11 July 2008

Menyelam dalam Samudra Makrifat

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
21 Januari 2005

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin


Ati’ullaha wa ati’ur rasula wa ulil amri minkum. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT dan taatilah Rasul (Nya) SAW, dan orang-orang yang berwewenang di antara kalian. [QS 4:59]

Wa rahmatii wasi`at kulla syay-in fa sa-aktubuhaa lilladziina yattaquun.

Dan Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa. [QS 7:156]

Dalam firman-Nya itu rahmat bagi siapa? Bagi yang bertaqwa. Dan apa hasil dari ketaqwaan? ittaquullaaha wa yu`allimukumullaah. Jadilah seorang yang alim maka Allah SWT akan mengajarimu. [QS 2:282]

Seluruh kekayaan dunia adalah sia-sia. Itulah yang mereka cari; ittaquullaaha wa yu`allimukumullaah. Awliya yang sedang menunggu makrifat, pengetahuan, pencerahan.

Saat kalian dicerahkan maka kalian mempunyai hikmah, jika kalian mempunya hikmah maka kalian akan menerima pengetahuan Nabi SAW, `ulum al awaliin wal-akhiriin. Nabi SAW akan meneteskannya dari samudra makrifat. Samudra makrifat tidak berawal dan tidak berakhir; seperti ombak di tepi laut, terus-menerus bergulung sampai ke pantai, membawa segalanya dari dalam laut dan dimuntahkan ke pantai.

Makrifat juga meringkas sari pati dari samudra pengetahuan dan memuntahkannya di tempat orang alim berdiri, ia terus memandang pengetahuan itu, dan karena ombak berasal dari samudra menuju pantai; seorang waliyullah, hatinya laksana sebuah samudra yang memompa dari dalam menuju permukaan hatinya, memuntahkan pengetahuan-pengetahuan tersebut, terus tanpa berhenti.

Itulah mengapa hati mereka selalu terhubung dengan sumber utama, dan getarannya selalu bergerak dan bergerak, dan saat bergerak mampu menginspirasi hati yang meratap apa yang harus di katakan dan bicarakan.

Ada awliya yang sedang di pantai menerima gelombang ini. Beberapa sedang melayarinya dan sebagian lagi bergerak di tengah samudra dan menerima pengetahuan-pengetahuan dari dalam. Ada yang menyelam, mengambil sari patinya menuju permukaan. Mereka yang menyelam lebih kuat daripada yang berlayar, mereka yang berlayar mengirimnya ke pantai.

Mereka yang telah menyelam dan mampu melihat serta mempelajari pengetahuan-pengetahuan adalah yang mampu memahami dan belajar. Itulah yang terjadi pada Sayyidina Bayazid al-Bistami QS, ketika Allah SWT memintanya untuk menjadi sampah bagi umatnya. Dan beliau mengarang cerita agar orang-orang membencinya, menyalahkan dan menuduhnya melakukan bid'ah. Kemudian melemparinya dengan batu dan melemparnya ke tempat sampah.

Setelah cerita itu, dan kalian pun mengetahuinya, beliau pergi ke pantai dan berlayar. Di tengah laut ada badai dan kapal pun bergerak ke kanan dan ke kiri, dan ketika akan tenggelam kapten kapal berkata, “Pasti ada orang jahat di sini. Badai itu datang tiba-tiba entah dari mana. Pastilah ada pendosa di kapal ini. Kami akan menulis nama orang-orang dan mengambil salah satu untuk diceburkan ke laut.” Bayazid QS tertawa, “Mereka pasti akan melempar seorang yang tak berdosa.” Beliau pun berkata, “Biarkan mereka mengorbankan aku.” Itulah bagaimana seorang awliya mengorbankan dirinya.

Beliau pun dilemparkan ke dalam laut yang gelombangnya sangat besar. Namun karena Bayazid al-Bistami QS berada dalam pelayaran samudra (makrifat-penerj.), beliau pun lebih besar dari samudra itu. Beliau membawa makrifat dalam hatinya. Samudra yang nyata itu tidak ada apa-apanya. Samudra nyata itu bergejolak dan menakutkan Bayazid QS yang berada di permukaan. Dari ketakutan serta kebahagiaan menjadikannya dalam gerakan, menghasilkan badai, tak ada kebahagiaan dan tak ada ketakutan. Jangan berpikir bahwa menjadi seorang awliya adalah mudah.

Itulah samudra di puncak samudra. Saat Bayazid QS menyeburkan dirinya di samudra luas itu, samudra air itu, menjadi tidak ada apa-apanya di depan seorang wali yang membawa makrifat, seseorang yang telah mengalami pencerahan. Maka lautan itu pun ditundukkan. Sayyidina Bayazid QS menuju ke dalam dan berkata, “Ya Rabbi! Engkau telah mengujiku dengan membuatku seperti sampah, aku membuat diriku sendiri menjadi sampah. Engkau telah mengujiku di samudra itu dan aku pun masuk ke samudra itu.”

Kemudian beliau mulai bergerak, lebih cepat dari kecepatan cahaya, yaitu dalam kecepatan hati.

Kecepatan hati lebih cepat dari kecepatan pikiran. Kecepatan pikiran adalah di mana kalian berpikir, seketika itu pun kalian berada di sana. Jika seorang wali berpikir bahwa ia sedang berada di matahari, sedetik kemudian ia pun berada di sana; di Mars, ia pun berada di Mars, di Venus, ia pun ada di Venus, di Pluto ia pun berada di Pluto. Dengan segera bayangan yang sempurna dari aslinya akan muncul di sana. Itulah kecepatan pikiran.

Maka bayangkan kecepatan hati itu. Saya tidak diizinkan untuk menjelaskannya. Kemudian beliau bergerak bersama kecepatan hati sampai akhirnya menuju tempat yang hanya terdengar “Huuuuuuuuuuuu,” tak ada yang lain.

Diam total kecuali “Huuuuuuuuuuu,” sebuah suara yang penuh keagungan. Sayyidina Bayazid al-Bistami QS, Allah SWT menganugerahkan beliau kekuatan lewat Nabi SAW, bahwa jika beliau ingin menghitung jumlah seluruh populasi manusia saat itu, beliau pun dapat menghitungnya dalam 5 menit, seluruhnya dengan kekuatan itu.

Suatu saat Sayyidina `Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, salah satu awliya besar, sedang berjalan dan mendapatkan inspirasi dan beliau mendengar sebuah suara, “Wahai `Abdul Khaliq QS, pergilah ke suatu tempat di hutan. Lewati hutan itu dan teruslah berjalan sampai engkau tidak menemukan tumbuhan dan hanya sebuah batu yang besar.

Pukullah batu itu (dengan peralatanmu). Segera setelah kau pukul batu itu, maka air akan keluar lebih deras dari sebuah air terjun (lebih deras daripada air terjun Niagara), air yang besar akan keluar dari batu yang kau pukul.

Di setiap tetes air, Aku ciptakan satu malaikat yang akan memuji-Ku sampai Hari Pengadilan kelak. Aku ingin kau memberi malaikat-malaikat itu masing-masing dengan nama yang berbeda dari malaikat lain dan kau tak boleh mengulang tiap nama 2 kali. Air itu akan mengalir sampai Hari Pembalasan kelak. Dan engkau bertanggung jawab untuk memberi nama masing-masing malaikat dan tidak boleh ada yang diulang 2 kali. Kemudian Aku ingin, seluruh puji-pujian dari malaikat ini, harus dibagi-bagikan di antara mereka yang mengikuti Tarekat Naqsybandi.”

Itulah sebuah hal yang istimewa yang diberikan pada Syekh `Abdul Khaliq QS seperti yang diberikan pula pada Sayyidina Bayazid QS.

Grandsyekh mempunyai sesuatu yang istimewa begitu pun Mawlana Syekh juga mempunyai suatu keistimewaan, namun tidak ada izin untuk membicarakan keistimewaan tersebut.

Itulah keistimewaan para awliya. Bagaimana beliau mampu memberi nama malaikat-malaikat tersebut tanpa makrifat?

Pergilah kalian ke pusat data semua orang, pusat data secara global. Berapa banyak nama yang mirip satu dengan lainnya? Seluruhnya 6 milyar, dan semuanya saling berbagi nama. Adalah mustahil bagi mereka untuk punya nama yang berbeda.

Bayangkan dari setiap tetes, satu malaikat diciptakan. Bukan 6 milyar, bukan 100 milyar, bukan 1 triliun, bukan 10 triliyun, bukan 1 qadriliyun atau pun 1 cinqotriliyun. Lalu bagaimana ia menamai mereka tanpa Allah SWT memberinya kekuatan melalui Nabi kita SAW.

wat
taquullaaha wa yu`allimukumullaah. Jika kalian bertaqwa, kalian akan mampu belajar. Itulah Makrifatullah, darinya kalian dapat memberi nama-nama. Itulah mengapa Syekh Syarafuddin QS melalui makrifat mampu memaparkan nama-nama awliya di zaman Imam Mahdi AS. Beliau mampu memaparkan 49 deputi dan 50 khalifah dari Imam Mahdi AS.

Beliau menurunkannya pada Grandsyekh dan beliau pun menurunkannya pada Mawlana Syekh dan menyuruh saya untuk menuliskannya. Kami mempunyai hal itu.

Rahmat-Ku meliputi segalanya dan kami akan menuliskannya bagi mereka yang mempunyai kebajikan. Dan mereka yang berada dalam kebenaran, maka Allah SWT akan mengajarinya.

Beri mereka nama-nama. Ambil dari nama-nama dalam kitab suci Al-Quran. Wa laa rathbin wa laa yabis illa fii kitabin mubiin. dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata. [QS 6:59]

Mari kita kembali pada Sayyidina Bayazid al-Bistami QS …

Maka ia pun pergi, dan cerita tentang Sayyidina `Abdul Khaliq QS adalah suatu hal yang besar. Berapa banyak puji-pujian dari seluruh malaikat ini pada para pengikut rantai emas. Berapa banyak puji-pujian yang akan kalian terima, bergembiralah! Kalian telah mengambil bay'at dan kalian menjadi bagian dari rabithah itu, rantai itu yang menghubungkan orang-orang bersama atau seperti biji-biji tasbih dalam satu tali ikatan.

Yurbut, berarti untuk mengikat segalanya. Maka Sayyidina Bayazid QS berkata, “Aku tak akan datang sampai aku mencapainya.” Maka dengan kecepatan hati, beliau bergerak sampai beliau mendengar “Huuuuuuuu,” tak terhingga. Beliau sanggup menghitung jumlah manusia yang hidup dalam 5 menit. Namun untuk hal yang satu ini beliau tak mampu menghitungnya.

Lalu beliau mendengar ruh Sayyidina Syah Naqsyband QS dan itu pun sebelum beliau ada di dunia ini, sebelum kelahirannya. Dan seluruh ruh-ruh Naqsybandi hadir di bawah tarbiyyah Syah Naqsyband QS dan mereka melafazkan “Huuuuuuuu” dalam satu suara berkelanjutan tanpa bernapas; kemudian menarik napas ke dalam. Kalian hanya bernapas di dalam. Itu adalah udara kalian ketika masuk, bernapas adalah untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Tidak ada napas keluar, karena itu adalah suci dan bersih, tak ada polusi. Amat bersih. Itu hanyalah satu suara berkelanjutan yang kalian terus keluarkan, tak perlu mengambilnya ke dalam. Karena kalian telah didandani dan dilempar ke lautan makrifat.

Maka Sayyidina Bayazid QS pun merasa takut. Ada suara dalam hatinya, “Oh Bayazid QS apa yang kamu lakukan dalam daerahku?” Ketika mendengar ini, beliau pun menjadi takut dan berbalik kembali.

Lalu beliau pun menyadari bahwa ada sebuah pengetahuan di atas pengetahuannya. Makrifat akan selalu meningkat. Seperti Nabi SAW selalu dalam peningkatan, mengambil dan memberinya pada awliya sehingga mereka juga selalu dalam peningkatan.

Dalam majelis para awliya, Nabi Muhammad SAW, mereka bertemu dengan ruh nabi (Nabi Muhammad SAW secara spiritual) setiap kamis malam. Dan dalam pertemuan itu, Sayyidina Bayazid QS berkata, “Ya Rasulallah SAW, mengapa seluruh Naqsybandi, sampai saat ini (pada masa Grandsyekh `Abdullah QS, selama berkhalwat di Madinah, beliau bertutur tentang penglihatan tersebut. Beliau berkata bahwa beliau selalu duduk di sebelah kanan Nabi SAW karena beliau adalah syekh yang masih hidup, dan yang masih hidup selalu di tingkat yang paling tinggi.)

Abayazid QS berkata, “Ya sayyidi, ya Rasullalaah SAW. Aku mempunyai pertanyaan. Mengapa seluruh pengikut Grandsyekh, saat mereka melafazkan Surat al-Fatiha dalam ihda, mereka menyebut Syah Bahauddin Naqsyband QS. Jika mereka mau menyebutkan namaku, aku akan meletakkan mereka pada samudra yang pernah aku lihat sebelumnya. Aku akan membawanya ke mana aku berdiri, di pantai lautan makrifat yang belum pernah seorang pun menginjakkan kaki di sana.”

Lalu Sayyidina Grandsyekh Syarafuddin QS berbalik dan memberi jawaban setelah memperoleh izin. Beliau berkata, “Tempat di mana engkau berdiri adalah awal dari sebuah samudra. Itulah sebabnya kau tak mampu melihat sisi lain dari samudra di mana Syah Naqsyband QS sedang berdiri. Jika mereka memberimu Fatiha, maka benar kau akan membawa mereka ke mana engkau berada. Namun bila diberikan pada Syah Naqsyband QS maka mereka akan mencapai di mana beliau berada.”

Sebagian berlayar, sebagian berenang. Itulah Makrifat.

Semoga Allah SWT merestui kita dengan makrifat dan menghiasi kita dengan makrifat yang barakah dari syekh kita dan barakah dari Nabi SAW.

Wa min Allah at tawfiq

No comments: