18 June 2008

Jangan Mengklaim Diri sebagai Seorang Syekh

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS

Jakarta (Tomang), 6 September 2004

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin


Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. [QS 4:59]

Kita berharap bahwa kita akan patuh pada Allah SWT dan Nabi-Nya, dan pada syuyukh kita, karena kita tidak ingin mengklaim sesuatu yang tidak kita miliki.

Ada yang mengklaim bahwa diri mereka tahu sesuatu. Ada yang mengklaim bahwa mereka tahu banyak. Ada juga yang mengklaim bahwa mereka tahu akan “segalanya” lalu mereka menunjuk diri mereka sendiri sebagai Syekh-Syekh meskipun mereka jauh dari predikat Syekh. Tingkat seorang Syekh sangat sulit dicapai, jadi janganlah mengklaim sesuatu yang tidak kita miliki.

Seperti firman Allah SWT dalam kitab suci al-Qur'an, Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim, Fa la tuzakku anfusakum-- janganlah kamu mengatakan bahwa dirimu suci. [QS 53:32]

Jangan puji dirimu sendiri, atau janganlah mengklaim sesuatu yang tidak kalian miliki.

Ada orang-orang yang saat mendapat sebuah gelar dari suatu universitas (bahkan belum menjadi seorang PhD) mereka merasa mampu mengatur dunia. Bahkan mereka yang telah meraih gelar PhD, mereka pikir bisa mengatur negara.

Ada juga orang-orang yang berpikir, jika mereka mengikuti orang suci (Syekh sejati), mereka pikir telah mengetahui segalanya. Lalu mulailah menyebarkan ego mereka yang telah terkontaminasi, ego mereka adalah kesombongan, maka tersebarlah penyakit ini ke seluruh murid-murid yang tidak menyadarinya.

Ada lagi orang-orang yang setelah mengikuti suluk, mereka pikir diri mereka telah menjadi orang suci, dan nama mereka harus dicetak dan dipublikasikan dengan bersinar-sinar untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang suci, dan masyarakat wajib mendengarkan mereka.

Kita sepatutnya menyadari bahwa jika kita mengikuti seorang Syekh sebagai muridnya, saat kita mendapat manfaat dari beliau atau kita melakukan suluk, kita ini masih tak ada apa-apanya, dan kita masih dalam proses pelatihan. Kita belum menghilangkan penyakit-penyakit kita. Kita masih harus dikarantina agar setelah itu kita bisa dilepas pada masyarakat.

Beberapa orang, jika mereka menjadi imam di masjid, mereka pikir bisa mengatur semua umat muslim. Mereka yang punya tanggung jawab pada sekolah atau universitas, mereka kira dapat mengatur setiap orang. Mereka tidak merasa bahwa mereka bukanlah apa-apa.

Jika seseorang tahu tentang cara berzikir, saat ia duduk dan mulai berzikir, ia pikir ia akan menyebarkan spiritualitas pada semua orang—ia tidak sadar bahwa dirinya masih terkontaminasi dengan kesombongan dan arogansi.

Otorisasi adalah penting dalam Islam, dalam syariah dan tarekat. Kami menyebut izin ini Ijazah (bahasa Arab). Artinya sebuah limpahan wewenang untuk seorang calon yang telah belajar pada para Syekh, dari seorang Syekh ke Syekh-Syekh berikutnya sampai salah satu dari keempat Imam. Ini dalam syariah. Seseorang harus memilikinya—seperti saat ini ada universitas yang gelar PhD-nya dari syariah Islam. Hal ini tidak ada nilainya dibanding ajaran syariah terdahulu.

Ajaran syariah terdahulu harus mendapat transmisi langsung dari Syekh kalian, dari Syekhnya lagi sampai Grandsyekhnya, dan terus… sampai Imam Syafi'i RA. Ia harus terhubung seperti itu. Dan Imam Syafi'i RA—dari Tabi'iin yang mana beliau mendapat instruksi itu? Dan beliau itu, dari kelompok mana beliau mendapat instruksi? Harus mempunyai silsilah seperti ini. Silsilah ini dapat menuju Imam Abu Hanifa RA atau Imam Ibn Hanbal RA. Atau Imam Malik RA. Harus mempunyai rantai transmisi. Kalau tidak, ijazah mereka adalah nol, tak diperhitungkan.

Sama halnya dalam tarekat. Dalam spiritualitas. Dalam realitas roh di atas roh, dalam mempelajari makrifat. Pelajaran ini harus melalui sebuah silsilah, mata rantai para Syekh. Dari satu Syekh ke Syekhnya lagi dan seterusnya... sampai para Grandsyekh, sampai Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq RA atau Sayyidina `Ali RA, karena dari merekalah asal tarekat, ke-41 tarekat. Mereka semua bisa berasal dari Sayyidina Abu Bakar RA atau dari Sayyidina ‘Ali Ra. Beliau yang memimpin langsung menuju hati Nabi
Muhammad SAW. Jika silsilah tersebut tidak ada, berarti orang-orang yang merasa bahwa diri mereka telah diberi pengesahan—maka pengesahannya itu adalah nol.

Tak seorang pun bisa mengatakan dan mengklaim bahwa, “Nabi SAW datang lewat mimpi saya” atau mengklaim bahwa “Nabi SAW mendatangi ini-itu, atau mengatakan, “Saya pergi ke sana dan mendapati diri saya menerima wewenang dalam hal ini dan itu.” Hal ini tidak dapat diterima.

Sekarang ini, para Syekh yang mengira diri mereka (karena mereka bermimpi, atau sedang tidur, dan saat bangun mereka melihat sesuatu) lalu seketika itu mereka menjadi orang yang punya wewenang.

Jika demikian, lebih baik Sayyidina Muhammad SAW diberi wewenang melalui sebuah mimpi atau sebuah penglihatan. Namun bukan terjadi seperti itu. Beliau membutuhkan Sayyidina Jibril AS. Sayyidina Muhammad SAW, bermeditasi selama 40 hari, ber-khalwat, suluk, di Gua Hira, dan beliau membutuhkan…

Beliau tidak pernah mengatakan, “Saya melihat ini, saat berdoa kepada Allah SWT, saat bersujud kepada Allah SWT,” hingga Jibril AS datang pada beliau dan memberinya (wahyu) secara nyata/fisik. Tidak mungkin lewat mimpi! Bukan pula dalam kondisi koma! Tidak mungkin pula saat pingsan! Tak mungkin dalam keadaan apa pun kecuali secara fisik. Hal itu harus diberikan.

Dan kita mengikuti jejak Nabi SAW. Hal itu diberikan pada Nabi SAW – dari Allah SWT pada Jibril AS; kemudian dari Jibril AS kepada Nabi SAW. Sebuah rantai penerus. Jika kita katakan segala sesuatu datang lewat mimpi, itu boleh saja. Tetapi mengapa Nabi SAW tidak menerima wahyu lewat mimpi? Atau saat beliau koma, hasya! Atau mengapa beliau tidak menerima wahyu dengan memakai cara yang berbeda tanpa arti yang menggambarkan secara fisik? Beliau melihat Jibril AS secara nyata! Jibril AS memeluknya.

Beliau mengatakan, Bismillahi 'r-Rahmaani 'r-Rahiim, dengan sebuah pesan Islam, “Iqra.” “Iqra bismi Rabbik alladzii khalaq.” - “Bacalah dengan nama Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pencipta.” Sayyidina Jibril AS datang dari kaki langit, menutup seluruh horizon, dan beliau datang kepada Nabi Muhammad SAW seraya berkata, “Ya Muhammad SAW, Iqra-- bacalah.” Nabi SAW bertanya, “Apa yang akan kubaca?” Jawab Jibril AS, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” [QS 96.5]

Secara nyata Jibril AS mengajari Nabi SAW. Saat Ramadan, Nabi SAW sering mempelajari Quran dari Jibril AS. Dalam Hadis Nabi SAW, “kaana yatadarras al-Qur'an ma` Jibriil.” “Dia sering belajar Qur`an dengan Jibril AS.

Untuk itu Nabi SAW membutuhkan pembukaan batin secara fisik, wahyu, dari Allah SWT. Allah SWT mengutus Jibril AS untuk menemui Nabi SAW.

Bagaimana dengan kita sekarang ini, orang-orang di seluruh dunia, yang telah mendapat sebuah mimpi atau diperintah oleh mimpinya. Ya, hal ini boleh saja. Jika kalian diminta melakukan sesuatu, kalian laksanakan. Namun yang kalian lakukan terbatas. Tak ada sebuah dukungan. Tak ada pendukung di belakangnya. Tanpa dukungan, suatu saat hal itu akan rusak, habis sudah. Musnah.

Bahkan saat datang dengan wahyu, Jibril AS melatih Nabi SAW, beliau angkat Nabi SAW, beliau kirimkan pesan-pesan dari Allah SWT. Setelah 2 tahun, Jibril AS dikirim secara fisik/nyata. Setiap beliau datang membawa wahyu, biasanya selalu secara nyata. Tak pernah Nabi SAW mengatakan, “Saya menerima Qur'an lewat mimpi.” Nabi SAW menerima Quran lewat wahyu melalui Jibril AS.

Dan dzikrullah diambil dari Qur'an, nama-nama Allah SWT yang indah. Jadi untuk melakukan dzikir, harus secara fisik melalui seorang guru. Kalian tak bisa mengatakan, “Saya tidak membutuhkan seorang guru. Saya tidak membutuhkan seorang pemandu!” Allah SWT meminta Jibril AS sebagai pemandu Nabi SAW.

Dalam waktu 2 tahun setelah Nabi SAW menyampaikan wahyu, Allah SWT memanggil Nabi SAW menuju ke hadapan-Nya. Maka Jibril AS harus membawa beliau secara fisik pada malam Isra wa 'l-Mi`raaj. Seperti bulan ini kita berada dalam Laylatu 'l-Isra'i wa 'l-Mi`raj. Secara fisik Jibril AS membawa beliau dan Allah SWT memberinya kendaraan, al-Buraaq. Nabi SAW mampu pergi tanpa Buraaq. Nabi SAW mampu “naik” lewat mimpi, tanpa tubuh; beliau mampu naik ke atas. Namun, malam itu beliau bersama raganya. Roh beliau menuju ke hadapan Allah SWT.

Artinya secara fisik kalian membutuhkan seorang guru untuk mengajari dan memandu kalian seperti halnya Nabi SAW yang membutuhkan Buraaq, dan membutuhkan Jibril AS, untuk mengantar beliau sampai ke hadapan Ilahi.

Ada buah-buahan asli dan buah-buahan plastik. Buah asli ada rasanya, saat kalian makan, kalian rasakan manisnya buah itu. Buah dari plastik, atau yang terbuat dari kertas –kalian bisa memakan kertas, namun tak ada rasanya. Kalian dapat memakan plastik, tetapi tak ada rasanya.

Jadi dzikrullah dengan Syekh yang telah diberi wewenang melalui rantai orang-orang suci sampai menuju Nabi SAW— itulah zikir yang mempunyai rasa. Dzikrullah, setiap Asma-ullah ul-Husna— nama-nama indah dan atribut milik Allah SWT— rahasia nama-nama Allah SWT akan dihiaskan pada kalian. Kalian akan mendapatkan penampilan itu dan Allah SWT akan melimpahkan rahmatnya pada seseorang saat ia berzikir, karena ia terhubung, melalui hatinya, melalui Syekhnya, pada Grandsyekh, dan seterusnya sampai Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq RA ataupun Sayyidina `Ali RA, dan kemudian pada Nabi Muhammad SAW.

Syekh yang lain, yang mengira dirinya seorang Syekh namun tanpa wewenang atau pun melalui sebuah silsilah, yang mengklaim diri sendiri sebagai seorang Syekh—zikirnya tak terasa manis. Suatu saat akan hilang. Allah SWT memberi sebuah karakteristik pada Nabi SAW yang Dia tak memberikannya pada siapa pun: kerendahan hati.

Sayyidina Muhammad SAW adalah orang yang paling rendah hati. Jika kalian rendah hati, kalian akan mendapat pengetahuan spiritual. Saat kalian arogan dan bangga pada diri sendiri, kalian akan dilemparkan seperti mereka yang mempunyai gelar yang didapat dari belajar agama Islam di universitas, namun tanpa roh, tanpa jiwa—tak ada kemanisan di sana atau rasa di dalamnya. Mereka mempelajari huruf-huruf yang digabung bersama.

Di lain pihak, seorang `Arif billah— ahli makrifat, ia tidak mempelajari huruf-huruf. Namun guru mereka mengajari makna dan rahasia di balik huruf-huruf. Mereka mulai memilah arti yang tak seorang pun dapat memilahnya. Dan ini dilakukan dengan rendah hati.

Jika sombong, kalian akan menjadi iblis. Iblis adalah sombong. Jadi jangan menjadi seorang yang arogan. Bersikaplah rendah hati. Saat kalian merendahkan diri, orang akan mencintai kalian. Saat orang-orang mencintai kalian, Syekh kalian akan membawa kalian mendekati beliau. Saat beliau membawa kalian untuk mendekat, beliau akan membawa kalian melewati silsilah untuk mencapai cinta dan penglihatan akan Nabi Muhammad SAW.

Dulu ada seorang raja yang dikirimi seorang budak—raja pada masa itu biasanya mempunyai banyak budak. Orang-orang biasa membeli budak dari berbagai negara di dunia. Hal itu seperti sebuah perdagangan, dalam suatu periode. Jadi mereka memberi raja sebuah hadiah, seorang budak. Namun pembantu itu (yang dikirim pada raja) adalah seorang yang baik—jika kalian tak mau menyebutnya sebagai seorang budak.

Lalu raja menanyakan beberapa pertanyaan. Beliau bertanya saat mereka menghadirkan pembantu itu, “Siapa namamu?” Jawabnya, “Tuanku, seorang budak tidak mempunyai sebuah nama. Apa pun panggilan yang tuan berikan kepadanya, ia harus menjawabnya. Sebelum tuan, saya pernah bersama tuan-tuan yang lain. Dan mereka memanggil saya dengan sebutan yang berbeda-beda. Tugas saya adalah menjawab panggilan tuan. Tugas saya bukanlah untuk mempunyai sebuah identitas, sebuah nama. Saya tidak mempunyai nama.”

Lalu raja bertanya, “Pakaian apa yang sepantasnya aku berikan kepadamu?” Jawab si budak, “Oh tuanku, saya tidak mempunyai pilihan. Di hadapan baginda, saya tidak mempunyai pilihan, juga saat di hadapan tuan-tuan saya sebelumnya, saya tidak mempunyai pilihan. Seorang budak mengiyakan apa yang dikatakan tuannya. Jika tuan saya berkata, ‘Pakai baju merah ini.’ Maka saya harus melakukannya.’ ‘Pakai baju biru ini.’ Saya pun memakainya. Jika hijau, saya pakai itu. Jika beliau menyuruh untuk tidak memakai apapun, saya tak akan memakai apapun. Hal ini adalah pilihan tuan. Bukan pilihan saya.“

Dengar baik-baik!

Beliau bertanya, “Makanan apa yang paling kamu suka?” Jawabnya, “Oh tuan, makanan apapun yang mereka berikan pada saya untuk dimakan, saya makan. Jika mereka memberi nasi, saya makan nasi. Jika mereka memberi roti, saya makan roti, jika mereka memberi daging, saya makan daging. Jika mereka memberi rumput, saya makan rumput. Jika mereka memberi buah, saya makan buah. Tak ada pilihan buat saya di hadapan tuan.”

Lalu raja akhirnya berkata, “Budakku, pembantuku, jadi apa yang bisa kulakukan untukmu?” Jawabnya, “Oh Tuanku, apakah seorang budak mempunyai keinginan di hadapan tuannya?” Budak berada di bawah kehendak raja, tuannya. Tuan memilih apa yang bagus buat saya, lalu tuan berikan itu pada saya.”

Kata raja, “Oh pembantuku, engkau seorang muslim sejati. Dan lebih baik bila engkau memimpin negara ini daripada aku. Engkau adalah seorang raja, dan Aku adalah pendukungmu.”

Saat seorang hamba memperlihatkan bahwa dia tidak mempunyai keinginan, dalam berbagai cara Allah SWT membuat mereka menjadi raja. Saat kalian tidak menunjukkan keinginan… Nabi SAW tak pernah mempunyai suatu keinginan. Allah SWT membuat beliau sebagai Rasul terakhir. Orang-orang suci, mereka tunduk pada Kehendak Allah SWT dan kehendak Nabi SAW.

Allah SWT menjadikan mereka orang-orang suci. Saat kalian menundukkan diri pada kehendak guru kalian, maka beliau akan mengangkat kalian dan mempercayai kalian untuk membawa amanah umat di bawah pengajaran kalian. Itulah hal yang penting, tunduk. Tidak bangga terhadap gagasan dan pikiran kalian sendiri.

Ini adalah suatu kutukan, jika kalian bangga dengan pikiran dan gagasan diri sendiri. Kalian seorang pecundang. Saat ini, karena arogansi, kesombongan, anak-anak tidak menerima apa yang orang tua katakan. Orang tua tidak menerima apa yang orang yang lebih tua katakan. Setiap orang berlari dalam jalan mereka masing-masing. Mereka tidak mau mendengar apa yang Islam dan Qur'an katakan. Mereka mendengarkan hanya yang dunia katakan pada mereka, dan apa yang setan katakan pada mereka, dan nafsu-nafsu buruk yang dibisikkan.

Lihat anak laki-laki itu. Siapa namanya? Hamdan. Bagaimana ia membawakan (membaca zikir Asma-ul Husna-penerj)? Berapa umurmu? 12 tahun. Ia membaca lebih baik dari semua yang berada di ruangan ini. Ia berumur 12 tahun, dan kita ini berumur 70, 80, 90, 60, 50, 40, 30. Dunia ini tidak ada di hatinya.

Yang lain, Allah SWT memberi mereka—bukannya belajar membaca seperti Hamdan, mereka sedang belajar bagaimana menyanyikan lagu-lagu, MTV, video klip, diskotik, mengejar wanita cantik, artis, aktris. Ini adalah gaya hidup seorang yang masih sangat muda dalam meningkatkan kepatuhannya pada Allah SWT. Ia akan berada dalam bayang-bayang singgasana Allah SWT saat kiamat nanti.

Nabi SAW bersabda, “Yang tujuh akan berada di bawah bayang-bayang Allah SWT saat kiamat.” Saat matahari akan membakar otak setiap orang. Allah SWT akan menaungi ketujuh kelompok itu. Salah satu dari mereka adalah “waladun nasya `ala ta`atillah,” -– seorang anak yang tumbuh dalam kepatuhan pada Allah SWT.” Yang lain adalah walad, yang tak pernah mengatakan "huh" pada ayah bundanya saat dia hidup. Allah SWT akan menaunginya.

Orang kaya saat ini atau mereka yang berpenghasilan menengah sedang mengejar segala yang kotor; dan anak tadi yang tidak mempunya apa-apa mengejar kepatuhan pada Allah SWT, sangat berlawanan.

Namun kita masih mengatakan bahwa Allah SWT selalu penuh ampunan. Dan Allah SWT telah mengatakan pada Nabi SAW, “wa maa arsalnaaka illa Rahmatan lil `aalamiin.” Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [QS 21:107]

Jadi insya Allah kita akan, masing-masing dari kita akan berada di bawah ampunan Allah SWT. Mereka yang sedang berlari ke sana ke mari, Allah SWT memberi mereka ampunan-Nya (amin).

Wa min Allahi 't-tawfiq, bi hurmati 'l-Fatiha

No comments: