07 November 2008

Karomah para Wali Naqsybadi

Shuhba  Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS

 

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir ra
hmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Mu
hammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin

Di dalam lingkungan Naqsybandi seseorang tidak diizinkan untuk memperlihatkan karomahnya.  Menunjukkan segala bentuk karomah tidak akan membawa kalian pada tingkat yang lebih tinggi.

Saat beliau masih muda, Grandsyekh sering melakukan banyak hal, namun oleh gurunya beliau  diperintahkan untuk berpisah dengan karomahnya.  “Seperti istri bercerai dengan pasangannya, kau harus bercerai dari kekuatanmu; jangan kembali padanya lagi, tak ada gunanya.”

Orang-orang harus mengikuti kami karena pengetahuan yang diilhamkan pada kami – bukan karena kami mampu menembus dinding atau berjalan di atas api atau terbang  ke angkasa.  Saya mengetahui Syekh-Syekh yang seperti ini (sambil memegang ikat pinggang ke telinganya) dan mereka berbicara  seperti sedang menelpon.  Mereka dapat menelpon orang tua kalian di negaranya, persis seperti ini.  Hal yang tidak kami sukai di lingkungan Naqsybandi.

Saya akan bercerita  tentang Sayyidina Syah Naqsyband QS, pemimpin kita.  Saat itu di Bukhara, mereka biasa memanen gandum, menggilingnya, dan membuat roti untuk dimakan.  Suatu ketika, datang musim kering dan selama 2 atau 3 tahun tidak ada hujan.  Tak ada yang bisa dipanen dan tak ada tepung di kota.  Anak-anak mulai sekarat kelaparan.

Mereka tahu kalau Syah Naqsyband QS adalah orang suci yang agung.  Maka datanglah mereka pada beliau, “Tolonglah!  Seluruh kota sedang sekarat.”  Syah Naqsyband QS sangat termasyhur baik karena ilmu lahir maupun ilmu batinnya, dan beliau juga dipercaya sebagai ulama besar Islam.

Karena melihat mereka kelaparan, rasa iba pun timbul dan beliau berkata, “Berapa pun sisa gandum yang masih ada di kota bawalah kepadaku.”

Mereka menemukan sedikit gandum dari sebuah rumah orang paling kaya di kota itu.  Beliau membawa gandum berharga itu menuju penggilingan tepung.  Saat itu mereka menggunakan sapi-sapi untuk memutar batu.  Beliau menaruh gandum di antara dua batu dan meletakkan kepala beliau menggantikan sapi-sapi, dan mulailah beliau berputar menarik penggilingan tepung itu.  Semakin cepat beliau berputar, tepung pun keluar dan keluar terus dan beliau meminta seluruh kota untuk datang dan mengisi tas masing-masing.

Seluruh rumah telah penuh dengan bahan pangan yang cukup untuk 2 sampai 3 tahun mendatang,  hanya dari sedikit gandum yang dibawa pada beliau.  Beliau menunjukkan karomahnya, namun hal tersebut dilakukan tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Sebelum menunjukkan karomahnya, mereka harus meminta izin pada Nabi SAW melalui hubungan spiritual.  Jika diizinkan, mereka dapat menunjukkan kekuatan tersebut tanpa disalahkan nantinya.  Jika izin tidak diberikan, maka orang-orang suci wajib menjaga dirinya layaknya manusia normal lain,  tanpa ada perbedaan di antara mereka.

Syah Naqsyband QS, meskipun beliau pemimpin besar pada saat itu, beliau   tidak meminta izin.  Saat beliau akan wafat, murid-muridnya pun  telah menempatkan beliau pada tempat tidur.  Namun mereka terus melihat beliau terjatuh.  Karena beliau terus terjatuh, janggutnya yang panjang pun menyentuh tanah – dan beliau terus berteriak, “Yaa `Afuww, yaa `Afuww... Wahai Yang Maha Pengampun, ampunilah aku, ampunilah aku…” sambil terus menangis.

Melalui ilham, beliau mendengar sebuah suara, “Mengapa engkau menunjukkan kekuatan-kekuatan ajaib itu?  Apakah engkau mempunyai rasa iba di dalam hatimu melebihi Aku?  Engkau kira Aku tidak tahu mereka kelaparan?  Akulah yang membuat mereka kelaparan.  Mengapa engkau turut campur dalam Kehendak-Ku?”

Orang-orang suci besar mengetahui, bahwa jika kalian menunjukkan kekuatan ajaib, kalian sedang turut campur dalam takdir Tuhan.  Karena itulah mereka tidak suka menunjukkannya.  Mereka ingin tetap berenang dalam samudra, dan apa pun takdir Tuhan yang telah ditulis untuk terjadi, mereka menerimanya dan tidak ingin mengubahnya.  Orang suci yang tingkatannya lebih rendah ingin mengubah takdir Tuhan karena mereka belum sampai pada tahap kesempurnaan.

Karena itu Syekh-Syekh Naqsybandi yang membawa rahasia-rahasia Nabi SAW tidak menunjukkan kekuatan spiritualnya.  Kekuatan ajaibnya hanyalah pada ilmunya, ilham yang datang di dalam hati mereka.  Mereka tidak menunjukkan keajaiban fisik.

Saya mengetahui ada orang suci di Tripoli, Lebanon.  Cerita terkenal dari ayah dan paman-paman saya.  Nama beliau adalah Syekh `Ali al-`Omari QS, orang suci Tarekat Qadiri.  Saat kapal Italia tiba di pantai Lebanon pada tahun 1942, kapal itu penuh dengan paket makanan untuk masyarakat Lebanon.  Namun komandan kapal Italia itu menolak untuk membongkar muatan karena suatu alasan.  Perintahnya adalah untuk kembali lagi.

Syekh `Ali QS pergi ke pantai, mengambil sebuah kail ikan dan menarik kapal itu lalu memegangnya.  Hanya mengailnya dan kapal itu pun tak bisa bergerak.  Kata beliau, “Tak akan kubiarkan kapal bergerak kecuali muatan dibongkar.”  Setelah 2 atau 3 hari mereka pun masih terlibat negoisasi.  Beliau tidak ingin wudu, makan atau apapun.  Beliau berdoa sambil memegang kail.  Beliau tidak mau bergerak.  Setelah mereka membongkar muatan, beliau pun melepaskan kapal itu.

Ada banyak orang suci yang turut campur, namun hal itu bukan karakteristik tingkat kesempurnaan tertinggi.

Adalagi orang suci Naqsybandi yang bernama Sa`d ad-Din Jabawi QS.  Saya melihat peristiwa itu saat berusia delapan belas atau sembilan belas tahun.  Saya berada di rumah Grandsyekh di Damaskus.  Sebuah utusan para ulama mengunjungi beliau dan berkata, “Oh Mawlana, mereka ingin membuat sebuah jalan.  Namun makam Sidi Sa`d ad-Din Jabawi QS menghalangi jalan itu.  Pemerintah mengirim buldoser untuk meratakan makam itu, namun tidak mampu mendekatinya.  Setiap mendekati makam, buldoser itu pun berhenti.”

Mereka datang pada Grandsyekh karena tahu bahwa di sana ada hubungan antara Sidi Sa`d ad-Din Jabawi QS melalui tarekat, dan memohon pada beliau, “Tolong, pecahkan masalah ini untuk kami.”

Mawlana Syekh `Abdullah QS menjawab, “Beri aku waktu dua sampai tiga hari.”  Setelah dua hari, beliau katakan, “Pergi ke makam orang suci itu malam ini; berzikirlah di sana, kalian semuanya; lalu bukalah makamnya pada pagi hari dan pindahkan makamnya ke tempat lain.”

Tetapi Sidi Sa`d ad-Din Jabawi QS telah meninggal 500 tahun yang lalu!  Seperti kata Wahhabi saat ini, “Apa yang tertinggal darinya?”  Mereka telah habis; hanya tanah yang ada di sini sekarang.

Tanah bagaimana?  Nabi SAW bersabda, “Tuhan melarang bumi memakan tubuh para nabi.”  Lalu firman Tuhan dalam Quran [QS 3:169].  Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah SWT itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.

Apa yang benar bagi para nabi dan syuhada dalam dua contoh ini terjadi pula pada orang-orang suci, orang-orang baik dan mereka yang tulus ikhlas.  Mereka masih hidup.

Lalu mereka pun tertawa, “Dia masih di situ?”  Tentu beliau masih di sana, kalau tidak mengapa buldoser kalian tidak mampu melintasinya?  Malam itu mereka berzikir, dan paginya murid Syekh `Abdullah QS mulai membuka makam itu, dari bata ke bata sampai batu utamanya.  Mereka menyingkirkan batu besar dan udara di sekitarnya tercium wangi semerbak.  Nampak sebuah cahaya memancar.  Saat itu adalah saatnya fajar akan tiba.  Saat semuanya masih gelap dan matahari mulai menyibak cakrawala.

Mereka menemukan beliau dalam lubang makamnya, seperti baru saja dimakamkan, sangat bersih, wajahnya seperti baru saja meninggal.  Kulitnya seperti memerah saat kalian cubit.  Saya berada di sana.  Saat mereka membuka makam dan memindahkannya.  Saya bersama kakak saya.  Mereka mengangkat beliau dan menguburnya lagi tak jauh dari situ.

Beliau telah dikubur di sana selama 500 tahun.  Apa yang dikatakan orang-orang bahwa “tidak ada orang suci” padahal Tuhan berfirman dalam Qur'an [QS 10:62], “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah SWT itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati; dan dalam hadis Qudsi,Awliya'i tahta qibaabii`i la ya`lamuhum ghayrii” (Ghazali, Hujwiri).  “Orang-orang suci berada dalam naungan-Ku, tak ada yang mengetahui mereka kecuali Aku.”

Ulama-ulama dikenal setiap orang.  Jika Tuhan ingin menyebut ulama Dia akan menyebut 'ulama`iy.  Tetapi Dia mengatakan awliya'i, orang-orang suci-Ku berada di bawah naungan-Ku, tak seorang pun mengetahuinya, mereka tersembunyi.

Orang-orang suci disembunyikan.  Dan kalian tidak membeli kesucian dengan ilmu para ulama (pengetahuan). Orang suci adalah hadiah bagi suatu kaum dari Tuhan.  Mereka tidak menjadi orang suci dengan pergi ke universitas dan menerima gelar.  Kondisi orang suci adalah hadiah dari Tuhan untuk hati-hati manusia.  Biarpun mereka tidak tahu sama sekali tentang ilmu akademis, Tuhan membuka jalur di dalam hatinya dan pada saat itu, tak ada apa pun dalam kehidupan ini yang tidak diketahuinya.

Wa min Allah at tawfiq

No comments: