03 August 2008

Menyerah pada Kebenaran

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin


Tarekat kita berdasarkan pada asosiasi dengan Syekh. Ketika kalian bersama Syekh, datanglah kepadanya, meleburlah bersama realitasnya dan bergabunglah dengan Syekh dalam satu kesatuan. Melalui penyatuan itu, kalian bersatu dengan Rasulullah SAW, yang akan membimbing kalian ke dalam Samudra Keesaan Allah SWT. Kalian akan melepaskan kepribadian kalian dan menerima untuk menjadi tidak ada.

Ini adalah metode Sufi sebenarnya. Tetapi di masa sekarang semua menjadi salah kaprah. Orang–orang berpikir bahwa jika mereka masuk tarekat, mereka harus semakin memperlihatkan siapa jati diri mereka, untuk menjadi besar dan meraih kekuatan yang semakin besar. Mereka pikir mereka harus membuktikan diri mereka. Tarekat Naqsybandi yang mulia menginginkan semua itu dicabut dan membuat kalian menerima bahwa sesungguhnya kalian bukan apa-apa.

Seratus tahun yang lalu tidak ada seorang pun dari kalian yang ada, dan begitu juga dengan seratus tahun ke depan, kalian juga tidak akan ada. Ini artinya kita bukan apa-apa. Di antara dua periode ketidakadaan diri kalian tersebut kalian juga harus menerima bahwa kalian pun tetap bukan apa-apa. Terimalah kenyataan ini dan jangan hidup dalam mimpi!

Ego kalian tidak akan mau menyatu dalam Samudra Keesaan Allah SWT. Satu tetes yang jatuh dari langit akan sulit dicari karena itu adalah bagian dari samudra. Walaupun itu hilang, tetapi sesungguhnya tetap selalu berada di dalam Samudra Keesaan Allah SWT. Tantangan terberat buat manusia adalah menerima untuk menjadi tidak ada. Mereka memaksa untuk menjadi sesuatu. Ini sebabnya mereka selalu berselisih dan pada akhirnya habis.

Baterai pada tape recorder suatu saat akan habis dan akan dibuang. Kalian juga diberi sebuah baterai untuk fisik kalian yang membuat kalian bisa terlihat dalam bentuk nyata. Siapa saja yang dapat meraih kekuatan Surgawi sebelum meninggal adalah orang-orang yang beruntung. Mereka tidak akan menjadi debu di dalam kuburan mereka, seperti para nabi dan awliya yang tidak pernah akan menjadi debu. Tubuh mereka tetap sama sama pada saat mereka hidup bahkan darahnya tetap bersirkulasi.

Inilah sebabnya mengapa Allah SWT selalu mengutus para penghuni Surga kepada manusia. Semua nabi dan penerusnya telah meraih tingkatan kekuatan surgawi dan menawarkan kepada orang-orang untuk mendapatkan hubungan itu. Jika seseorang mau, ia harus membayar. Itu adalah apa saja yang kalian miliki. Kalian bisa berkata, “Saya akan berikan semuanya kecuali jiwa saya!” tetapi tidak, kalian juga harus memberikan jiwa kalian juga! Pada saat kekuatan pada jiwa kalian telah teratur barulah Saya berikan kembali.

Malaikat Jibril AS datang kepada Nabi Muhammad SAW pada usia 7 tahun dan membedahnya. Dia mengatur segalanya dan setelah itu pergi. Ini juga terjadi pada saat Isra Mi’raj.

Ini adalah contoh bagi setiap orang yang ingin mencapai kekuatan sebenarnya dari Surga. Mereka harus melakukan operasi pada hati mereka. Bukan seperti yang dilakukan ahli bedah biasa, tapi ahli bedah surgawi. Setiap penerus Nabi Muhammad SAW memerlukan operasi semacam itu. Ini akan menjadi sedikit sulit bagi orang pada umumnya, tetapi setiap orang dipersilakan untuk memintanya. Ada seorang wali bernama Haji Bayram Wali QS, seorang Grandsyekh. Sultan telah berjanji kepada beliau bahwa ia tidak akan mengambil seorang pun dari muridnya untuk dijadikan tentara. Semua orang ingin menjadi muridnya. Suatu hari Sultan memerlukan banyak tentara. Tetapi setiap orang berkata bahwa mereka murid dari Syekh dan tidak bersedia datang. Lalu Sultan mengirim pesan kepada Syekh untuk bertanya apa maksud dari kejadian ini, karena musuh sudah siap untuk menyerang, tetapi ia tidak bisa menyediakan tentara untuk menjaga negara. Syekh memberitahu Sultan bahwa ia telah menyiapkan satu pasukan yang besar.

Beliau meletakkan dua tenda di atas sebuah bukit dan memerintahkan murid-muridnya untuk hadir. Ketika semua orang telah datang, Syekh keluar dari tenda dan berkata, “Aku telah diperintahkan untuk mengorbankan muridku atas Nama Allah SWT, barang siapa yang siap menyerahkan jiwanya, datang dan menyerahlah kepadaku!”

Murid-muridnya menatap beliau dengan panik, berpikir bahwa beliau telah kehilangan akal sehatnya. Mereka tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Hanya satu orang yang maju ke depan keluar dari kerumunan dan berkata, “Aku bersedia mengorbankan jiwaku demi Allah SWT! Ambilah, potong diriku, bakarlah! Jiwaku di tanganmu! Dua orang dengan pedang membawa murid tersebut ke dalam tenda kedua, yang telah disiapkan buatnya, kaki murid tersebut diikat dan tubuhnya diletakan di atas meja.

Orang-orang di luar tenda hanya dapat melihat kaki murid tersebut yang terjulur dari tenda. Kemudian di dalam tenda mereka memotong seekor kambing dan memenggal kepalanya. Darah mengalir dengan deras keluar dari tenda dan orang-orang ketakutan, berpikir bahwa itu adalah darah sang murid. Mereka mulai melarikan diri ketika Syekh bertanya ada yang bersedia lagi untuk dikorbankan. Hanya seorang wanita yang datang dan memberikan jiwanya kepada beliau, yang lain tidak. Lalu Grandsyekh menulis surat kepada Sultan bahwa beliau hanya mempunyai satu setengah murid, dan Sultan bebas mengambil yang lain untuk menjadi pasukannya.

Ini adalah arti dari menyerah kepada seorang Syekh, kepada Nabi SAW dan Allah SWT. Ketika eksistensi kalian tidak ada, Allah SWT akan membungkus kalian dengan tubuh sebenarnya, dan eksistensi kalian berubah menjadi untuk selamanya. Haqqani!

Jika kalian datang ke hadapan seorang Sultan dengan pakaian yang tidak bagus dan Sultan menawarkan pakaian yang lebih baik kepada kalian, akankah kalian merasa senang? Allah SWT menginginkan kalian menyerahkan eksistensi diri kalian yang palsu agar dapat membungkus kalian dengan pakaian surgawi, tetapi banyak orang menolaknya.

Jika ego tidak menyerah, kalian tidak akan mencapai apapun. Banyak orang takut untuk menyerah, walaupun ini arti dari menjadi seorang muslim. Orang Eropa sangat takut dengan pemikiran ini. Tetapi jika kalian tidak menyerah kepada seorang ahli bedah, apa yang bisa ia lakukan? Mereka ingin meraih Surga tetapi tidak mau menyerah. Mereka ingin terbang tanpa menggunakan pesawat. Ini adalah pemikiran orang Eropa. Mereka tidak mau menyerah. Menyerahlah kepada ahli bedah!

Wa min Allah at tawfiq

1 comment:

Herry said...

Assl Wr Wb, brothers and sisters in Naqshabandi-Haqqani.

Kutipan ini menarik.

"Ini adalah metode Sufi sebenarnya. Tetapi di masa sekarang semua menjadi salah kaprah. Orang–orang berpikir bahwa jika mereka masuk tarekat, mereka harus semakin memperlihatkan siapa jati diri mereka, untuk menjadi besar dan meraih kekuatan yang semakin besar. Mereka pikir mereka harus membuktikan diri mereka. Tarekat Naqsybandi yang mulia menginginkan semua itu dicabut dan membuat kalian menerima bahwa sesungguhnya kalian bukan apa-apa."

Bukankah teks aslinya, dari Grand Sheikh Muhammad Nazim rahimakumullah adalah,

"That is the real Sufi method. But in our days everything is misunderstood. People think that when they come to Tariqats they have to show themselves more and more, become bigger and bigger and get more power. They think that they have to prove themselves. The most distinguished Naqshbandi Order wants to take all that away and make you understand that you are nothing...."

Saya kira ada kemungkinan misleading dari terjemahannya.

"People think that when they come to Tariqats they have to show themselves more and more, become bigger and bigger and get more power."

Saya kira terjemahan yang lebih akurat adalah,

"Orang-orang mengira bahwa ketika mereka memasuki tarekat, mereka harus semakin menunjukkan diri mereka, menjadi lebih besar dan semakin besar, juga meraih kesaktian/kemampuan/kekuasaan yang lebih banyak."

Jika "they have to show themselves more and more, " diterjemahkan menjadi, "mereka harus semakin memperlihatkan siapa jati diri mereka, " ini --menurut saya-- kurang tepat.

Bukankah "siapa yang mengenal dirinya, akan mengenal Rabb-nya?" Mengenal diri adalah mengenal dirinya yang sesungguhnya, yang sejati, diri sebagaimana Allah menciptakannya sebagai apa. Mengenal "diri sejati", juga berarti mengenal "jati diri". Dan barangsiapa yang mengenal siapa dirinya sebenarnya, maka ia juga akan mengerti bahwa, meski ia adalah instrumen Allah ta'ala, namun sesungguhnya dirinya bukan siapa-siapa. Nothing, sebagaimana kata shaikh di atas.

"Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu" adalah pengenalan diri kita yang sejati, bersih dari syahwat dan hawa nafsu (jati diri), untuk mengenal Allah, sehingga memahami bahwa kita bukan siapa-siapa.

Terima Kasih banyak,

Wass Wr Wb.