Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
Ketika saya (Syekh Nazim QS) bertanya pada Grandsyekh, “Guruku, adakah keluhan keluar dari seseorang yang berkarakter baik?” “Tidak pernah! Tidak ada keluhan keluar dari seseorang yang berkarakter baik!” Itulah jawaban Grandsyekh. Begitu banyak keluhan dari manusia, tak terhitung jumlahnya. Tetapi seorang yang berkarakter baik ibarat badan yang sehat (Grandsyekh memegang badan salah seorang murid). Jika kalian sentuh badan itu, tak akan ada keluhan. Namun seorang manusia yang sekujur tubuhnya penuh luka akan selalu mengaduh bila tersentuh lukanya.
Dengan demikian, ukuran manusia yang berkarakter baik (atau buruk) adalah pada banyak atau sedikitnya ia berkeluh kesah. Jika keluhannya sedikit, maka sedikit pula sifat-sifat buruk yang masih tertinggal dalam dirinya. Jika kalian tidak pernah lagi mengeluh, ketahuilah bahwa kalian adalah sehat, tak ada sifat-sifat buruk lagi! Ini adalah hal yang penting, seorang yang berkarakter baik, tidak berkeluh kesah, dia mempunyai kesabaran. Dan dia yang mempunyai kesabaran, berarti mempunyai iman yang benar. Iman yang benar senilai dengan karakter baik dan iman yang benar senilai dengan kesabaran. Di mana pun kalian tidak bisa bersabar, kalian tidak sedang dalam keadaan beriman.
Kurangi keluhan-keluhan kalian sampai terkikis habis, agar hidup kalian tenang. Tidak ada lagi yang bisa membuat masalah. Kalian akan seperti roket yang telah sampai pada suatu titik di mana tak ada lagi
“Bagaimana kita bisa melakukannya?” tanya salah seorang murid.
Cukup untuk hal ini, sebuah kalimat singkat, satu pertanyaan, satu jawaban dari Gransyekh kita, sebuah pengetahuan yang cukup untuk melenyapkan segala kesulitan. Kalian Mengerti? Kalimat yang tertulis di sini (sedang kalian baca) akan mampu mengingatkan setiap waktu. Kekuatan Ilahiah akan memasuki hati kalian dan menolong kalian untuk mengingat kata-kata ini. Segera akan masuk dalam hati kalian, “Aku bukan seorang pengeluh, apapun yang terjadi padaku adalah karena kehendak Tuhan!”
Tanya diri kalian, “Mengapa aku harus mengeluh, jika Tuhan yang menghendaki hal ini terjadi.” Itulah latihannya, jika kalian sadar akan hal ini, maka kalian akan puas akan segala kehendak-Nya. Jika kalian puas terhadap Tuhan, kalian akan tenang.”
Bagaimana menghadapi ketidakadilan? Perilaku semacam ini akan mengantar kita untuk mengatakan ‘Oh, ini takdir Tuhan’ bukankah hal ini menjadi semacam fatalisme?
Hal ini sangat tersamar, membingungkan. Ketika Anda mengatakan tidak mengeluh, maka artinya adalah ‘Baiklah, saya menerima segala sesuatunya.’
Bagaimana perbedaan antara sebuah keburukan yang perlu perbaikan dan sebuah kondisi yang harus kita terima? Kadang kita terkena akibat perilaku buruk kita sendiri.
Namun, kadang manusia baik seperti Anda juga dimarahi orang
Jadi manusia yang baik akan menunggu kurma-kurma jatuh dengan sendirinya ?
Benar.
Jika sesuatu yang tidak berkenan terjadi di rumah Anda, apakah Anda mengoreksinya? ‘jangan lakukan ini dan itu’ Anda hanya akan menerima apa yang tidak bisa Anda ubah, benar begitu?
Kalian bisa mengoreksi siapa saja yang mau mendengar kalian. Tetapi hati-hatilah, karena setiap manusia memandang diri sendirilah yang mengisi seluruh bumi ini. Jika kalian katakan ’jangan lakukan ini itu!’ mereka tak akan mau menerimanya. Gantilah dengan, ”Ya Tuhanku! Jika aku seperti dia (orang yang Anda ingin koreksi), bagaimana pendapat-Mu ya Allah SWT! Baikkah menurut-Mu melakukan hal seperti ini?“ Dan jika sasaran kita (orang yang ingin dikoreksi) mendengar hal ini (atau apapun kalimat yang mempunyai efek pada hatinya) dan akan membuat dia tersadar akan perilaku buruknya.” Tetapi jika kalian katakan, “Jangan begini, jangan begitu,” tak seorang pun akan menerimanya, semua manusia mempunyai ego yang tinggi. Jika sesuatu terjadi dalam rumah tangga yang melanggar aturan Allah SWT, misalnya ada yang ingin makan daging babi, maka kalian harus melarangnya. Tak ada protes dalam hal ini.
Tetapi jika saya larang, anak istri saya akan mengatakan, ‘Itu
Bukankah anak-anak harus dibesarkan sebagai muslim?
Jadi, kita harus secara terang-terangan tidak mau berpartisipasi dalam hal-hal yang dilarang?
Ya
Jika ada binatang tetangga merusak hak milik kita, tidak bisakah kita protes dan mengeluh misalnya, ’Manusia macam apa tetanggaku ini!’
Apa hak-hak saya pada istri yang non muslim? Haruskah saya izinkan keinginannya? Jika ada, apa hak-hak sah saya?
Anda katakan ada syarat-syarat tertentu dalam suatu hubungan, apakah itu?
Adakah syarat-syarat lain?
Bagaimana jika kita menikahi wanita yang tidak beriman, dan setelah sekian lama, walaupun kita telah toleran, ia tetap tidak mau masuk Islam?
Bagaimana bila ia benci Islam dan menjelek-jelekkan Nabi SAW?
No comments:
Post a Comment