26 June 2008

Dunia, Akhirat, dan Peradaban Teknologi

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin


Ilmu dan pengetahuan adalah penting dalam perjalanan menuju akhirat. Sekalipun demikian, mengumpulkan pengetahuan tentang dunia bukanlah hal yang paling penting. Allah SWT telah mengirim kita ke dunia ini untuk membangun akhirat kita. Dia telah berfirman dalam Al-Quran Suci, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak memerlukan rezeki dari mereka, tidak pula Aku memerlukan makanan dari mereka." [QS 51: 57-58]. Allah SWT telah menciptakan jin dan manusia dengan maksud agar mereka menyembah-Nya. Peradaban terus mengalami kemajuan, tetapi hanya dalam urusan dunia. Masyarakat kita telah menjadi lebih dan lebih unggul dalam pengembangan teknologi yang meningkatkan kualitas hidup kita secara materi. Di masa lalu, sebagai contoh, belum dikenal adanya sistem sprinkler (sistem penyemprot air otomatis, penj.), Saat itu sprinkler dikembangkan hanya untuk menjaga agar suatu bentangan dataran tetap hijau. Tetapi sekarang, orang dapat melihat bahwa setiap halaman rumput pun tetap hijau, sekalipun tidak turun hujan. Jaringan air yang luas telah digunakan dan suatu teknologi yang superior telah dikembangkan hanya agar Kalian dan saya dapat memiliki rerumputan yang hijau di depan rumah-rumah kita. Ini hanyalah satu contoh, yang menggambarkan betapa besar perhatian telah diberikan untuk dunia. Padahal sesungguhnya ada kebutuhan yang lebih besar untuk membangun akhirat kita, kehidupan setelah dunia ini.

Adalah akhirat, dan bukan dunia, yang vital bagi orang-orang di abad 21 ini. Orang-orang itu, yang menggunakan teknologi pada setiap urusan, yang intelegensi dan kecerdasan dan kepandaiannya terus bertambah setiap hari, seharusnyalah menyalurkan energi mereka untuk membangun akhirat yang jauh tidak terbandingkan (keindahan dan kenikmatannya, penj.) dibandingkan dunia mereka. Seseorang mampu untuk bertahan hidup dengan teknologi maupun tanpa teknologi. Orang mampu untuk bertahan hidup baik dengan adanya tenaga listrik maupun tanpa tenaga listrik. Seseorang dapat hidup dalam sebuah rumah yang modern maupun dalam suatu tenda yang sederhana. Berapa pun jangkauan umur hidup yang Allah SWT telah putuskan untuk seseorang akan dipenuhi, tanpa memandang faktor-faktor ini.

Allah SWT telah memberikan pada kita umur hidup yang berbeda-beda. Beberapa orang hidup hingga 100 atau 70 atau 80 tahun. Sementara, beberapa orang yang lain hanya hidup selama lima tahun, atau malah cuma satu hari. Allah SWT telah mengaruniakan pada setiap orang dari kalian ini, suatu jangka waktu tertentu untuk hidup. Kalian akan hidup dan kemudian melaluinya menuju ke alam berikutnya. Jika kalian sungguh-sungguh percaya dan beriman bahwa waktu kalian di akhirat (alam berikutnya) adalah lebih lama dan lebih penting daripada waktu kalian di dunia ini, maka mengapa kalian tidak berusaha untuk membangun akhirat yang lebih baik bagi diri kalian sendiri?

Lihatlah secara mendalam pada sifat sejati dari suatu kehidupan, dan kalian akan mendapati bahwa mereka yang hidup sebelum kita, menjalani kehidupannya dengan cara yang amat serupa dengan cara kita, sekalipun tanpa adanya tenaga listrik atau teknologi lainnya. Mereka juga punya keluarga dan punya rumah. Mereka tidur dan bangun. Mereka pun bekerja dan menghabiskan waktu luang mereka bersama keluarga, kolega, tetangga, dan sahabat-sahabat mereka. Mereka puas dengan apa yang mereka miliki. Mereka telah merasa seperti hidup di Surga. Tetapi kita malah merasa kasihan pada mereka karena mereka tidak memiliki listrik, air conditioning (AC), pemanas ruangan atau lampu, air panas, email dan internet. Kita berpikir bahwa hidup kita jauh lebih baik daripada mereka dan kita merasa seakan-akan kita hidup di surga. Tetapi, orang-orang yang hidup bahkan 1000 tahun yang lalu pun merasa bahwa hidup mereka adalah bagai di surga. Perasaan-perasaan serupa seperti ini didasarkan pada persepsi yang relatif. Mereka berbahagia dengan hidup mereka; kalian pun berbahagia dengan hidup kalian. Hal ini bukanlah hal yang paling penting. Mereka berbahagia dengan apa yang mereka miliki, dan kita pun berbahagia dengan apa yang kita punya. Dan mungkin, generasi yang akan datang pun akan lebih berbahagia dengan apa yang mereka miliki dan ketika mereka melihat ke belakang, mereka akan memandang apa yang kita punya sebagai hal-hal yang primitif.

Bagaimanapun dunia ini membuat hidup kita lebih baik, tetap saja ia memiliki batas-batasnya, limit-limitnya. Dunia tidak akan pernah dapat menyaingi akhirat. Dengan hanya membaca beberapa ayat dari Quran Suci atau suatu fragmen dari suatu hadis, Allah SWT dan Rasulullah SAW telah menggambarkan suatu akhirat yang berada di luar imajinasi (khayalan) kolektif kita sekalipun. Sebagai suatu contoh sederhana, Nabi SAW pernah bersabda, "Seandainya seorang hur al-'ayn (bidadari surga) memperlihatkan satu dari kuku jarinya pada dunia ini, setiap orang yang berada di segenap alam ini akan jatuh pingsan." Tak ada dari dunia ini yang dapat menyamai keindahan yang akan Allah SWT karuniakan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, di akhirat nanti. Kita belajar bahwa keharuman dan keindahan satu saja kuku jari di akhirat akan melenyapkan semua yang ada di dunia ini.

Mengapa kita menghabiskan waktu, untuk membangun dunia kita ini lebih daripada untuk akhirat? Padahal tak ada dari kita yang mengetahui kapan Allah SWT akan memanggil kita dari hidup ini. Ingatlah kisah Firaun dari Mesir. Lihatlah pada piramid-piramid di sana dan perhatikan apa yang telah ditemukan di Luxor dan Aswan (nama daerah di Mesir, penj.). Semua raja itu dikubur bersama harta mereka yang amat berlimpah, tetapi apa yang sebenarnya telah mereka bawa bersama mereka ke kehidupan berikutnya? Badan-badan mereka kini hanyalah menghiasi museum sebagai mummi-mummi, untuk menghasilkan uang. Mereka mati dan telah pergi. Tak peduli lagi apa yang dulu mereka makan, apakah roti, ataukah beras, ataukah mungkin hanya daun-daun dari hutan. Hal ini terjadi pula ketika Sayyidina 'Ubaidullah al-Ahrar QS, mursyid ke-20 dalam Silsilah Emas Tarekat Naqsybandi, memerintahkan seorang murid beliau untuk pergi ke sebuah gunung untuk menunggu beliau.

Sang murid menaatinya karena Islam berarti ITTIBA', "MENGIKUTI". Lebih khususnya, mengikuti jalan para Syekh atau Guru yang akan membawa kalian menuju Jalan Nabi SAW. Kalian adalah murid. Jika kalian murid, maka kalian mesti memiliki seorang Guru. Harus ada seorang guru dan harus ada pula seorang murid. Jika kita mengikuti trend dari banyak 'ulama saat ini yang mengatakan bahwa mereka mengajari "tulaab al-'ilm" (siswa atau murid dari ilmu), maka kita pun mesti menerima akan perlunya memiliki seorang guru. Seperti halnya suatu bangunan atau gedung harus memiliki atap atau langit-langit, seorang guru pun harus memiliki murid, dan seorang murid harus memiliki seorang guru.

Melanjutkan cerita tadi, Sayyidina 'Ubaidullah QS berkata pada muridnya, "Pergilah, aku akan datang." Sang murid pun pergi, hanya berpikir, "sang Syekh berkata 'Pergi', maka aku pun pergi". Waktu Maghrib pun tiba, dan Sang Syekh belum tiba. Ia (sang murid) pun menunggu. Hari berikutnya, sang Syekh masih juga belum datang. Sang murid mulai untuk makan buah-buahan yang ada sampai tak ada lagi makanan yang tersisa. Satu minggu berlalu dan sang Syekh pun masih belum datang. Satu bulan berganti menjadi tiga bulan. Berlalu pula musim penghujan dan musim kemarau. Hari demi hari berlalu, namun sang murid tetap menunggu dengan penuh kesabaran baik dalam guyuran air hujan yang lebat maupun dalam cuaca buruk lainnya. Dan saat salju mulai turun, bumi pun membeku dan ia tidak menemukan apa-apa untuk dimakan. Tetapi Allah SWT, Yang Maha Pemurah, mengirimkan baginya seekor rusa. Rusa itu datang di pagi hari, dan sang murid memerah susu darinya, dan ia pun puas dan bersyukur sepanjang hari. Ia paham benar akan ayat, "Ma khalaqta al-jinna wal ins illa li ya`buduna la uriidu minhum min rizq wa la uriid an yut'imuun". "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku. Aku tidak meminta dari mereka rizki, tidak pula Aku minta mereka untuk memberi makan pada-Ku". Allah SWT menyediakan bagi murid ini karena ia adalah seorang PENGIKUT yang baik yang menginginkan untuk membangun akhirat-nya lebih dari keinginan lain apa pun.

Allah SWT menyediakan makanan untuk memberinya energi. Makan, bukanlah sekedar suatu jawaban terhadap perasaan lapar secara biologis. Makan menyediakan bahan bakar bagi tubuh kalian untuk beribadah. Kalian harus memulai setiap makan dengan niat untuk memperoleh energi untuk ibadah. Dan kalian harus menggunakan energi ini untuk membangun akhirat kalian. Jika kalian memperhatikan baik-baik pesan ini, dan mengikuti Sunnah untuk membangun akhirat kalian, Allah SWT akan membuat kalian merasa puas dan kenyang sekalipun dengan hal yang paling kecil dan sederhana. Sang murid tadi menunggu kedatangan Syekh-nya selama tujuh tahun. Ia minum susu dari rusa tadi setiap hari dan kemudian membaca Quran. Hewan-hewan akan berkumpul di sekelilingnya untuk mendengar zikir-nya dan mendengar bacaan ayat-ayat Quran, dan mereka pun menjadi amat jinak. Kebalikannya, kita, adalah hewan-hewan liar dan buas—bahkan terhadap satu sama lain.

Kita mesti meninggalkan Setan dan mengikuti Rahman. Kita mesti mengingat akan sang murid yang demikian bahagia hanya dengan hal-hal dan kenikmatan yang amat sederhana, dan para pendahulu kita juga bahagia hidup dalam gubuk-gubuk yang hanya diterangi dengan minyak dan lilin. Jika tenaga listrik mati untuk beberapa menit saja saat ini, tentu kita akan merasa susah. Mereka bahagia hanya mengendarai kuda atau keledai, atau malah hanya berjalan kaki. Mereka mengukur jarak dengan hitungan berapa jam yang diperlukan untuk bepergian dengan kuda atau keledai. Sekarang, Allah SWT telah mengaruniai kita dengan pesawat terbang dan mobil yang cepat. Benda-benda ini membuat kita bahagia, untuk suatu waktu, tetapi pada akhirnya kita menjadi sama saja dengan mereka yang telah wafat mendahului kita.

Hidup mereka, di waktu mereka, dan hidup kita di waktu kita saat ini adalah sama. Jika kita tidak menggunakan waktu yang telah dikaruniakan Allah SWT bagi kita untuk membangun akhirat kita, maka akhirnya kita akan merugi. Akhirat tidak dapat dibangun dengan teknologi, atau dengan apa yang sekarang dinamai peradaban. Akhirat hanya bisa dibangun dengan amal salih, amal kebajikan, suatu perbuatan yang dilakukan pada kehidupan ini, tetapi terlaksana demi akhirat.

Pertemuan yang saat ini kita lakukan mungkin termasuk perbuatan semacam itu. Ada begitu banyak pertemuan dan majlis seperti ini di seluruh dunia. Banyak orang yang duduk di antara salat Maghrib dan 'Isya' dan berzikir mengingat Allah SWT dan mengingat serta menyebut Nabi SAW. Alhamdulillah - dengan dukungan spiritual dari Rasulullah SAW melalui silsilah dari para Syekh kita, yang merupakan suatu transmisi dari seorang Grandsyekh dari Grandsyekhnya, dan seterusnya hingga kembali menuju Nabi SAW - kita dapat datang berkumpul, duduk bersama, mendengar dan kemudian pergi. Tetapi seandainya pertemuan kita ini tidak membuahkan apa pun maka ia adalah suatu pertemuan yang tak bermanfaat. Banyak pohon yang tumbuh tetapi tidak berbuah, yang merupakan pohon feral. Tetapi, untuk pohon-pohon yang tumbuh dan mengeluarkan buah, kita menyebut mereka berbuah, berguna. Jika pertemuan-pertemuan ini tidak menolong kita untuk memperbaiki akhirat kita, maka kita hanyalah menghabiskan waktu belaka.

Kita berdoa, "Yaa Rabbi, peliharalah kami pada jalan yang lurus, peliharalah kami pada jalan Nabi Muhammad SAW. Buatlah kami agar mengikuti Sunnah beliau. Lemparkanlah dari dalam hati kalbu kami "hubb ad-dunya" - cinta akan dunia. Penuhi hati kalbu kami dengan "hubb al-akhira", kecintaan akan akhirat, kehidupan selanjutnya. Jauhkan dari kalbu kami "syahwat al-haram", keinginan akan hal-hal terlarang, dan penuhi hati kalbu kami dengan "syahwat al-halal", keinginan akan apa yang diperbolehkan bagi kami. Karuniakan pada kami adab dan akhlak yang luhur dan bersihkan dari diri kami segala adab dan akhlak yang buruk." Semoga Allah SWT memberikan jalan terbaik untuk membangun akhirat kita dan untuk mengikuti bimbingan dan petunjuk dari Syuyukh kita dan bimbingan petunjuk dari Sayyidina Muhammad SAW. Bi hurmatil Faatihah.

Wa min Allah at taufiq

No comments: