12 June 2008

Lakukanlah dengan Cinta

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin



Cinta terhadap Allah SWT dan para hamba-Nya adalah sangat indah. Jika kalian mengerjakan sesuatu dengan cinta, Allah SWT akan menerimanya dan membuatnya terasa menyenangkan bagi kalian. Jika kalian mencintai pekerjaaan kalian, akan lebih mudah mengerjakannya, sebaliknya jika tidak—ia akan membebani kalian. Allah SWT berfirman, “Aku tidak membutuhkan ibadahmu, Aku hanya mencari cinta yang kamu berikan.” Wahai orang yang beriman, kalian tidak boleh mengabaikan yang satu ini. Jangan seperti budak yang mendayung dalam kapal layar, jika kalian salat, lakukanlah dengan cinta, tidak dengan terpaksa, seolah-olah ada seorang pengawas yang mengawasi kalian dengan cambuk di tangannya. Allah SWT tidak akan menghargai ibadah seperti itu. Sekarang kita mencoba untuk melaksanakan semua praktik yang telah dianjurkan, tetapi lupa untuk memohon cinta Allah SWT sehingga kita bagaikan sebuah robot mekanik atau seperti seorang pesenam.

Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menggunakan tubuh kita untuk beribadah dan melayani hamba yang lain dengan jalan memberi sedekah dan melakukan perbuatan baik. Apa yang akan menjadi buah dari perbuatan tersebut? Jika bukan cinta, tentu itu adalah buah yang pahit dan tidak diterima. Jika ibadah kita menyebabkan cinta kepada Allah SWT tumbuh dalam hati kita, maka kita harus menjaganya dan melanjutkan praktik itu dalam hidup kita. Jika kita tetap memelihara hubungan dengan guru spiritual kita, dan merasa bahwa dengan menjaga hubungan ini, cinta kita terhadap Allah SWT semakin tumbuh, maka kita harus mendekatkan diri kita kepadanya.

Cinta kepada Allah SWT tidak mudah didapat, karena kita tidak bisa membayangkan-Nya, sehingga Allah SWT mengutus nabi-nabi untuk mewakili cinta-Nya. Kekasih Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW, adalah media yang murni untuk mentransmisikan cinta itu, oleh sebab itu cinta para sahabat menyatu dengannya dan ditransfer kepada Allah SWT. Beliau adalah wakil Allah SWT dan merupakan Kebenaran yang Haqiqi, sehingga Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang telah melihatku, berarti telah melihat Kebenaran yang Haqiqi.”

Ketika delegasi non-muslim mengunjungi Madinah, mereka tercengang melihat cinta dan penghormatan yang diberikan para sahabat kepada Rasulullah SAW. Ketika pulang mereka lapor kepada pemimpinnya, “Kami telah banyak bertemu kaisar, raja, dan kepala suku, tetapi belum pernah kami melihat seorang pemimpin yang pengikutnya begitu setia dan memperlakukannya dengan penuh cinta.” Bagaimana ini bisa terjadi? Mereka tidak pernah bisa memahami rahasia cinta ini, sebagaimana ego mereka menyebabkan mereka menolak kerasulan Nabi Muhammad SAW. Cinta sahabat kepada Rasulullah SAW begitu dalamnya sehingga mereka sanggup mengatakan, “Kami rela berkorban untukmu, wahai Rasulullah SAW, bahkan untuk mengorbankan Ayah dan Ibu kami.” Bagi orang Arab, pernyataan seperti ini lebih bermakna ketimbang, “Aku rela berkoban untukmu, wahai Rasulullah SAW.” Kenyataannya banyak dari mereka yang menjalani penderitaan yang hampir tidak tertahankan demi iman mereka kepada misi Rasulullah SAW: diasingkan, tidak mendapat warisan, diboikot, disiksa, bahkan mati.

Siapa yang akan mewakili Rasulullah SAW di dunia ini setelah beliau wafat? Mereka adalah orang-orang yang mampu menimbulkan cinta seperti itu. Rasulullah SAW sendiri memberikan gambaran bahwa siapa yang melihat mereka, akan ingat kepada Allah SWT. Siapa yang merasa haus akan cinta Allah SWT harus mencari orang-orang seperti itu. Sekarang ini kebanyakan dari mereka tersembunyi dan Islam telah datang kepada seluruh umat manusia membawa sejumlah petunjuk pelaksanaan dan bentuk dari ibadah—sebuah kerangka yang kosong. Siapa yang dapat menurunkan cita rasa dari hal-hal semacam itu? Haruskah masjid ini seperti Gymnasium? Dan sekarang ‘guru senam-nya’ menentang Jalan Sufi, yang merupakan jalur bagi hati, yang membimbing pada kecintaan terhadap Allah SWT.

Allah SWT telah memberikan suatu instrumen untuk mengukur—bukannya tensi darah—tetapi “tensi cinta” kita dan target kita adalah untuk membuatnya semakin besar. Ya, carilah cara untuk meningkatkannya setiap hari. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Siapapun yang tidak mengalami peningkatan setiap hari, akan merugi.” Apa artinya? Hal ini bukan berarti bahwa jika hari ini kalian salat 40 rakaat, lalu besok 41 rakaat dan lusa 42 rakaat. Tidak demikian. Apa yang diinginkan adalah kalian melakukannya dengan penuh kecintaan terhadap Allah SWT, sehingga Dia bisa mengamati dan berkata, “Hambaku telah mengirimkan cinta lebih banyak dari kemarin.” Salah satu Grandsyekh kita memberikan suatu kesimpulan yang baik tentang apa yang Saya coba katakan, “Sebutir atom cinta lebih berharga daripada 70 tahun beribadah tanpa cinta.”

No comments: