boleh melanggar Syariah.  Jika Thariqah melanggar Syariah, itu artinya Thariqahnya tidak dapat diterima.  Kita harus memenuhi Syariah dan dengan begitu Thariqahnya dapat menjadi kalbu dari Syariah.  Kalian tidak bisa melanggar Syariah demi Thariqah, tetapi kalian boleh melanggar Thariqah demi Syariah, jadi kalian harus berhati-hati dengan Syariah kalian.

[Kutipan Shuhba Mawlana Syekh Hisyam Kabbani, New Jersey, 3 Jan 2013]

03 January 2013

Merayakan Tahun Baru



Sultan Awliya Mawlana Syekh Nazim al-Haqqani (q)
Lefke, Siprus, Senin, 31 Desember 2012


Bismillaahir rahmaanir rahiim

“Wahai Abu Wak Wak, mengapa engkau terburu-buru sekali?”  “Apa kau tidak tahu bahwa malam ini adalah malam yang penuh berkah?” “Diberkati bagaimana?”  Mereka bilang ini adalah malam yang penuh berkah.  Setiap orang akan menerima apa yang paling pantas bagi mereka.  Setiap orang akan menerima apa yang seharusnya bagi mereka, baik berupa kebaikan maupun keburukan.

Bagaimana menurut kalian dengan sore ini, di mana orang-orang akan menjadi gila.  Baik Raja-Raja, dari golongan tertinggi hingga terbawah.  Mereka semua akan menjadi gila.  Tidak ada kebaikan di sana, tidak ada kebaikan.  Saya menyesal bahwa umat Muslim sedang bersiap-siapa untuk menyambut sore pertama, yang dipersiapkan oleh Bangsa Eropa.  Bahwa malam ini adalah akhir dari tahun 2012 dan awal bagi tahun 2013.  13 adalah angka yang tidak disukai bagi para ahli hakikat.  Itu adalah malam yang akan membawa nasib buruk.  Dan orang-orang tengah bersiap-siap untuk merayakan, dari Timur ke Barat, semua tipe Muslim. Mereka bersiap-siap untuk menyambut perayaan tahun baru, tetapi tidak ada landasannya, itu adalah batil.  Saya menyesal bahwa umat Muslim, mulai dari Raja-Raja hingga ke lapisan bawah sedang bersiap-siap menyambut tahun baru.  Mereka tidak mengatakan, “`Aam, `aam al-jadiid.”  Mereka mengatakan, “Sana al-jadiid.”  Sana/tahun yang akan mempunyai kesulitan dan juga mempunyai kemudahan.

Tahun baru dalam Islam (Hijriah) telah lewat.  Mereka tidak pernah berdiri untuk merayakannya.  Tahun hijriah yang mempunyai landasan untuk dirayakan sebagai tahun baru.  Tetapi mereka malah bersiap-siap untuk malam ini yang tidak ada dasarnya, menyambut datangnya tahun baru.  Saya juga menyesal bahwa barang siapa yang tidak mengatakan kebenaran, ia adalah setan yang diam.  Dan saya juga menyesal bahwa Raja-Raja mereka, para Umara, para ulama, dan orang-orang pada umumnya siap membuat perayaan dengan segala macam hal yang haram.  Berbagai hal yang dilarang.  Hal itu membuat setan senang dan membuat murka ar-Rahmaan, semoga Allah mengampuni kita.

Nabi (s) bersabda, “Barang siapa yang mengikuti segolongan orang, maka ia adalah bagian dari mereka.”  Pertama-tama apa yang akan menimpa mereka di dalam kubur mereka?  Ketika seorang jenazah berada di dalam kuburnya, dua malaikat akan menghampirinya dan bertanya padanya.  Mereka bertanya, “Wahai manusia, apakah engkau ikut merayakan tahun baru ini?”  “Bagaimana dengan yang ini, apakah engkau Muslim atau Nasrani atau Yahudi atau Majusi?”  Apakah kalian tidak mendengar bahwa Nabi (s) bersabda, “Barang siapa yang mengikuti segolongan orang, maka ia adalah bagian dari mereka.”  Dan kuburnya akan ditiup dan diisi dengan api, dengan api.  Semoga Allah (swt) melindungi kita.

Wahai Mukmin, saya menyesal dengan kalian, karena kalian mengikutinya.  Bukannya menjadi kepala, kalian malah menjadi ekor.  Mengikuti non-Muslim bukanlah kemuliaan bagi Muslim, untuk apa kalian melakukan hal ini?  Tetapi kini mayoritas orang tidak peduli dan mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang hal ini.  Malam ini adalah haram bagi Muslim, bagi para Umara dan masyarakat umum untuk membuat perayaan.  Itu akan menjadikan malam yang penuh kegelisahan dan malam yang menyedihkan bagi mereka.  Na`udzubillah.

Wahai Muslim, bertobatlah kepada Allah, bertobatlah kepada Rasulullah (s) dan jadikanlah jalan kalian, jalannya Islam, jalan menuju kedamaian.  Saya adalah hamba yang lemah, jika orang tidak mau mendengar, berarti mereka tidak waspada terhadap bahaya.  Mereka memasuki sebuah terowongan dan tidak ada jalan untuk kembali bagi mereka.  Hafazhallah, semoga Allah melindungi kita, semoga Allah melindungi kita.   Yang akan terjadi di akhir zaman adalah Armageddon dan ia hanya menyisakan mungkin separuh dari seluruh orang di dunia.  Separuh orang akan tewas dan separuhnya lagi tetap hidup.  Bertobatlah kepada Tuhanmu, dan kembalilah kepada-Nya.

Dan jika kalian berkumpul, maka berkumpullah untuk membaca Mawlid Nabawi-Syariif, sehingga perbuatan ini dapat menjadi sebab untuk mengampuni dosa-dosa kalian.  Dan tahun depan insya Allah tidak ada lagi jejak-jejak orang yang kufur di permukaan bumi dan bendera Islam bisa berkibar di seluruh dunia dari Timur ke Barat karena kabar dari langit memberi kabar gembira tentang hal ini dan Salam `alaykum.

Wahai Muslim, Raja-Raja dan Umara, bertobatlah kepada Tuhanmu.  Dan Allah menjadi saksi atas apa yang telah kami katakan.  Hasbunallah wa ni`mal wakiil, tub `alayna yaa Rabbanaa. “Angkatlah bagi kami seorang Raja agar kami dapat berperang di Jalan Allah.” (2:246)  Kita dapat berperang, fii sabilillah memerangi Setan dari golongan manusia dan jin.  Kalau tidak, semoga Allah melindungi kita dari apa yang akan terjadi pada hari-hari ini.

Bertobatlah pada Tuhanmu.  Ini hanya sepatah-dua patah kata, tetapi orang-orang sedang mabuk dan mereka tidak menangis.  Bertobatlah, daripada bersiap-siap untuk melakukan perayaan.  Berkumpullah dan bacalah Mawlid Nabawi ‘sy-Syariif.  Itu akan menghilangkan beban berat dari diri kalian, yaitu kesulitan-kesulitan di tahun ini.  Dan bertobatlah agar kalian tidak lagi melakukan perayaan seperti ini lagi.  Kami bertobat dan berpaling kepada-Mu wahai Tuhan kami.  Dan Alhamdulillah, wahai Tuhan jagalah kami di bawah perlidungan-Mu.

Allaahumma tub `alayna.  Allaahumma tub `alayna.  Fatiha.

Tahun ini, tahun baru ini... ketika kita mengatakan `Aam jadiid, itu akan menjadi tahun yang penuh dengan kebahagiaan.  Sementara ini adalah tahun-tahun yang paling berat sejak awal dunia ini.  “Jika debu-debu disingkirkan, maka kalian akan melihat bahwa yang ada di bawah kalian adalah seekor kuda atau keledai.”  Kita lihat apa yang akan terjadi besok.  Setiap orang akan mendapat pengganti, baik itu berupa kebaikan dan kebahagiaan atau penderitaan dan kemurkaan.  Jangan berlari ke daerah yang penuh kemurkaan.  Sore ini orang-orang pergi ke daerah (yang mendatangkan) kemurkaan (Allah).  Ia tidak mempunyai rasa, tidak untuk sore ini dan tidak pula untuk tahun ini.

Wahai Tuhan kami, karuniakanlah dari Kemuliaan dan Kebesaran-Mu.  Yaa Rabb, ihdina ‘sh-shiraata ‘l-mustaqiima, shiraata ‘l-ladziina an`amta `alayhim mina n’-Nabiyyina wa ‘sy-Syuhadaa’ wa ‘sh-Shaalihiin, Fatihah.



27 December 2012

Kekuatan Tasbih dan Aayaat asy-Syifaa`



Mawlana Syekh Hisyam Kabbani
7 Desember 2012   Burton, Michigan
Khotbah Jumat di Masjid As-Siddiq


Wahai Muslim dan Mukmin!  Allah (swt) menciptakan segala sesuatu dan memerintahkan mereka untuk bertasbih, artinya mengucapkan, “SubhaanAllah wa ‘l-hamdulillah wa laa ilaaha illa-Llah Allahu Akbar,” atau pujian apapun kepada Allah (swt) melalui Asmaul Husna wal Sifat-Nya.

Allah (swt) berfirman,
أَنَا جَلِيْسُ مَنْ ذَكَرَنِي
Anaa jaliisu man dzakaranii.
Aku duduk bersama orang yang mengingat-Ku. (Ahmad, Bayhaqi)

Jadi, mengingat Allah (swt) secara terus-menerus merupakan suatu keharusan setiap saat dalam kehidupan kita!  Allah (swt) membuat segala sesuatu bertasbih dan keberadaan setiap elemen atau unsur adalah melalui tasbihnya, dan tidak ada yang mengetahui (tasbihnya) kecuali unsur itu sendiri.  Demikian pula, Allah (swt) menciptakan kita dari berbagai unsur di dalam tubuh kita, masing-masing melakukan tasbihnya sendiri dan melakukan fungsinya di dalam tubuh melalui tasbih itu.  Tetapi kita berjuang melawan kejahatan, berjuang untuk melalukan yang baik dan menghindari yang buruk, dan karena kita berada di tempat transisi itu, kita tidak dapat mendengar tasbih dari tubuh kita (yang secara konstan mengingat Allah).  Ketika salah satu bagian tubuh sedang sakit, itu disebabkan adanya perubahan di dalam tasbihnya yang membuatnya sakit, dan untuk menyembuhkannya, kalian harus mengubah tasbihnya, untuk menghilangkan penyakit itu dari tubuh.  Nabi (s) menyebutkan tentang ruqya, tawiiz, hijab, atau apapun kalian ingin menyebutkannya, yaitu untuk dibaca dan Aayaat asy-Syifaa’, enam ayat di dalam kitab suci al-Qur’an untuk menyembuhkan penyakit.[1]

Nabi (s) bersabda bahwa Surat al-Fatihah limaa quriyat lah, “Surat al-Fatihah dibaca untuk apa saja, ia akan menyembuhkan yang sakit,” dan membuat panjang umur melalui tasbih itu, yang kita lakukan (tanpa sengaja) dan kita tidak merasakannya. Kita katakan bahwa tubuh kita bertasbih karena segala sesuatu di alam semesta ini bertasbih dan kita adalah bagian dari alam semesta ini, sebagaimana firman Allah (swt) di dalam kitab suci al-Qur’an:

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ
Wa in min syay'in illa yusabihu bihamdih.
Dan tidak ada apapun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya! (Surat al-'Israa, 17:44)

Segala sesuatu bertasbih, tetapi kita tidak bisa memahami atau mendengarnya karena nafsu fisik kita, nafs/ego menguasai kita di dunia dan kekuasaannya mengalahkan sisi baik kita.  Allah (swt) ingin agar kita keluar dari kekuasaan ego yang buruk dan mengubahnya menjadi penguasaan oleh sisi baik kita.

Bukti bagi hal ini ada di dalam hadits dari Abu Dzarr al-Ghifar (r):

في حديث أبي ذر قال تناول رسول الله صلى الله عليه وسلم سبع حصيات فسبحن في يده حتى سمعت لهن حنينا ثم وضعهن في يد أبي بكر فسبحن ثم وضعهن في يد عمر فسبحن ثم وضعهن في يد عثمان فسبحن أخرجه البزار والطبراني في الأوسط وفي رواية الطبراني فسمع تسبيحهن من في الحلقة وفيه ثم دفعهن إلينا فلم يسبحن مع أحد منا

Tanawala an-Nabi (s) saba` hashaayaat, fa sabahna fi yaddih, hatta sami`ta lahu haniinan, tsumma wadha`hunna fii yad Abi Bakrin fasabihna tsumma wadh`ahunna fii yad `Umar fasabahna tsumma wadha`ahunna fii yadi `Utsmaan fa sabahna fasama`a tasbiihihinna man fi’l-halaqata wa fiihi tsumma dafa`hunna ilaynaa falam yusabihna ma` ahadun minnaa.

Nabi (s) mengambil tujuh butir batu, hasaayaat dengan tangan sucinya, dan mereka (batu-batu itu) bertasbih, mengagungkan Allah (swt) di tangannya, dan kami dapat mendengar tasbih mereka. Aku mendengar suaranya yang merdu dengan kerinduan (dengan kecintaan pada Nabi [s] dan kerinduan dengan kecintaan pada Allah [swt]).

Kalian lihat bagaimana mereka dulu hidup?  Tidak seperti sekarang, kita duduk dan salat di atas karpet lalu kalian melangkah keluar dan melihat rumput yang dipangkas rapi dan jalan yang bagus aspalnya.  Dulu hanya ada jalan kecil dan gang di antara rumah-rumah, dan semuanya dipenuhi kerikil kecil.  Nabi (s) duduk bersama para Sahabat dan beliau (s) mengambil tujuh butir batu dari lantai, yang artinya beliau (s) sedang duduk di suatu tempat, mungkin di sebuah rumah, dan tidak ada apa-apa (di bawah mereka) kecuali kerikil.  Apakah kalian duduk di atas kerikil sekarang?  Kaki kalian akan terasa nyeri, tetapi mereka duduk di atas kerikil!

Dan Allah (swt) berfirman bahwa segala sesuatu bertasbih, tetapi kalian tidak dapat mendengarnya, tetapi ketika batu-batu itu berada di dalam tangan yang suci (dari Nabi (s)), para Sahabat (r) dapat mendengarnya!

Batu-batu itu bukan hanya memuji Allah (swt) dan bertasbih, tetapi mereka juga merindukan Nabi (s), untuk berada di tangannya, bukan di lantai.  Dan setiap sel dari tubuh kita juga bertasbih, tetapi kita terhalang untuk mendengar tasbih mereka dan oleh sebab itu kita perlu bekerja untuk membersihkan diri kita dari segala gangguan yang membuat kita tidak bisa mendengar tasbih batu-batuan atau tubuh kita.

Dan hadits itu berlanjut:
Kemudian beliau (s) meletakkan ketujuh batu itu ke tangan Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (r) dan mereka memuji Allah (swt) di tangan Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (r).

Ia mengetahui karena ia mendengar tasbih di tangan Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (r), tetapi ia tidak mengatakan bahwa mereka ‘rindu’.  Kerinduan itu adalah adab, artinya batu-batu itu juga mempunyai adab!  Kita harus belajar tentang adab, artinya ketika Nabi (s) hadir, pandangan kalian hanya tertuju pada Nabi (s), bukan yang lain di dalam masjid atau majelis itu.  Jadi adab di dalam sebuah masjid adalah ketika guru telah hadir, kalian tidak berhak untuk memandang orang lain, kalau tidak kalian akan mengganggu pelajaran bila kalian melihat seseorang yang datang ke pintu.  Oleh sebab itu, ketika guru kalian sedang memberi pelajaran, kalian tidak boleh memandang yang lain, bahkan ke arah pintu.  Batu-batu tadi memperlihatkan kerinduannya ketika mereka berada di tangan Nabi (s), tetapi ketika berada di tangan Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (r) mereka bertasbih, tetapi tidak mempunyai kerinduan.

Kemudian beliau (s) meletakkannya ke tangan Sayyidina `Umar (r), dan serupa halnya, mereka juga bertasbih dan beliau (s) meletakkannya ke tangan `Utsmaan (r), dan serupa juga mereka bertasbih memuji Allah (swt).”  (Bazzaar dan at-Tabarani).

Ia tidak mengatakan jenis tasbihnya, barangkali ‘subhaanAllah’ atau ‘alhamdulillah’ atau ‘laa ilaaha illa-Llah’ atau ‘Allahu Akbar.’

Dan dalam riwayat yang lain, hadits itu berlanjut:

Pada saat itu semua orang yang berada di sekeliling itu dapat mendengar tasbih (batu-batu itu).  Lalu Nabi (s) mengambilnya dari tangan Sayyidina `Utsmaan dan memberikannya ke tangan seorang Sahaabah, tetapi tidak ada yang dapat mendengar tasbih mereka saat itu dan mereka tidak bertasbih dengan suara keras ketika diletakkan di tangan Sahabat yang lain.

Jadi batu-batu kerikil itu melakukan tasbih dengan suara keras ketika berada di tangan Nabi (s), Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (r), Sayyidina `Umar (r) dan Sayyidina `Utsmaan (r), kemudian ketika Nabi (s) meletakannya ke tangan Sahabat yang lain, mereka tidak bersuara.  Sayyidina `Ali (r) tidak hadir pada saat itu.  Karena kita bukan Sahabat dan mereka pun tidak bisa mendengar lagi suara tasbihnya, bagaimana kita bisa mendengar tasbih dari tubuh kita?  Ada masalah di sini: kita tidak bisa mendengar.  Jadi untuk mengatasi masalah itu, kita harus melakukan tasbih dalam hati (diam) dan dengan lidah (suara keras) karena dengan demikian Allah akan mengaruniai tubuh kalian untuk lebih banyak bertasbih dan secara perlahan Allah akan membukakan bagi kita untuk dapat mendengarnya!  Itulah sebabnya Nabi (s) bersabda bahwa Allah (swt) berfirman,
من عادا لي وليا فقد آذنته بالحرب
Man `adaa lii waliyyan faqad aadzantahu bi ’l-harb.
Barang siapa yang menentang wali-Ku, Aku nyatakan perang terhadapnya. (Hadits Qudsi; Bukhari dari Abu Hurayrah)

Dan Allah (swt) berfirman:

عن ‏ ‏أبي هريرة ‏ ‏قال ‏‏قال رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏إن الله قال ‏ ‏من عادى لي وليا فقد ‏ ‏آذنته ‏ ‏بالحرب وما تقرب إلي عبدي بشيء أحب إلي مما افترضت عليه وما يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها وإن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه وما ترددت عن شيء أنا فاعله ترددي عن نفس المؤمن يكره الموت وأنا أكره مساءته ‏
ولا يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره
الذي يبصر به، ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها،

Man `adaa lii waliyan faqad aadzantahu bi ’l-harb wa maa taqarraba ilayya `abdii bi-syayy’in ahabba ilayya mimmaa ’ftaradhtu `alayhi wa maa yazaalu `abdii yataqarabu ilayya bi’ n-nawaafil hatta uhibbah. Fa idzaa ahbaabtahu kuntu sama`uhulladzii yasma`u bihi wa basharahulladzii yubshiru bihi, wa yadahulladzii yabthisyu bihaa wa rijlahullatii yamsyii bihaa.

Barang siapa menentang seorang Wali-Ku, sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya.  Dan hamba-Ku tidak akan berhenti mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Kuwajibkan atas mereka, dan hamba-Ku tidak akan berhenti mendekati-Ku melalui ibadah sunnah (nawafil) sampai Aku mencintainya.  Ketika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia melakukan sesuatu, dan kakinya yang dengannya ia berjalan (dan dalam versi lain termasuk juga, “dan lidahnya yang dengannya ia berbicara”). (Hadits Qudsi, Bukhari)

Jadi, jika kita melakukan tasbih lebih banyak secara sukarela, kita akan mencapai level itu.
Dan di dalam hadits lain dari Imam Bukhari sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Mas`uud:

كنا نأكل مع النبي صلى الله عليه وسلم الطعام ونحن نسمع تسبيح الطعام

Kunna naakul ma` an-Nabi (s) ath-tha`am, wa nahnu nasma` tasbiih ath-tha`m.
Kami duduk dengan Nabi (s) untuk makan dan kami mendengar makanan itu bertasbih dan bershalawat atas Nabi (s).

Meskipun ia dimasak dalam api, makanan itu tetap bertasbih!  Jika dipanaskan dengan api, ia terbakar, dan jika dididihkan seluruh rasanya akan berubah, tetapi ia tetap bertasbih.  Jadi bagaimana dengan tubuh kita?  Apakah mereka bertasbih?  Ya, tetapi kita tidak mendengarnya.  Jadi semoga Allah (swt) mengampuni kita dan memberkati semua Mukmin dan Muslim di seluruh dunia, apapun latar belakang mereka.

(Du`a.)
(Salaat al-Jumu`ah.)



© Copyright 2012 Sufilive. All rights reserved. This transcript is protected
by international copyright law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr.