Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
Seorang manusia cenderung untuk membuat konflik. Ia ingin menjadi seseorang yang unik, lain daripada yang lain, namun ia juga ‘hewan’ yang bersosial. Keunikan adalah salah satu Sifat Tuhan yang dianugerahkan kepada kita, di mana secara fisik dan kepribadian berbeda satu sama lain. Sesungguhnya, ada sebuah Nama Ilahiah yang Allah SWT anugerahkan pada setiap manusia, sebuah Nama Ilahiah sebagai pembeda antara satu dengan lainnya. Karena inilah kita mempunyai kecenderungan melihat diri sendiri sebagai pribadi yang unik, hal ini memang benar; namun menjadi salah bila menganggap diri sendiri “lebih” dari yang lain.
Ketika menyatukan diri dengan yang lain, maka akan tercipta potensi kesempurnaan. Karena nama-nama unik kita juga berasal dari manifestasi gabungan dari keseluruhan Sifat-Sifat Ilahi. Cara untuk menyempurnakan potensi agung ini adalah melalui keakraban dengan yang lain. Siapa pun yang mampu menyentuh hati-hati manusia, dia akan menemukan Hadirat Ilahiah Tuhannya. Itulah alasan mengapa Nabi suci kita SAW merangkul orang-orang dalam pertemuan yang tidak resmi (penuh keakraban). Jangan dikira ini adalah pekerjaan yang mudah! Kekuatan menarik masyarakat luas adalah sebuah anugerah Surgawi.
Tanda aliran spiritualitas yang benar adalah bahwa hati mereka menjadi terpengaruh dan melembut, sehingga keakraban dan kasih sayang tumbuh di antara penerima pesan-pesan itu. Seperti itulah langkah awal dari keimanan. Kalian bukan seorang yang benar-benar beriman sampai kalian menginginkan orang lain mendapatkan kebaikan seperti yang juga kalian inginkan. Kalian harus bisa memasukkan diri sendiri dalam posisi mereka, bahkan bila orang itu sedang berkonflik dengan kalian.
Suatu ketika saya sedang bersama Grandsyekh di suatu desa. Begitu memasuki rumah yang baru pertama kali kami kunjungi, seekor anjing penjaga yang galak bergegas menghampiri kami dengan ekor melingkari kakinya seperti seekor kalajengking. Saya mengira kami akan digigit dan dikoyak olehnya. Itu karena anjing itu belum melihat kami dengan jelas. Ketika anjing itu mulai mendekat, segala sifat kebinatangannya hilang. Anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya. Grandsyekh mengelus kepalanya. Anjing penjaga galak itu berubah menjadi anjing jinak yang melompat-lompat kegirangan. Kemudian Grandsyekh berkata kepada saya, “Anjing itu mengenalku. Aku tidak asing bagi siapapun.”
No comments:
Post a Comment