01 November 2008

Para Pembawa Harta hendaknya Bepergian di Bawah Perlindungan

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS


A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu  'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin  wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin

Bila seseorang hendak benar-benar meningkatkan kehidupan rohaninya dan ikhlas dengan niatnya itu, niat itu pasti dikabulkan olah Tuhannya.  Ini menunjukkan pada kita betapa Tuhan menanggapi niat baik hamba-Nya.  Ketika kita memohon petunjuk-Nya, Dia akan mengirimkan salah seorang hamba yang paling dicintainya untuk membantu kita.

Sebagai contoh, bila seseorang melihat bahwa anaknya dapat merawat apa yang telah diberikan kepada mereka, maka ia mungkin akan memberinya lebih; namun bila ia mengamati bahwa anaknya ternyata ceroboh, cepat menghilangkan, merusak, atau bahkan menghancurkan apa-apa yang ada di tangannya, maka tentu saja ia akan menjauhkan barang–barang darinya.  Kita mungkin diberikan segalanya bila kita menghargai dan merawat pemberian tersebut.

Baru-baru ini, di London seorang anak perempuan berlari-lari dengan sebuah tasbih berayun-ayun di tangannya, dan mungkin saja sebentar lagi akan rusak.  Saya bilang kepadanya, “Berikan pada saya, nanti saya akan beri uang.”  Lalu ia menjawab, “Tidak!”  Saya lalu mengambil sebuah permen merah dari kantung baju saya dan berkata, “Sini, tukar dengan permen ini.”  Lalu ia mendekati saya dan dengan cepat memberikan tasbih itu kepada saya.  Itu bukanlah tasbih yang sangat mahal harganya, namun seandainya pun, itu sebuah kalung mutiara yang mahal, tak diragukan lagi anak itu akan dengan senang hati menukarkannya demi mendapatkan sebuah permen.

Jadi hanya karena kita ‘belum dewasa’-lah maka kita belum diberi apa-apa.  Kita bisa mendapatkan apa saja bila kita dapat merawatnya dengan baik.  Begitu banyak hadiah yang berharga yang menanti kita dalam kehidupan rohaniah kita, namun terlarang bagi siapa pun untuk menerimanya, kecuali mereka yang mampu menjaganya saja.

Tak satu pun di dunia ini yang sepadan dengan harta yang menanti kita.  Namun kunci menuju ke sana dijaga oleh tangan–tangan penjaga.  Kita amat bersyukur pada-Nya bahwa Dia telah menganugerahi harta tersebut, dan Dia menjauhkannya dari kita—dan tetap terjaga di tangan yang dapat dipercaya-- hingga tiba masanya kita siap untuk menerimanya.

Sebagai contoh, ketika seorang kaya raya meninggal, dan meninggalkan anak– anak yatim, Negara tak akan mengizinkan kekayaan tersebut serta-merta diberikan kepada anak-anak kecil itu.  Walaupun kekayaan itu milik mereka, dan merekalah pewaris yang sah, kekayaan itu akan dijaga dari dan untuk mereka, oleh seorang penanggung jawab yang ditunjuk oleh pengadilan.

Ketika anak-anak tersebut cukup dewasa, dan dengan harapan sudah cukup sadar untuk tidak menghambur-hamburkan uangnya, maka mereka akan menerima apa yang telah menjadi haknya.  Namun dalam hal kekayaan batin, walau kalian telah mencapai usia lima puluh tahun, enam puluh tahun, atau tujuh puluh tahun, namun belum cukup ‘dewasa’ menurut pandangan Allah SWT, maka kalian belum dianugerahi harta itu.

Karenanya, yang terpenting di atas segalanya adalah kemampuan kalian untuk menjaga harta itu.  Suatu saat, saya mengamati seorang anak laki-laki yang sedang makan sepotong roti, sementara seekor anjing mengitarinya dengan lapar, menjilati rahangnya.  Anak itu menggigit rotinya dan memegangnya di sampingnya sambil ia mengunyah roti yang baru digigitnya itu.  Lalu, anjing itu mengendus dan mencuri roti itu, bahkan sebelum anak laki-laki itu menyadari apa yang telah terjadi.  Dalam kehidupan rohaniah, seperti halnya dalam contoh tadi, begitu banyak musuh, pencuri dan perampok mengitari kita, menanti kesempatan untuk merenggut apapun dari genggaman kita.  Bila kita cukup kuat dan sadar untuk menjaga dan merawat milik kita, maka harta itu mungkin dapat diberikan pada kita; namun bila kita belum siap, maka kita tak akan menerimanya, karena para perampok akan merenggutnya dari kita tanpa belas kasihan.

Karena alasan ini pulalah, bila kita bepergian melewati tempat yang jauh dan menakutkan, maka kita perlu ditemani, seorang pemandu jalan.  Karena bepergian dengan membawa harta mungkin akan menarik perhatian para perampok, dan bagi para musafir wanita (karena diri mereka sediri merupakan harta dan menarik lelaki yang berniat buruk, ‘para penculik wanita’), maka lebih disarankan untuk bepergian di bawah perlindungan seorang penjaga.  Siapa pun yang membawa harta, tak boleh bepergian sendiri tanpa penjaga, melainkan harus di bawah naungan seorang Grandsyekh, yang melayani seperti seorang penjaga pelindung jiwa manusia, seperti yang dilakukan Rasul di masanya.

Sekalipun di dalam suatu rumah megah yang indah dan besar, kalian akan merasa ketakutan bila sendirian.  Tetapi bila ada orang lain di sana, kalian akan merasa lebih aman.  Jadi jangan pernah berpikir bahwa kalian dapat melakukan perjalanan berat di dunia spiritual yang demikian luasnya sendirian tanpa seorang pendamping.  Dalam tarekat kita, kita harus menemukan seseorang yang dengannya hati kita merasa terpuaskan; lalu apakah orang itu secara fisik dekat dengan kita atau ia berada 5 ribu mil jauhnya dari kita, kita akan selalu merasakan kehadirannya dan matanya mengawasi kita.

No comments: