Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
(Ini adalah jawaban dari sebuah pertanyaan yang diajukan oleh seorang warga Amerika yang bertanya, bagaimana seseorang dapat mengatasi kemalasannya, jika mungkin seluruhnya?)
Syekh ‘Abdullah Faiz ad-Daghestani QS berkata bahwa karakteristik asli dari ego adalah menjadi yang paling malas di antara semua makhluk. Kalian tidak bisa membayangkan betapa malasnya ego kita. Malas sekali, tetapi untuk memenuhi keinginannya, barulah ia menjelma menjadi seorang pekerja keras. Untuk diri sendiri ya, tetapi untuk orang lain ia tidak suka, bahkan untuk pekerjaan yang paling ringan sekalipun. Kalau untuk kepentingan dirinya, kalian akan bisa menemukannya semalam suntuk ia tetap terjaga. Jika tubuhnya tidak merasa lelah, ia tidak akan merasa kelelahan, tidak akan berhenti untuk bergoyang (menari), minum, makan, dan bernyanyi. Tetapi untuk bekerja demi orang lain, ia begitu malas, bahkan kalian tidak bisa menemukan alat untuk mengukur kemalasannya itu. Seseorang hanya akan bekerja untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri. Keuntungan itu menjadi motivasinya sekaligus menjadi kenikmatan baginya. Ia tidak mendapat keuntungan dari minum-minum, merokok dan mengkonsumsi obat-obat terlarang, tetapi ia bisa saja menemukan kenikmatan, oleh sebab itu ia senang sekali melakukannya.
Motivasi dapat ditimbulkan dari dua arah. Salah satunya adalah untuk kenikmatan fisik atau tubuh kita, dan yang lain adalah iman, suatu daya tarik yang membuat kalian menjadi orang yang rajin dan suka bekerja keras. Seseorang yang tidak beriman tidak sanggup menyetir dirinya untuk membantu atau melakukan perbuatan amal bagi orang lain. Ia malah bisa menyulut api kepada seluruh dunia demi kesenangannya dan berkata, “Aku tidak peduli.” Kepeduliannya hanya sebatas untuk dirinya sendiri. Kalian tidak akan menemukan musuh bagi ego kecuali iman. Tidak ada jalan lain bagi seseorang untuk berbuat baik kepada orang lain tanpa iman. Jika kita tidak bisa menanamkan keimanan kepada seseorang, ia akan tumbuh menjadi makhluk yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan bagi umat manusia. Kalian bisa mengamati karakter seperti itu pada orang-orang hippies (generasi yang anti kemapanan dan menganut kebebasan dalam segala hal di Amerika—red) sekarang, tidak peduli lagi terhadap segala hal, mereka pun sangat malas untuk merawat diri mereka sendiri.
Mengatasi kemalasan hanya dapat dilakukan dengan iman. Yang mempunyai motivasi tertinggi adalah para nabi, disusul para awliya dan orang-orang yang beriman, tergantung pada tingkat kekuatan imannya. Dalam setiap agama para pengikutnya diajarkan untuk mengikuti jejak dan ajaran rasulnya dan para penerus dari rasul itu. Sekarang inilah jawaban yang sesungguhnya dari pertanyaan tadi. Dengan diri kita sendiri, kita hampir tidak mungkin bergerak. Setiap Mukmin yang menginginkan sifat malasnya dihilangkan harus mempunyai hubungan personal dengan seorang wali yang masih hidup. Ia harus menemukan salah satu wali dan mengambil bay’at darinya, lalu ia juga bisa mendapatkan kebaikan dari awliya di makam mereka. Setiap wali yang asli pasti meninggalkan deputi bagi dirinya. Tanpa deputi seorang wali tidak akan bisa melangkah. Awliya adalah sumber motivasi. Apakah yang menjadi kondisi utama untuk mencapai wali meminta motivasinya? Kondisi tersebut adalah usaha, bergerak atau bertindak. Sebuah mobil akan memberikan jasanya kepada kalian bila kalian masuk ke dalamnya lalu menyalakan mesinnya. Jika kalian hanya duduk saja seperti penumpang, bagaimana mobil itu bisa dikendarai? Himma siap siaga selalu, tetapi kalian harus menyalakannya (bagaikan mesin mobil tadi). Kalian mengambil biji tasbih, bersiap untuk berzikir, tetapi begitu banyak alasan yang datang kemudian, “Tidak sekarang deh, nanti saja…” Jika kalian mengatakan, “Kau harus duduk,” kemudian mencoba mentautkan hati kalian dengan hati Grandsyekh, barulah zikir dapat dilakukan sehingga motivasi dapat tercapai. Tanyakanlah kepadanya apakah ia terlalu lelah untuk makan. Apakah seseorang terlalu lelah untuk aktivitas perkawinan? Tidak, ia seperti singa. Si wanita berkata, “Kamu lelah,” “Tidak, Saya tidak lelah.” Tanpa bergerak, kalian tidak berhak untuk mengharapkan suatu motivasi dari Rasulullah SAW atau melalui seorang wali.
No comments:
Post a Comment