Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
“Di masa Nabi SAW tasawuf adalah sebuah realitas tanpa nama; kini tasawuf adalah sebuah nama, tetapi hanya sedikit yang mengetahui realitasnya.”
Umat Islam sekarang memerlukan ulama-ulama yang baik yang melaksanakan ajaran Islam dengan benar (‘alimun ‘aamil), mencoba dengan segala kemampuannya untuk mengembalikan apa yang telah rusak dalam agama Islam selama bertahun-tahun ke belakang dan mereka yang mampu membedakan antara yang benar dan salah, halal dan haram, yang percaya kepada yang haqq dan melawan yang batil, serta tidak menakut-nakuti siapa pun yang berada di jalan Allah SWT.
Umat Muslim sekarang tidak mempunyai orang yang bisa memberi nasihat atau membimbing mereka dalam mempelajari agama dan perilaku atau kebiasaan yang terpuji yang diajarkan dalam Islam. Sebaliknya, kita hanya melihat para ulama yang pura-pura mengetahui sesuatu, lalu berusaha menerapkan ide-ide dan akidah Islam yang telah mereka kotori kepada setiap orang. Pada setiap kesempatan konferensi misalnya, mereka memberikan ceramah mengenai Islam dari perspektif yang sangat sempit dan terbatas, tidak berdasarkan bimbingan para sahabat Nabi SAW atau para Imam besar Islam dan tidak pula berdasarkan konsensus (ijma dan qiyas) sebagian besar para ulama Islam.
Jika para ulama itu mau mendengar nuraninya lebih dalam dan kembali kepada loyalitas dan kejujuran dalam Islam tanpa campur tangan pemerintah atau kekuatan lain yang mengontrol negara-negara Muslim dengan uang mereka, mengabdikan dirinya hanya untuk berdakwah dan irsyad (memberi petunjuk ke jalan yang lurus) dan berzikir kepada Allah SWT dan Nabi SAW, barulah situasi di dunia Islam akan berubah dan kehidupan Muslim akan meningkat dengan pesat. Harapan kita pada tahun 1416 H ini, Muslim di Amerika dan di seluruh dunia akan bersatu kembali, saling berhubungan dalam satu tali, yaitu Tali Allah SWT untuk memantapkan sunnah dan syariah Nabi SAW.
Jika orang-orang ingin meninjau sejarah lebih dalam lagi, mereka akan menemukan bahwa setelah perjuangan para sahabat yang gagah berani, Islam tersebar ke seluruh penjuru Timur dan Barat serta Timur Jauh melalui dakwah dan irsyad para ulama dan para pengikut tasawuf (sufisme). Mereka mengikuti jejak yang benar dari para Khalifah Rasulullah SAW. Mereka adalah para ulama sufi yang sejati, yang menopang pengajaran al-Qur’an dan Sunnah dan tidak pernah menyimpang dari keduanya.
Sifat zuhud dalam Islam berkembang pada abad pertama Hijriah dan dikembangkan dalam sekolah-sekolah yang mempunyai fondasi yang kuat dan menjadikan al-Qur’an dan syariah sebagai dasar pengajarannya, dan dijalankan oleh para ulama zahid yang dikenal sebagai sufi. Mereka di antaranya adalah keempat Imam pertama, yaitu Imam Malik, Imam Abu Hanifa, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, begitu pula al-Imam Abi ‘Abdallah Muhammad Al-BUKHARI, Abul Husain MUSLIM bin al-Hajjaj, Abu ‘Isa TIRMIDZI. Yang lainnya di antaranya Hasan al-Basri QS, al-Junaid QS, Imam Awzai’ termasuk at-Tabarani, Imam Jalaluddin as-Suyuti, Ibnu Hajar al-Haythami, al-Jardani, Ibnu Qayyim al-Jawzi, Imam Muhyiddin bin Syaraf bin Mari bin Hassan bin Husain bin Hazam bin NAWAWI, Imam Abu Hamid GHAZALI, Sayyid Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi QS. Dunia Muslim telah mengenal Islam melalui usaha para ulama zahid ini yang dikenal sebagai sufi karena loyalitas mereka, ketulusan dan kemurnian hatinya.
Kita tidak menyembunyikan fakta bahwa pada saat itu, beberapa musuh Islam datang dan mengadakan pendekatan yang ekstrim, menggunakan nama sufisme dan berpura-pura menjadi seorang sufi pada saat menyebarkan ide-ide anehnya dengan tujuan untuk memusnahkan ajaran sufi yang sejati dan meracuni pikiran Muslim mengenai tasawuf yang telah dianut mayoritas Muslim. Tasawuf sejati berlandaskan zuhud dan ihsan (kemurnian hati). Imam-Imam besar umat Muslim yang ajarannya diikuti di semua negri Muslim, dikenal mempunyai guru-guru sufi. Imam Malik, Imam Abu Hanifa (berguru kepada Ja’far ash-Shadiq AS), Imam Syafi’i (yang mengikuti Syayban ar-Rai’QS) dan Imam Ibnu Hanbal (gurunya adalah Bisyr al-Hafi QS) yang semuanya menganut tasawuf.
Semua pengadilan dan universitas di negri-negri Muslim menerapkan ajaran dari keempat Imam tersebut hingga sekarang. Misalnya: Mesir, Libanon, Yordania, Yaman, Djibouti, dan beberapa negara lain mengikuti mazhab Syafi’i. Sudan, Maroko, Tunisia, Aljazair, Mauritania, Libya dan Somalia mengikuti mazhab Maliki. Saudi Arabia, Qatar, Kuwait, Oman dan beberapa negara lain mengikuti mazhab Hanbali. Turki, Pakistan, India, Myanmar dan beberapa republik di Rusia mengikuti mazhab Hanafi. Negri-negri Muslim di Timur Jauh mengikuti mazhab Syafi’i. Sebagian besar pengadilan di negara-negara Muslim bergantung kepada fatwa-fatwa dari keempat mazhab ini dan keempatnya diterima. Imam Malik dalam ucapannya yang terkenal mengatakan, “man tasawaffa wa lam yatafaqa faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatasawaf faqad tafasaq, wa man tasawaffa wa taraqaha faqad tahaqaq.” Yang artinya, “Barang siapa yang mempelajari tasawuf tanpa fiqih, dia adalah seorang kafir zindik, dan barang siapa yang mempelajari fiqih tanpa tasawuf, dia adalah seorang yang fasik (korup), dan barang siapa yang mempelajari tasawuf dan fiqih, dia akan menemukan kebenaran dan realitas dalam Islam.”
Ketika sarana transportasi masih sulit, Islam dapat tersebar dengan cepat melalui usaha yang tulus dari para musafir sufi yang telah terdidik dengan baik sekali dalam disiplin zuhud yang tinggi (zuhud ad-dunya) yang memang diperlukan oleh mereka yang telah dipilih Allah SWT untuk melaksanakan tugas suci itu. Hidup mereka adalah dakwah dan mereka bertahan hidup hanya dengan roti dan air. Dengan cara hidup seperti itu mereka mampu mencapai Barat dan Timur Jauh dengan keberkahan Islam.
Di abad ke-6 dan 7 Hijriah, tasawuf berkembang dengan pesat karena diiringi kemajuan dan usaha yang keras dari para guru sufi. Setiap kelompok dinamai menurut nama gurunya, untuk membedakan dengan kelompok yang lain. Sama halnya dengan sekarang, setiap orang memegang gelar dari universitas di mana dia menjadi lulusannya. Walau demikian tentu saja Islam tetap sama, tidak pernah berubah dari satu guru sufi ke guru sufi yang lain, seperti halnya Islam tidak pernah berubah dari satu universitas ke universitas yang lain.
Namun demikian di masa lalu murid sangat dipengaruhi oleh perilaku dan moral yang baik dari guru-guru mereka. Oleh sebab itu mereka mempunyai sifat tulus dan loyal. Tetapi sekarang para ulama kita ‘kering’ dan Islam diajarkan kepada mereka di universitas non-Muslim oleh para profesor non-Muslim (Jika kalian pandai, kalian bisa mengerti).
Guru-guru sufi meminta muridnya untuk menerima Allah SWT sebagai Pencipta mereka dan Nabi SAW sebagai hamba dan utusan-Nya, menyembah Allah SWT pada saat sendirian, meninggalkan kebiasaan menyembah berhala, bertobat kepada Allah SWT, mengikuti Sunnah Nabi SAW, memurnikan hati mereka, membersihkan ego mereka dari kesalahan dan untuk memperbaiki akidah mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mereka juga mengajarinya untuk bersifat jujur dan dapat dipercaya dalam segala hal yang mereka lakukan, bersabar dan takut kepada Allah SWT, mencintai sesama, bergantung kepada Allah SWT, dan segala sifat atau perilaku terpuji lainnya yang dianjurkan dalam Islam.
Untuk mencapai seluruh tingkatan yang tulus dan murni, mereka memberi murid-muridnya doa yang berbeda-beda seperti yang dilakukan oleh Nabi SAW, para sahabat, dan para tabi’iin. Mereka mengajarkan zikrullah, mengingat Allah SWT dengan membaca al-Qur’an, doa-doa dan tasbih dari Hadis serta dengan membaca Nama-Nama Allah SWT dan sifat-sifatnya yang terdapat dalam tahlil, tahmid, takbir, tamjid, tasbih menurut ayat-ayat dan Hadis Nabi SAW mengenai zikir (ini dapat ditemukan pada semua buku Hadis termasuk Bukhari, Muslim, Tabarani, Ibnu Majah, Abu Dawud dan lain-lain di bagian ‘Zikir dalam Islam’ di mana setiap orang dapat merujuk ke sana).
Guru sufi ini (ulama sejati) menolak ketenaran, jabatan tinggi, uang, dan kehidupan yang materialistik, tidak seperti ulama sekarang yang mengejar ketenaran dan uang. Mereka bersifat zahid dan hanya bergantung kepada Allah SWT, tunduk kepada firman-Nya, “ma khalaqtul Jinni wal Insi illa li ya’ buduun.” “Kami tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” Sebagai hasil dari perilakunya yang baik dan sifat zuhudnya itu, mereka mampu meyakinkan orang-orang kaya untuk membangun masjid dan panti (khaniqah, zawiyyah) untuk seluruh umat Islam, juga membagikan makanan gratis dan penginapan gratis. Dengan demikian Islam dapat tersebar dengan cepat dari suatu negara ke negara yang lain melalui khaniqah dan masjid tersebut. Tempat seperti itu, di mana setiap orang miskin dapat makan dan menginap serta para tuna wisma dapat berteduh merupakan tempat pembersihan hati bagi orang miskin dan merupakan tempat terjalinnya hubungan antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang hitam dengan yang kuning, merah, putih, Arab dan non-Arab.
Nabi SAW bersabda dalam suatu hadis, “Tidak ada perbedaan antara Arab dan non-Arab kecuali dalam hal kebajikan.” Tempat ini membuat orang dari berbagai ras dan bangsa berkumpul bersama. Sufi memegang teguh sunnah dan syariah. Sejarah mereka penuh dengan keberanian dan perjuangan di jalan Allah SWT, jihad fi-sabiil-illah, meninggalkan negri mereka untuk menyebarkan Islam dengan satu metode, yaitu cinta. Mereka mengajarkan manusia untuk mencintai sesamanya tanpa perbedaan ras, usia dan gender. Mereka memandang setiap orang berhak untuk dihormati terutama wanita, orang yang teraniaya, dan fakir miskin. Sufi bagaikan bintang yang terang yang menyinari seluruh dunia, memberi semangat kepada semua orang untuk berjihad fi sabiil-illah, berjuang di jalan Allah SWT, menyebarkan Islam, menolong fakir miskin, tuna wisma, dan mereka yang membutuhkan pertolongan baik jauh maupun dekat. Dengan Imannya, mereka bisa mencapai Asia Tengah sampai India, Pakistan, Tashkent, Bukhara, Daghestan, dan daerah-daerah lain seperti Cina, Malaysia, Indonesia dan lain-lain. Orang-orang sufi sejati tidak pernah menyimpang dari syariah dan sunnah Nabi SAW serta al-Qur’an.
Dua sumber utama tasawuf adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, sebagaimana yang disampaikan lewat pemahaman Islam Sayyidina Abu Bakar RA dan Sayyidina ‘Ali RA, KW yang dianggap sebagai dua guru utama seluruh aliran sufi. Sayyidina Abu Bakar RA mewakili satu aliran tasawuf. Nabi SAW bersabda mengenai beliau, “Apa yang Allah SWT tuangkan ke dalam hatiku, Aku tuangkan pula ke dalam hati Abu Bakar RA.” “ma sab-Allahu fii sadrii syayan illa wa sabatuhu fii sadrii Abi Bakrin RA.” (Hadiqa Nadiah, diterbitkan di Kairo, 1313 H. hal.9). Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an [QS 9:40], “…sesungguhnya Allah SWT telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengeluarkannya (dari Mekah), dia tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang teman dan keduanya berada dalam gua.” Nabi SAW bersabda dalam hadis lain, “Matahari tidak pernah bersinar lebih cerah pada orang-orang selain Abu Bakar RA, kecuali pada para Nabi.” (lihat Suyuti, Sejarah para Kalifah, Kairo, 1952. Hal. 46). Banyak hadis lain yang menerangkan posisi Abu Bakar ash-Shiddiq RA. Aliran lain dalam tasawuf berasal dari Sayyidina ‘Ali RA, KW, mengenai beliau banyak sekali hadis yang bila dipaparkan akan memakan banyak halaman.
Sunnah Nabi SAW dan syariah yang melambangkan kewajiban, serta Ihsan yang melambangkan perilaku baik, semuanya melekat menjadi karakter para ulama sufi, mulai dari Sayyidina Abu Bakar RA yang menjadi khalifah Nabi SAW pertama, sampai sekarang.
Pada abad ke-13 Hijriah (± 19 M) sebuah mazhab yang dipengaruhi oleh ajaran dua ulama Islam dari abad ke-7 Hijriah (± 14 M) muncul. Mazhab ini adalah mazhab baru dalam Islam, yang walaupun mempunyai dasar mazhab Hanbali tetapi ternyata terdapat perbedaan akidah. Walaupun mazhab ini juga menerima tasawuf, tetapi dia lebih banyak mempunyai batasan dan mempunyai interpretasi yang sempit tentang apa yang dibolehkan dalam Islam dibandingkan dengan keempat madzhab yang pertama. Akhir-akhir ini para pengikut mazhab ini melakukan penyimpangan terhadap ajaran asli dari sang pendiri mazhab dan sering membesar-besarkan secara ekstrim dan membuat tuduhan kepada umat Muslim berdasarkan fatwa dari ulama-ulama modern yang hanya memiliki pemahaman Islam secara harfiah dengan sudut pandang yang terbatas, namun menjadi penentang bagi kelompok mayoritas Muslim. Keyakinan baru ini sekarang berkembang dengan pesat dengan dukungan minoritas Muslim yang mempunyai keyakinan sendiri dan interpretasi sendiri terhadap al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Orang-orang ini sekarang menentang sufisme dan mencoba untuk meremehkan semangat dan usaha keras para sufi sejati dalam menyebarkan Islam ke seluruh dunia selama kurun waktu 1300 tahun ke belakang.
Sebagai umat Muslim, kita menghormati semua mazhab dalam Islam tanpa diskriminasi. Tetapi sebaliknya kita tidak menerima orang yang memaksakan ide-idenya kepada kita, karena kita mengikuti keyakinan yang telah diterima oleh mayoritas Muslim, yang menerima tasawuf.
Di Amerika, kita terkejut melihat sejarah dan kebudayaan Islam selama 1400 tahun disangkal dan ditolak oleh sebagian kecil ulama dengan cara pandang mereka sendiri, seolah-olah selama 1400 tahun para ulama pengikut sufi dan keempat mazhab tidak ada dan tidak pernah ada.
Sebagai informasi bagi saudara-saudari, kami sampaikan beberapa nama dari sekian nama ulama modern yang mengikuti aliran sufi dan keempat mazhab, yang mewakili mayoritas Muslim di seluruh dunia. Mereka adalah:
Mufti Mesir, Hassanain Muhammad al-Mukhloof, anggota Liga Muslim Dunia,
Muhammad at-Tayib an-Najjar, Presiden Sunnah dan Syariah Internasional dan Rektor Universitas al-Azhar,
Syekh ‘Abdallah Qanun al-Hassani, ketua Majelis Ulama Maroko dan Deputi Liga Muslim Dunia,
Dr. Hussaini Hashim, Deputi Universitas al-Azhar Mesir dan Sekjen Institut Penelitian Makkah,
as-Sayyid Hashim al-Rafai, mantan Mentri Agama Kuwait,
as-Syekh Sayyid Ahmad al-Awad, Mufti Sudan,
asy-Syekh Malik al-Kandhalawi, Presiden Liga Muslim Pakistan dan Rektor Universitas Asyrafiya,
Ustaz Abdul Ghafoor al-Attar, Presiden Komunitas Penulis Sudi Arabia,
Qadi Yusuf bin Ahmad as-Siddiqui, Jaksa Pengadilan Tinggi Bahrain,
Muhmammad Khazraji, Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Zabara, Mufti Yaman,
asy-Syekh Muhammad asy-Syadzili an-Nivar, Rektor Universitas Syariah Tunisia,
asy-Syekh Khal al-Banani, Presiden Liga Muslim Mauritania,
Syekh Muhammad Abdul Wahid Ahmad, Mentri Agama Mesir,
Syekh Muhammad bin Ali Habsyi, Ketua Liga Muslim Indonesia,
Syekh Ahmad Koftaro, Mufti Syria,
Syekh Abu Saleh Mohammad al-Fattih al-Maliki, Ondurman, Sudan,
Syekh Muhammad Rasyid Kabbani, Mufti Libanon,
asy-Syekh as-Sayyid Muhammad al-Maliki al-Hassani, Professor Syariah dan guru di dua Masjid Suci, Mekah dan Madinah,
dan masih banyak lagi yang berada di sekitar Arab dan negri-negri Muslim lainnya.
Wahai saudara-saudariku yang tercinta, juga ayah, ibu, dan anak-anak sekalian, Islam bersifat toleran (hilm), Islam adalah cinta, Islam adalah Kedamaian, Islam adalah rendah hati, Islam adalah kesempurnaan, Islam adalah zuhud, Islam adalah Ihsan. Islam berarti hubungan antar sesama, Islam berarti keluarga, Islam adalah persaudaraan, Islam berarti persamaan, Islam adalah satu tubuh, Islam adalah ilmu pengetahuan, Islam adalah spiritualitas. Islam mempunyai pengetahuan lahir dan batin yang sama baiknya. ISLAM ADALAH SUFISME, SUFISME ADALAH ISLAM.
Terakhir, Islam adalah Cahaya yang diturunkan Allah SWT melalui utusan-Nya, Rasulullah Muhammad SAW, yang merupakan simbol kebenaran Allah SWT. Tanpa keraguan, beliau adalah perantara bagi semua orang, dan ini telah disebutkan dalam semua buku fiqih.
Semoga Allah SWT mengampuni kita atas kesalahan dan kekurangan dalam presentasi ini.
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuhu
Yang terlemah di hadapan Allah SWT, hamba yang melaksanakan sunnah Nabi SAW,
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani:
Presiden As-Sunna Foundation of America
607 A West Dana
Mountain View, CA 94041
No comments:
Post a Comment