Khotbah Nikah
Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
Disampaikan pada acara pernikahan dua pasang murid:
Hidayat dengan Rian;
dan Muhammad Rif`at `Ali dengan Puri
Brawijaya 1A/16
A’uudzu billahi minasy shaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Athi’ullaaha wa Athi’ur rasuula wa ulil amri minkum [QS 4:59]
Allah SWT berfirman, “Innallaaha amara ‘ibaadahu li an yakuunu muthii’iina lahu wa linabiyyihi ‘alayhi afdhalus shalaati wassalam.” Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mematuhi-Nya dan untuk mematuhi Nabi-Nya Sayyidina Muhammad SAW. Dan taat kepada Allah SWT dan Nabi-Nya adalah suatu kewajiban. Ketaatan dan kepatuhan itu bukanlah suatu sunnah, melainkan itu adalah suatu yang fardhu (wajib). Kalian harus taat. Jika kalian tidak taat dan patuh, itu berarti kalian telah melakukan dosa, dan kalian pun akan dihukum atasnya.
Dan Sayyidina Muhammad ‘alayhi afdhalus shalaatu wassalam bersabda, qaala, beliau bersabda dalam banyak kesempatan bahwa ia yang telah mampu untuk menikah janganlah menunda-nunda lagi pernikahannya; dan ia yang takut dan cemas bahwa pernikahan merupakan suatu tanggung jawab yang amat berat yang ia tak mampu menanggungnya, ia harus bersabar; jika ia tak mampu bersabar, ia mesti berpuasa.
Dan pesan Sayyidina Muhammad SAW adalah untuk segala zaman. Dari zaman ketika beliau hidup hingga hari pembalasan. Beliau melihat bahwa orang-orang tak mampu mengendalikan diri mereka sendiri. Bahkan pada masa-masa sebelum ini pun, mereka tak mampu mengendalikan diri mereka, bagaimana menurutmu dengan zaman modern sekarang? Saat mana bermunculan segala macam hal ini, MTV, dan televisi, dan semua disko dan klub-klub malam ini, dan semua wanita-wanita yang tak memakai hijab/jilbab-nya; serta semua laki-laki yang tak lagi peduli pada apa pun; bagaimana mungkin kalian mampu mengendalikan diri kalian sendiri pada zaman seperti ini? Karena itulah, adalah penting bagi kita untuk mendengar dan menaati apa yang Nabi SAW katakan dan menikah.
Saat ini, sayangnya, para orang tua demikian bahagia dengan anak-anak mereka, mengirimkan mereka untuk belajar ke universitas, yang tentu saja ini baik. Tetapi, kesalahan besarnya adalah bahwa anak-anak laki-laki mereka tersebut tak dapat mengendalikan dirinya. Begitu pula dengan anak-anak gadis mereka, juga tak mampu mengendalikan diri mereka sendiri, dan akhirnya mereka saling berpacaran, yang sebenarnya tidaklah diterima dalam Islam.
Bagi mereka yang mampu, bahkan (saat) mereka tengah belajar di universitas dan mampu menikah, dan orang tua mereka termasuk (kaya?), alhamdulillaah, biarkanlah mereka menikah dalam usia muda, apa masalahnya? [Mereka berkata] “Tidak bisa, mereka harus menunggu, sampai sang gadis berusia 21, atau 22, atau 23, menyelesaikan studinya, sang pemuda harus menunggu dan menyelesaikan pula (kuliahnya)”; akibatnya apa yang akan mereka lakukan? Tentu saja, mereka akan menerjang dan menerkam satu sama lain (berbuat zina).
Dan zina kini makin banyak terjadi, kejahilan makin meningkat, dan azab serta hukuman makin berdatangan pada muslim, karena mereka tidak lagi mendengar (dan taat) pada Allah SWT dan pada Nabi-Nya.
Allah SWT qaala fi Kitabihil Kariim, “Wa ankihuul ayyaama minkum was-shaalihiina min ‘ibaadikum” [QS 24:32] “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu”. Kawinkanlah mereka yang baik di antara kalian, kedua belah pihak, suami-suami dan istri-istri. Ini adalah perintah Allah SWT. Allah SWT juga berfirman [Wa min aayaatihii an khalaqa lakum min anfusikum azwaajan litaskunuu ilayhaa, QS 30:21] “Telah Ku-ciptakan dari dirimu, seorang istri bagimu yang kau dapat memperoleh ketenangan darinya”, artinya, ia dapat membuatmu tenang dan relaks dan mencegah dirimu dari bepergian dan melakukan maksiat atasnya maupun atas dirimu; tapi, bersama-sama -sebagaimana yang diterangkan ayat Quran yang baru kita baca- untuk bersama-sama menciptakan situasi yang menyenangkan yang disukai pula oleh Allah SWT dan oleh Nabi-Nya.
Allah SWT berfirman, “Wa min aayaatihii an khalaqa lakum”, dan di antara ayat-ayat Kebesaran-Nya adalah Ia ciptakan bagi kalian, “min anfusikum azwaajan litaskunuu ilayhaa”, Ia ciptakan bagi kalian dari diri kalian sendiri, dari ruh kalian, dari tubuh kalian Ia ciptakan bagi kalian dari itu semua, “azwaajan” “istri-istri” (dalam bentuk plural) bermakna Ia berikan bagi kalian, Ia ciptakan bagi kalian, istri-istri dari diri kalian sendiri. Tak seorang pun dapat mengambil istri seseorang lainnya, jika itu tak tertulis baginya. Allah SWT menciptakan Sayyidah Hawwa’ RA, istri Sayyidina Adam AS dari Sayyidina Adam AS untuk “litaskunuu ilayhaa”, untuk pergi dan bersantai di situ dan untuk melihat bahwa “inilah rumahmu”. Ia (istrimu) adalah rumahmu, artinya saat kalian pulang ke rumah, kalian dapat bersantai, kalian boleh duduk di mana pun kalian suka, tidak ada haraam (larangan) atas apa pun yang kalian lakukan dalam rumah kalian. Rumah kalian adalah suatu tempat pribadi milik kalian. Istri-istri kalian pun adalah rumah bagi kalian, melindungi kalian dari haraam, melindungi kalian dari tertipu dan terperdaya di luar. Allah SWT melukiskanya sebagai suatu tempat, suatu rumah, yang ke
Jika seseorang tak memiliki rumah, kita mengatakan bahwa ia seorang yang faqir atau miskin. Jika seseorang memiliki rumah, kita katakan bahwa orang itu kaya. Allah SWT berfirman dalam Quran Suci, “Ku-berikan bagimu seorang istri dari dirimu sendiri untuk menjadi sebuah rumah bagimu”, bermakna: peliharalah dan lakukanlah pernikahan segera, secepatnya, saat dirimu telah dewasa, orang tuamu mesti segera mencarikan bagimu, karena tentu saja mereka tak ingin dirimu menjadi miskin atau faqir. Mereka ingin diri kalian kaya. Dengan pernikahan, Allah SWT membuat kalian kaya dalam Hadirat-Nya. Saat diri kalian datang dan berucap “Allahu Akbar”, melakukan shalat, dan kalian dalam keadaan telah menikah, ‘amal kalian pun akan dilipatgandakan, karena Nabi SAW bersabda bahwa menikah adalah setengah dari agama, “Az ziwaaju nishfu d-din”. Siapa yang menikah, ia melengkapkan setengah agamanya, yang bermakna agamanya akan dilipatgandakan.
Saat diri kalian berucap “Allahu Akbar”, kalian datang untuk shalat tanpa ada keinginan dan syahwat buruk, dalam keadaan telah, Alhamdulillaah, kalian dan istri kalian merasa tenang. Kalian berdua, kalian telah mengatakan sesuatu satu sama lain yang membuat diri kalian berdua merasa tenang, bahagia, lalu datang untuk shalat. Jika kalian belum beristri, kalian datang untuk shalat sambil membawa berbagai pikiran buruk yang kemudian muncul kembali, “Betapa cantik gadis yang bekerja denganku di bank tadi”, “Betapa cantik wanita di kantorku”, “Betapa manis tetanggaku, aku ingin menikahinya di belakang istriku”, “Betapa ini” “Betapa itu”, dll.
Karena inilah, Sayyidina Muhammad SAW qaala, bersabda, “An Nikaahu Sunnatii, fa man raghiba ‘an sunnatii falaysa minnii”. “Nikah adalah sunnahku (tradisiku), jalan dari Nabi SAW. Siapa saja yang tak suka menikah, ia tidak mengikuti Sunnahku”, dan siapa yang menunda-nunda pernikahannya dengan hanya beralasan, “Aku masih muda, aku harus mencari kehidupan, aku harus pergi dan menghabiskan waktuku di klub malam dan disko. Aku harus menghibur diriku sendiri, aku begitu muda, aku masih 25, aku masih 26, aku masih 27, aku masih 30”. Ia tidak mengikuti jalan Sayyidina Muhammad SAW. Sebagai seorang muslim, kalian harus mengikuti (beliau)!
Saat kalian menikah, jangan khawatir bahwa rizq (rezeki) tidak datang. Allah SWT mengirimkannya. Allah SWT-lah yang akan mengirimkan rizq bagi kalian. “Kullamaa dakhola ‘alayha Zakariyya l-mihraaba wajada ‘indaha rizqan” [QS. 3:37]. Allah SWT berfirman pada kalian, bahwa kapan saja Sayyidina Zakariyya AS memasuki mihraab Sayyidah Maryam RA, beliau mendapati di
“Wa maa khalaqtu l-jinna wa l-insa illa liya’buduuni. Maa uriidu minhum min rizqin wa maa uriidu an yuth’imuuni. Innallaha huwa r-razzaaqu dzul quwwati l-matiin.” “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah SWT Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” [QS 51: 56-58]. Allah SWT bersumpah pada Diri-Nya Sendiri bahwa “Telah Ku-ciptakan kalian untuk menyembah dan beribadah pada-Ku, Aku tidak menginginkan darimu rizq apa pun. Aku-lah Yang Memberimu rizq jika kalian beribadah pada-Ku.” Dan pernikahan adalah suatu ibadah. Jika kalian menikah, maka itu menjadi ibadah bagimu karena ketika kalian menyentuh istri kalian dan istri kalian menyentuh kalian, dan kalian berdua dalam keadaan nikah, maka Allah SWT akan menghapuskan dosa-dosa dari diri kalian berdua. Seperti mandi siram, yang menyiram tubuh kalian dan mengambil seluruh kotoran dan debu dari diri kalian, dan bau kalian pun lenyap dengan siraman air mandi itu. Demikian pula dengan membangun sebuah keluarga, membangun rumah, menikah suami dan istri, di mana pun kalian bersama, Allah SWT mengambil dan menghapuskan dosa-dosa kalian dan memberikan pada kalian hasanaat (kebaikan-kebaikan).
Dan Allah SWT akan menyediakan (rezeki) bagi kalian, (karena) kalian menyembah-Nya melalui pernikahan tersebut, karena nikah adalah nishfu d-din, ia adalah setengah agama. Kalian tengah menyempurnakan agama kalian. Allah SWT menyediakan bagi kalian rizq kalian. Jangan khawatir bahwa seorang anak akan datang, bahwa sepuluh anak akan datang, Allah SWT mengirimkan setiap anak itu dengan rizq-nya masing-masing.
Jika kalian baik dan mengikuti sunnah Nabi SAW, Allah SWT akan mengirimkan pada kalian dari tempat-tempat yang tak terlihat, orang-orang yang akan membantu kalian untuk mendapatkan rizq kalian.
Dan saat ini, para orang tua menjadi keras kepala. Mereka tidak ingin putri-putri dan putra-putra mereka untuk menikah segera, karena kedua belah pihak, mereka membuat persyaratan-persyaratan yang terlalu berat. Mereka malah membiarkan anak-anak mereka pergi dan berbuat zina di luar, dan di belakang mereka, karena terlalu banyak syarat yang dibebankan baik pada sang putri maupun pada sang putra.
Jika kalian pergi ke sebagian besar negara Muslim, yang merupakan tempat-tempat termegah di dunya (bumi) ini, tempat-tempat itu telah menjadi tempat-tempat yang paling sulit, kalian tak dapat menikah lagi. Mereka (orang tua) akan meminta apartemen, meminta rumah, meminta emas, mereka meminta uang untuk saku mereka. Mereka minta mobil, mereka minta… apa lagi? Dari mana kalian dapat memperoleh semua ini? Mereka tak mempunyainya….(?).., kemudian mereka (orang tua) akan berkata, “Ok, kami tak dapat mengizinkan kau menikahi putri kami. Kami yang punya, beri kami uang, kau beli.” [Suara Mawlana Syekh Hisyam QS menirukan suara seorang tua]. Hal ini bukanlah sesuatu yang seperti jual beli.
“Berapa banyak mas kawin hendak kau berikan?” “Saya tidak tahu, saya punya 100 dollar untuk diberikan, 1 juta rupiah.” “Tidak bisa, apa itu 100 dollar, (kami ingin) 1 milliar rupiah.” “Saya tidak punya.” “Tidak bisa, kau tetap harus memberikan sejumlah itu, atau kalau tidak, kau tak boleh mengawini putri kami.”
Dari manakah ia dapat membawa, atau memberikan…. bahkan seratus ribu rupiah pun belum tentu ada di sakunya.
Mereka memberikan persyaratan yang terlalu banyak dan berat, hingga pemuda-pemuda saat ini, mereka berkata, “Ooh, kami tak dapat (menikah)”. Dan hal ini telah menjadi demikian sulit bagi setiap orang, bagaimana mungkin ia akan menyediakan seluruh syarat-syarat itu agar pemuda atau pemudi itu dapat menikah? Kedua belah pihak, masalah ini tidak hanya di satu pihak.
Mereka berkata, “(Lihatlah) Tetangga kami. Kau cuma membayar 1 juta rupiah. Tetanggaku menyaratkan untuk putrinya 10 juta rupiah. Jadi, setidaknya aku harus seperti tetanggaku. Atau, aku mesti lebih dari tetanggaku.”
“Tetanggaku mendapat sebuah mobil. Kau pun mesti memberi kami sebuah mobil.” “Saya tidak punya mobil, saya punya keledai.” “Bukan keledai! Mobil!”
[Hadirin tertawa]
Bukan begitu?
Jadi, menikah kini telah menjadi demikian sulitnya.
Nabi SAW melarang hal seperti ini. Jika dua orang telah setuju untuk saling menikah, biarkanlah mereka menikah. Mahar apa pun yang dapat sang pemuda berikan, ia pun berikan. Jika ia tak mampu lebih dari itu, ia pun tak akan dapat memberi lebih banyak. Jika sang putri menerima pemuda itu sebagai calon suaminya, dan sang pemuda menerima putri itu sebagai calon istrinya, ini cukup. Selesai! Jangan membuat sulit, para orang tua janganlah menambahkan masalah dan halangan bagi anak-anak mereka untuk menikah.
Karena sudah menjadi suatu persyaratan pula, salah satu syarat dari kontrak pernikahan, hamdu (?) nikah, adalah kalian harus menyatakan berapa banyak yang kalian berikan sebagai mas kawin atau mahr mu’ajjal wa mu’ajjal. Kalian harus menyatakannya. Jadi, orang-orang yang tidak begitu punya, mereka memberikan satu koin perak, satu koin perak. Itu OK, tidak begitu sulit.
Dan Alhamdulillaah, hari ini, kita tengah menyaksikan pernikahan dua pasangan, di sini. Satu di sebelah kanan saya, satu di sebelah kiri saya. Dan saya berharap, alhamdulillaah, mereka demikian bahagia, dan mereka tengah melengkapkan agama mereka. Dan dapat melakukan yang terbaik bagi istri-istri mereka, menafkahi mereka dan memelihara kesantunan mereka dan kehormatan mereka, dan menghasilkan, insya Allah, keturunan dan anak-anak yang dengannya mereka dapat hidup bahagia dan menjadi muslim yang baik.
[Aamiin]
Ini adalah acara yang pribadi, di rumah ini, penyelenggaraannya pribadi dan tidak resmi. Ini merupakan pernikahan secara Islam. Secara resmi nanti akan dilakukan kemudian, oleh orang yang memiliki otoritas dan izin dari kementrian agama (KUA). Namun, saya di sini hanya melakukan upacara tak resmi (unofficial) dengan cara yang Islami untuk menjadikan kedua pasangan ini bersama sebagai suami istri, insya Allah.
Insya Allah
[Upacara Ijab Qabul berlangsung]
[jam berdentang menunjukkan pukul 12.00 wib, dan Syekh Hisyam QS berkomentar]
Pernikahan dianjurkan dilakukan sebelum Dzuhur, dan kini tepat berakhir saat Dzuhur.
Wa min Allah at tawfiq
No comments:
Post a Comment