22 February 2009

Imajinasi dan Iman kepada yang Gaib

Shuhba  Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS

7 Juli 2002 


As Salamu alaykum. Dustur ya Sayyidi.

A’uudzubilaahi minasy syaythaanir rajiim Bismillahir rahmaanir rahiim

 

Semoga Allah SWT memberikan karunia-Nya kepada kalian, demi kehormatan hamba-Nya yang paling terhormat dan Ia cintai, Penghulu dari alam semesta, Penghulu dari seluruh makhluk.

Seluruh makhluk adalah manifestasi (tajali) yang datang dari wilayah-wilayah yang tak diketahui, samudra-samudra Allah 'Azza wa Jalla yang tak diketahui.  Semuanya termanifestasikan hanya demi kehormatan beliau (shalla-Allahu 'alayhi wa sallam). Mata air utama yang datang dari wilayah tak diketahui yang ada. Wujud (keberadaan) sejati hanyalah dari Allah Yang Mahakuasa, tak ada yang wujud bersama-Nya, tak ada yang dapat mengatakan, "Aku di sini bersama-Mu."--Tak mungkin.  Apakah kalian kira bahwa zarrah terkecil di antara makhluk-Nya, katakanlah misalnya atom-atom, tak terlihat oleh manusia, partikel-partikel massa yang tak terlihat itu, tak mungkin dapat dilihat sebagai wujud materi.  Suatu wujud material hanya dapat meraih wujudnya (eksistensinya) lewat lima indera kalian.  Dan di luar kelima indera kalian, maka ia hanya menjadi sesuatu, yang harus kalian terima (sebagai suatu konsep, red.), karena logika pikiran kalian mengatakan bahwa jika kalian tidak menerima eksistensi partikel-partikel massa yang demikian kecil seperti itu, kalian tidak dapat mencerna terjadinya bangunan alam semesta yang demikian besar ini, ruang angkasa dan segala sesuatu di dalamnya.  Mentalitas manusia—mentalitas yang sehat—memerintahkan dan memaksa pikiran manusia untuk dapat menerima konsep eksistensi partikel-partikel massa yang amat kecil tersebut.  Untuk menerima sesuatu yang tidak mungkin terjangkau dan tersentuh oleh keberadaan material (biasa, red.), yaitu keberadaan partikel-partikel tersebut...

Karena itulah, ketika Allah SWT berfirman pada permulaan Quran Suci, Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Alif Laam Miim. Alif-lam-miim Dzalikal kitabu la rayba fiihi hudan lil muttaqiina Alladziina yu'minuuna bilghaybi...

[Ini adalah Kitab; di dalamnya ada petunjuk yang meyakinkan, tanpa keraguan, bagi mereka yang takut kepada Allah SWT; Mereka yang percaya kepada yang Gaib (Tak Terlihat)...], Allah 'Azza wa Jalla memuji hamba-hamba-Nya yang beriman pada realitas gaib. Itu berarti, adalah sesuatu yang tidak mungkin, seseorang menjadi orang yang amat materialis, sedangkan di lain pihak ia mesti menata pengetahuan dan ilmunya berdasarkan suatu fondasi realitas gaib yang tak terlihat!  Karena (misalnya) mentalitas manusia memerintahkan, bahwa jika kalian tidak mempercayai adanya akar-akar, pemahaman kalian atau penglihatan kalian terhadap suatu pohon adalah tidak benar. Bahkan pengetahuan positif disusun atas realitas dan kenyataan tak terlihat.  Jika kalian tidak menerimanya, ini adalah suatu kebodohan. Karena pada konsep atom (misalnya), kalian tak dapat melihatnya, tak dapat menyentuhnya, tak dapat mencium baunya, tak dapat mendengarnya, atau merasakannya... Padahal untuk setiap gerakan, pasti akan disertai suara, sedangkan atom bergerak dengan kecepatan sangat tinggi... hingga mungkin—sebagaimana pernyataan mereka—kecepatannya mencapai kecepatan cahaya, seperti halnya pada elektron. 

Kalian harus membangun dan menyusun pengetahuan kalian, tanpa menaruh suatu  dasar atau fondasi, pengetahuan kalian tidak bermakna apa-apa,  ia hanya akan menjadi imajinasi.  Karena itu, hal ini amat penting: Alladziina yu'minuuna bi al-ghaybi... [orang-orang yang percaya pada yang tak terlihat/gaib]... akal yang sehat.  Seorang ilmuwan sejati, seorang yang benar-benar terpelajar, haruslah mendasarkan pengetahuannya atas suatu realitas gaib (tak terlihat); ia mesti memerintahkan mentalitasnya, "Kau harus mendasarkan dirimu pada suatu fondasi yang kokoh." Karena itulah, Subhanallah (Maha Suci Allah), tak seorang pun dapat mengingkari realitas gaib, yang bisa mengingkarinya hanyalah orang bodoh yang tak tahu apa-apa. Segala sesuatu pastilah bergantung pada hal-hal yang gaib... 

Hakikat kegaiban ada dalam kegelapan. Gaib, tak terlihat, realitas yang tak diketahui. Hanya orang-orang bodoh yang mengatakan bahwa diri mereka tidak mempercayai hal-hal gaib, mereka begitu.... bodoh!  Segala sesuatu mestilah memiliki akarnya dari suatu hakikat sejati, kalau tidak, sesuatu itu tidak ada! Siapa yang berkata, "Kami hanya percaya pada apa yang kami lihat di atas permukaan bumi"; maka pasti ada sesuatu yang salah dengan mereka.

Apa yang sedang kita bicarakan? Kita sedang mengatakan bahwa saat ini kita hidup, dan kita harus berusaha mencapai hakikat dari apa yang tadi kita bicarakan, ketuhanan dan manifestasi dari seluruh wujud (eksistensi), bagaimana datangnya semua itu, dan melalui pengetahuan yang sejati, hakikat sejati; maksudnya, semua yang kita lihat sebenarnya hanyalah suatu pandangan akan keping-keping terkecil tadi (atom?, red.). Bahwasanya apa yang kalian katakan tadi (partikel-partikel terkecil) adalah material utama dari makhluk dan bagaimana ia muncul... Sumber yang pertama muncul berasal dari daerah-daerah yang tak diketahui, ia akan muncul melalui Penutup para Nabi SAW (Khatmul Anbiya'), Yang Paling Terhormat dan Yang Terpuji—pastilah itu—hanya SATU—pasti!

Karena itu mereka membawa suatu bukti, bahwa tak mungkin ada sumber utama lainnya. Suatu sumber utama tidak mungkin ada dua. Pastilah hanya satu—jika kalian pikir bahwa dua adalah sama, maka ia tak akan bisa terbagi menjadi dua sumber utama, ia adalah satu sumber.  Jika sumber-sumber itu memiliki sifat-sifat yang sama, maka sumber itu pastilah bergabung dan menjadi satu. Mengapa kalian katakan dari beberapa asal yang berbeda-beda? Dari suatu sumber utamalah datangnya, dan dari sumber utama itulah, ia akan terpisah dan terbagi menjadi sumber-sumber yang tak terhitung dan bermunculan, mengalir, mengalir, mengalir... sedangkan sumber utamanya juga tidak diketahui.

Itu karena kalian tak dapat menjangkaunya. Karena wujud fisik atau material kalian, juga pikiran kalian tak akan mampu menjangkau pemahaman akan batu-batu utama pembangun alam-alam semesta. Saat pikiran kalian berhenti dan tak mampu lagi, maka mentalitas kalian akan memerintah pikiran kalian: Percayalah! Yakinilah! Kalian harus percaya/beriman.  Jika kalian tidak percaya pada realitas-realitas gaib yang tak terlihat, dan kalian mengatakan bahwa kalian hanya mempercayai apa yang sedang kalian lihat, maka hal itu adalah batil, kekeliruan, kebodohan.  Kalian harus percaya dan beriman.

Memerintahkan orang-orang untuk menerima konsep partikel-partikel terkecil itu (atom, elektron, dll., red.); mereka muncul, kemudian bergabung, menyatu, bergabung, dan akhirnya muncul dan terlihat oleh mata kalian, dan mereka (partikel-partikel itu) berkata (pada kalian), "Ini, aku di sini—aku datang dari sumber yang utama." Dan kalian menjawab. "Oh! Bagaimana kalian muncul?" Maka kemudian, mentalitas  kalian sendiri akan memukuli kalian dengan cemeti sambil berkata, "Oh! Manusia berkepala lembu! Manusia berkepala Bola! Oh! Manusia berkepala kosong! Oh! Manusia berkepala keledai! Bagaimana mungkin kalian berkata seperti itu?!" Bagaimana mungkin kalian
mengklaim bahwa di luar penglihatan kalian tidak ada wujud apa-apa?! Tunjukkan pada saya bagaimana  mereka muncul dan terwujud, tunjukkan menurut logika pikiran kalian!

Karena itulah, orang-orang itu selalu bertanya-tanya tentang "big bang" (teori ledakan besar sebagai awal kejadian alam, red.). Mereka bertanya demikian untuk melegitimasi pengetahuan mereka, untuk memuaskan diri mereka sendiri, mereka berpikir dan mengatakan, "Itu adalah suatu atom yang besar dan kemudian meledak..." Mereka mencoba.. mereka tak pernah mau membawa diri mereka menuju pada realitas sesungguhnya. Mereka selalu berlari mengejar khayalan dan imajinasi. Big bang? Kebodohan apa itu? Hanya suatu khayalan. Satu atom yang besar?  Maka saya bertanya apakah kalian kira atom tersebut sebesar alam semesta ini? Dan apakah apakah kalian pikir bahwa atom besar itu ada dalam ruang ataukah ruang yang berada di dalamnya? Di manakah letaknya saat itu? Bagaimanakah ia diletakkan di situ? Siapa yang meletakkannya di sana?

Sungguh kedunguan yang dalam bagi orang-orang itu! Teori Big bang! [Mereka mengatakan] bahwa setelah waktu sepermiliar detik, terjadi ledakan. Siapa yang ... [memerankan dengan tangannya--menyalakan sekering]? Mereka mengajarkan pada orang-orang, kebodohan semacam itu di universitas-universitas, dengan mengatasnamakan pengetahuan positif. Di manakah pengetahuan positif itu, wahai Profesor? Kebodohan macam apa itu? Mereka menyangkal bahwa eksistensi batu-batu pembangun terkecil dari alam semesta ini terwujud dengan suatu perintah Ilahiah. 'JADILAH!' 'KUN!’... dan muncul dalam wujudnya.  Mereka malu untuk menerima perintah suci-Nya dan saya bertanya, 'dengan perintah siapakah  big bang itu terjadi?' 

Saya bertanya, "Siapakah yang ada di situ sebelumnya untuk me'naruh'-nya?  Ledakan itu sendiri tidaklah penting, tetapi siapa di luar itu yang telah menciptakannya?  Jika ia (asal big bang) itu adalah sesuatu yang hidup,  maka ia mungkin memerintahkan dirinya sendiri, tetapi kalian katakan bahwa itu adalah suatu materi.  Mereka bersikeras akan materialisme. Berlarian ke sana ke mari untuk mencari bukti bahwa materialisme adalah suatu kebenaran. Tak mungkin! Itu adalah tak mungkin! Mereka hanya hidup melalui imajinasi mereka. Siapa yang menaruh big bang itu di sana? Suatu tangan tak terlihat telah menciptakannya.  Katakan. Mereka mengatakan, 'tidak'. Lalu bagaimana? Jatuh dari atas? Meloncat dari bawah? Berlarian dari Selatan ke Barat? Dari Barat ke Timur? Orang-orang yang begitu angkuh tapi tak berpikiran sehat; tak pernah mau menerima realitas karena pikiran-pikiran mereka seperti orang-orang tipe Mongol. Orang-orang tipe Mongol dapat mengerti akan sesuatu? Kepala-kepala mereka telah tertipu oleh materialisme dan saya bertanya bagaimana atom besar (dalam teori big bang, red.) itu dapat ditemukan di tempat itu? Di tempat mana? Di Timur? Di Barat? Di Atas? Di Bawah? Di Kanan? Di Kiri? Dan bagaimana menaruhnya? Bagaimana ia dapat ditemukan di sana tanpa apapun?  Kalian berkata bahwa mereka mempunyai bukti--pikiran mereka tidak pernah bekerja.

Materialisme didasarkan atas kekeliruan/kebatilan dan digunakan untuk menipu orang-orang, dan kemudian mereka menamainya 'alam' 'nature'.  Apa itu alam?  Kapan big bang itu terjadi? Apakah saat musim panas? Di malam hari? Di siang hari? Satu detik yang kemudian terbagi menjadi semiliar bagian? Dengan instrumen apa kalian mengukur hal ini? Kemudian mereka memakai sebuah topi yahudi dan mengatakannya. Mungkin keledai lebih mengerti daripada kalian! Tak ada seorang pun dapat tertipu, kecuali orang-orang yang seperti mereka. Dan mereka selalu merasa ragu bahkan atas diri mereka sendiri, mereka tak pernah puas, dan hati nurani mereka tak pernah menerima, tapi mereka adalah orang-orang yang angkuh.

Nah, Penutup para Nabi SAW (Khatamul Anbiya') adalah sumber utama realitas hakiki dari manifestasi seluruh makhluk ciptaan. Tak mungkin ada dua sumber utama pada saat yang bersamaan. Allah SWT hanya menciptakan satu bahtera. Karena itu segala sesuatu yang ada, termanifestasi dalam wujudnya dengan Perintah Suci.  Saat Sang Pencipta mengeluarkan Perintah Suci, Perintah itu muncul melalui sumber utama tadi, mengatakan 'Jadilah!' Dan lewat sumber utama itulah, bermunculan ciptaan yang tak berakhir tak berhingga jumlahnya. Lihatlah pada sebuah sungai dari atas suatu jembatan. Di pagi hari, di malam hari, apakah kalian berpikir bahwa  itu adalah sungai yang sama? Tidak, tidak akan pernah menjadi sungai yang sama, tidak, tidak mungkin. Sungai Nil, Sungai Danube, Sungai Amazon... kita berpikir bahwa sungai itu sungai yang sama, yang tetap, yang konstan? Tidak. Tidak akan pernah air yang sama mengalir di sungai  itu, selalu air yang baru.

Karena itulah, kalian tak dapat bertanya tentang ciptaan-ciptaan yang mengalir dari sumber utama, kapan ia mulai mengalir, kapan akan berhenti. Kalian tak akan menemukan jawabannya. Bagaimana kalian dapat bertanya kapan penciptaan dimulai? Karena saat itu belum ada yang namanya 'waktu'. (Tidak ada 'kapan', red.).  Kalian tak dapat bertanya 'Di mana' atau 'Kapan' karena keduanya masih belum eksis, belum wujud. Kalian hanya melihat dan memandang bahwa penciptaan mengalir tanpa henti dan ia tak dapat dihentikan. Ia mengalir dari kekekalan menuju kekekalan dan kalian lewat melaluinya, lewat, lewat, lewat... ke mana? Ke mana perginya? kalian tak dapat mengetahuinya. Hanya Sang Pencipta yang mengetahuinya, bukan makhluk.

Ah, dan sekarang, satu halaman dari wujud khayali telah meninggalkan kita, hari kemarin baru saja telah menjadi suatu wujud (keberadaan) khayalan. Hari ini pun berlari untuk segera bergabung dengan yang lainnya yang telah meninggalkan kita, dari hari, minggu, bulan, tahun, abad, ribuan tahun, semua telah bergabung, hari demi hari, suatu hari saat matahari terbenam, bergabung dengan halaman-halaman imajinasi lainnya. Dunia ini hanyalah suatu wujud yang khayali. Bagaimana dengan hingga sekarang? Sudah berapa harikah berlalu? Sudah berapa bulankah? Berapa tahunkah? Ke manakah mereka? Semua telah bergabung menjadi satu dalam suatu wadah dan penutupnya sedang terkunci. Hari kemarin tidak ada lagi, habis. Dan hari ini pun segera bergabung menjadi dunia khayalan. Suatu hari kita lewati, 'Hari terakhir telah habis bagiku'. Tertutup.

Begitu banyak hari, bulan, dan tahun telah berlalu, kesemuanya telah berada dalam daerah imajinasi. Mereka semua telah menjadi khayalan belaka. Mungkin kita masih dapat mengingat sebagian di antaranya, tapi untuk sebagian besar di antaranya, kita hanya berkata, "Saya lupa". Dan suatu hari nanti, kalian pun akan dilupakan. Karena keberadaan mereka, wujud mereka hanyalah suatu penampakan, suatu wujud khayali; habis...

Karena itulah, kalian harus berusaha untuk menyimpan sesuatu melalui keberadaan khayali kita ini, untuk membawa sesuatu, menyimpan sesuatu, yang dapat bernilai di Hadirat Ilahi.  Jika kalian meninggalkan (hal ini) untuk kemudian sekedar berlarian dalam hidup kalian, tanpa mengambil atau menyimpan apa pun darinya, kalian akan bangkrut... Jangan menganggap bahwa keberadaan/eksistensi kalian adalah suatu keberadaan sejati.  Kalian harus memahaminya, kalian harus percaya bahwa keberadaan kalian hanyalah sekedar suatu penampakan (appearance, mirage..), suatu visi/pemandangan belaka.  Hari ini segera habis, dan malam nanti pun segera bergabung dengan yang lainnya menuju samudra-samudra yang tak nampak, dan kita tetap berpikir bahwa yang sedang mengalir adalah sungai yang sama.... dengan mengatakan bahwa 'saya tidaklah sama hari ini'. Tidak, tapi sebenarnya telah 'hilang' 'wafat' dan wujud khayali kita akan terus berlari hari demi hari, hari demi hari, kemudian tak ada lagi wujud; habis--kita mesti mengerti bahwa kita hidup dalam dunia-dunia khayalan untuk suatu alasan yang hanya Sang Pencipta, hanya Dia yang mengetahui maksud sesungguhnya dari penciptaan-Nya akan makhluk-makhluk.  Dan maksud ini akan menjadi jelas buat kalian, saat waktu kalian habis, saat hari-hari kalian selesai, saat wujud imitasi kalian musnah dan kalian masuk ke dalam keberadaan hakiki diri kalian, yaitu ketika kalian masuk ke dalam samudra-samudra milik Allah 'Azza wa Jalla. Saat itulah kalian dapat melihat di sana, melihat siapa diri kalian, dan apa yang telah kalian perbuat.

Semoga Allah SWT memberkati kalian dan mengaruniakan kepada saya dan kepada kalian suatu pemahaman yang benar karena kita hidup sangat jauh dari hakikat-hakikat dan Setan mendorong manusia untuk berlari mengejar suatu fatamorgana (mirage), sambil berkata, "Berlarilah untuk mencapainya!" Manusia sedang berlarian dan sedang mencapai titik terakhir (fatamorgana itu, red.) dan melihat bahwa tak lagi ada air di sana. Tak ada apa pun di sana. Sirab—Mirage—Fatamorgana. Berusahalah agar tak tertipu, berusahalah untuk memahami sesuatu, dan itu adalah kesempatan pertama sekaligus kesempatan terakhir bagi kalian untuk meraih sesuatu dari Ma'rifatullah—pengetahuan Ilahiah, menurut tingkatan kita, tingkatan yang paling rendah dapat kita raih dalam hidup ini.

Semoga Allah SWT memaafkan saya dan memberkati kalian. Untuk kehormatan dari hamba Allah SWT yang paling terhormat, Sayyidina Muhammad, shallallaahu 'alayhi wa sallam. Fatiha

No comments: