08 July 2008

Tiga Tingkatan Karakter: Tembaga, Perak dan Emas

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
Penjelasan dari `Iqaz al-Himam fii Syarh al-Hikam,
oleh Ahmad ibn Muhammad ibn `Ajiba


A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin


Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah SWT (al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. [QS 4:59]

Alhamdulillah bahwa kita berada pada saat di mana orang-orang sedang tergerak mempelajari Islam untuk mengetahui apakah sebenarnya Islam itu. Peradaban Islam ada sejak 1400 tahun yang lalu (atau lebih), sejak zaman Nabi Muhammad SAW, sang pembawa pesan-pesan Allah SWT.

Kita juga tertarik untuk mengetahui tentang prinsip dan dasar nilai yang diajarkan Islam pada penganut-penganutnya dan pada yang lain. Kita tengok lebih dalam sebagai muslim dan sebagai sufi, mutasawwifiin, mereka yang spiritualis--tazkiyyat an-nafs, mengkaji lebih dalam untuk meningkatkan diri sendiri, bukan dari luar saja, tetapi juga dari dalam.

Dan telah disampaikan bahwa samtul jaahili saluuhuh orang-orang yang tidak peduli, saat mereka diam, akan menyembunyikan (kenyataan-penerj.) bahwa mereka sebenarnya kaum yang tidak peduli.

Kaum yang tidak peduli sekarang ini ada 2 macam: orang yang tidak peduli sadar bahwa mereka memang orang yang lalai dan terus berdiam diri menyembunyikan ketidakpeduliannya. Yang lain adalah orang-orang yang sungguh tidak peduli, namun ketidakpeduliannya memberi mereka kesombongan bahwa mereka “tahu” sesuatu. Mereka menjadi kaum terpelajar yang berpidato di podium (manaabir), memberi kuliah; dan karakteristik seperti itu adalah yang paling buruk.

Telah disampaikan bahwa pengetahuan kalian dibanding yang lain adalah seperti berbedanya besi, tembaga dan perak. Mana yang lebih baik? Perak. Tetapi kalian adalah tembaga dan besi. Jika tetap diam, kalian tidak akan memperlihatkan karakter besi yang tak berharga itu. Jika tidak diam, maka kalian seperti dilapisi lapisan perak.

Orang-orang pergi membeli barang berlapis perak senilai 5 – 10 dolar. Yang lain membeli perak asli yang bernilai ratusan dolar. Saat mereka mengetahui bahwa barangnya hanya dilapisi perak, mereka berkata, “Ini tak berharga.”

Orang-orang yang tidak peduli melapisi diri mereka dengan perak agar terlihat bersinar. Namun setelah beberapa waktu, lapisan itu hilang dan yang terlihat adalah – wajah asli mereka. Itulah bagi mereka yang tertarik pada penampilan luar. Mereka itu bukanlah mereka yang asli tetapi masih berupa tembaga.

Ada kumpulan lainnya. Di dalam diri mereka adalah perak, dan itu asli. Tetapi karena mereka asli, mereka rendah hati. Bagaimana cara mereka selalu berendah hati? Mereka melapisi diri mereka dengan tembaga. Mengapa? Karena mereka ingin menjaga karakteristik “perak” yang mereka miliki. Mereka bukanlah orang “tembaga” yang ingin memperlihatkan “perak”-nya. Mereka adalah “perak” yang sadar bahwa meskipun menjadi “perak” mereka tetap tak ada apa-apanya dibanding kebesaran Allah SWT dan itulah sebabnya mereka merendahkan diri sebagai seorang “tembaga.” Mereka diam, rendah hati. Mereka menjaga diri agar tampak seperti orang normal lainnya.

Ada pepatah dalam bahasa Arab, “Jika bicara asalnya dari perak, maka diam berasal dari emas.”

Ada kelompok lain yang memiliki aspek di dalam dirinya “emas”. Mereka tunduk kepada Allah SWT. Tak ada keraguan pada diri mereka dan mereka selalu dalam total kepatuhan, mereka ini menjadi “emas” karena Allah SWT mengangkat (derajat – penerj) mereka. Dan inilah kaum terbaik, orang-orang yang paling bisa dipercaya. Mereka adalah para awliya yang sejati.

Mereka sadar bahwa penampilan fisik tak ada harganya, yang mereka tahu bahwa aspek batinnya, walaupun bernilai (menghormati akan hal itu)-- adalah tak ada apa-apanya dibandingkan kebesaran Allah SWT. Mereka tunduk sepenuhnya; meninggalkan sisi luar dan mengatakan, “Kami tidak akan menonjolkan diri sebagai orang berpendidikan tinggi.” Karena mereka adalah emas dan apa pun yang mereka katakan tak ada apa-apanya di hadapan Allah SWT, maka mereka pun diam. Maka Allah SWT menghiasi mereka dengan Kebesaran-Nya, Nabi-pun mendandani mereka dengan kebesarannya, namun mereka menyembunyikan (rahasia tersebut), sebagaimana orang akan menyembunyikan perhiasan emasnya, dan mereka tidak menyembunyikan perhiasan perak.

Allah SWT menyembunyikan awliya-Nya. “Orang-orang suci ada di bawah naungan-Ku, dan tak ada yang tahu kecuali Aku. Ada perbedaan besar di antara ke-3 tingkatan ini. Apakah tingkatan itu?

  1. Sisi luar
  2. Sisi dalam
  3. Termasuk dalam keduanya namun tetap diam.

Hal ini terdapat dalam hadis Nabi SAW tentang Islam, syariah, iman, tarekat, ihsan, makrifat – “Beribadahlah pada Allah SWT seolah-olah kalian melihat-Nya, jika tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia melihatmu.”

Inilah yang kita jelaskan tadi, syariah, haqiqat, makrifat. Jika kalian mengikuti disiplin syariah, mematuhi apa yang Allah SWT perintahkan, hal itu mengantarkan kalian mencapai haqiqat. Lalu mengikuti petunjuk yang Allah SWT kirimkan pada kalian.

Syariah mengajari kalian bagaimana mengikuti, seperti dalam perang dunia, kalian mempunyai lubang-lubang, dan untuk melaluinya kalian harus tahu di mana lubang-lubang yang lain berada. Syariah membawa kalian menyebrangi lubang-lubang ini dengan selamat.

Jika kalian telah melewati lubang-lubang tersebut, maka sampailah kalian pada kebun yang bernama haqiqat. Saat kalian didandani dengan kebun-kebun haqiqat itu, kalian melihatnya, menikmatinya dan mengalaminya. Mereka pun mengantar kalian pada makrifat, mengajari kalian ilmu yang ada di kebun-kebun ini. Saat kalian memiliki kebun-kebun ini, maka kalian memahami pentingnya kebun-kebun (haqiqat) ini. Lalu tujuan kalian adalah ma`rifatullah.

Allah SWT memberi kalian sebuah pengetahuan untuk mengetahui ciptaan-Nya, dan untuk memahami apa pun yang Dia ingin kalian mengetahuinya – itulah ma`rifatullah.

Itulah arti dari hajaru 'l-aswad, yang seluruhnya tertutup dengan perak. Bagian luar dan dalamnya. Hajaru `l- aswad berasal dari Surga. Saat kalian telah melewati (tahap) “perak” kalian akan menjadi “emas”. Sebelum hajaru `l-aswad adalah thawaaf, yang menggambarkan syariah. Syariah mengantar kalian melewati ladang-ladang sumur. Thawaaf adalah wajib. Namun saat sampai pada hajaru `l-aswad kalian menciumnya. Itulah haqiqat.

Sayyidina Umar RA berkata, “Jika tidak melihat Nabi SAW menciummu, aku tak mau melakukannya.” Lalu Sayyidina `Ali RA, KW menimpali, “Jangan berkata begitu, batu ini akan menjadi saksi bagi setiap orang yang menciumnya saat kiamat nanti.” Itulah mengapa saat para awliya mencium hajaru `l-aswad; mereka sedang mencium surga.

Orang awam saat melaksanakan haji atau umrah mereka melaksanakan thawaaf, dan mereka pun mencium (hajaru `l-aswad). Karena mereka memenuhi kewajiban syariah, mereka diizinkan untuk menciumnya. Allah SWT meletakkan batu itu di sana agar orang-orang mampu melihat “kebun” (makrifat) itu.

Hanya sebuah dinding di sana? Mengapa Nabi SAW mencium batu itu? Di balik batu itu ada sebuah realitas, makrifat. Batu itu adalah simbol kebun surgawi, karena merupakan bagian dari Surga. Saat kalian menciumnya kalian memasuki Surga. Mereka yang mencium hajaru `l-aswad dilindungi dari “Api”. Itulah betapa pentingnya pergi hajji, walaupun sekali seumur hidup. Adalah penting untuk mencium Surga, karena batu itu berasal dari Surga. Amal kalian akan digantikan dengan amal yang baik saat mencium batu itu.

Dikatakan bahwa yang terbaik dari ketiganya adalah yang diambil dari lahir dan yang diambil dari batin, mereka mengambil dari kedua sisi. Dari lahir bermanfaat untuk dunia. Mengapa? Karena itu adalah tampilan luar. Segala tampilan luar adalah untuk dunia. Namun bila kalian tambahkan dengan beberapa kewajiban, hal tersebut akan mengantar kalian selamat pada Hari Pengadilan kelak.

Kelompok yang lain adalah ahli batiniah, Ahl al-baathin, orang-orang yang penuh realitas. Jika kalian berteman dengan mereka, mereka akan memberi kalian apa yang mereka lihat sebagai realitas. Jika kalian terus bersama mereka, kalian akan menemukan persahabatan yang baik bersama mereka. Mereka bukan hanya memberi kalian Surga, tetapi lebih dari itu, yaitu ilmu. Mereka menarik pengikutnya pada realitas ini.

Dan yang terbaik dari 2 kelompok ini adalah yang ketiga. Siapakah kelompok ketiga ini? Mereka yang mengambil manfaat dari “pengetahuan luar”, dan mengambil manfaat dari “pengetahuan dalam”. Seperti Abu Bakar ash-Shiddiq RA; mengambil manfaat. Mereka mewarisinya dari Nabi SAW. Beliau berdagang, berbisnis dengan sang istri dan pada saat yang sama beliau juga berada di gua hira [ber-khalwat/meditasi]. Sayyidina Abu Bakar RA adalah seorang pengusaha, Sayyidina Umar RA juga, dan begitu pula dengan Sayyidina Utsman RA dan Sayyidina `Ali RA, KW. Mereka adalah shiddiqiin, orang-orang yang jujur. Siapa pun yang ingin mengikuti jejaknya harus tetap melaksanakan syariah dengan benar.

Tidak seperti kelompok sufi (yang ditemukan di Barat), Thariqat Naqsybandi, thariqat yang sangat konservatif tetap menjaga syariah. Tak ada kompromi bila mengenai syariah, Syekh menjaga syariah dalam cara klasik dan tradisional untuk mereka sendiri, namun bagi orang-orang, mereka sangat fleksibel. Mereka mewariskan cara-cara yang termudah.

Butuh 23 tahun bagi Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan pesan itu. Kalian tak mampu menyampaikan pesan syariah, haqiqat, dan makrifat, hanya dalam waktu 1 bulan, 2 bulan atau 3 bulan. Itu butuh waktu.

Para Syekh Naqsybandi menjaga syariah agar tetap berjalan dengan baik, mereka harus dihiasi baik sisi luar maupun sisi dalamnya. Jika kalian berhias bagus untuk sisi luar tetapi bukan dari dalam, kalian seperti sebuah jam yang mempunyai jarum tetapi mesin di dalamnya rusak. Jika kalian berhias bagus di dalam namun bukan di bagian luarnya, seperti jam yang mesinnya hidup tetapi tidak mempunyai jarum. Namun bila luar dan dalam kalian dihias dengan bagus, maka seperti sebuah jam yang mempunyai mesin bagus dan memiliki jarum. Posisi kalian sempurna.

Setiap orang dapat memeriksa diri sendiri, apakah telah berhias secara luar dan dalam.

Untuk mengetahui perhiasan macam apa (yang digunakan) untuk menjaga mereka agar bersih dari segala gangguan dan godaan yang diberikan setan pada manusia. Seberapa besar kalian harus dipersenjatai. Bukan senjata fisik, tetapi persenjataan agar mata dan telinga kalian tidak mendengar hal-hal yang buruk, tidak melihat hal-hal jelek, membekali diri dari sisi luar dengan prinsip-prinsip perilaku yang benar.

Dan setiap orang sadar betapa mereka bergantung pada pikiran-pikirannya sendiri. Saat mereka bertanya pada Mawlana Syekh Nazim QS, “Bagaimana kami menyesuaikan diri saat sesuatu muncul, karena kami bukan orang-orang terpelajar?”

Beliau menjawab, “Gunakan akalmu untuk menimbang masalah-masalah yang ada di depanmu. Jika akalmu menerimanya, terimalah. Bila tidak, hal itu memberi kesempatan melakukan apa yang setan mau.”

Seperti saat ego kalian berkata, “Pergilah merokok.” Apa yang dikatakan akal kalian tentang merokok? Ia katakan, “Tidak baik untuk kesehatan dan mengakibatkan berbagai macam kanker.” Artinya seharusnya kalian hilangkan kebiasaan merokok itu dari kehidupan kalian. Akal kalian mengatakan hal itu buruk namun tidak didengarkan.

Nabi SAW bersabda, “Kulli muddurin yuqtal – “Semua yang merusak adalah membunuh.” Kata-kata yang digunakan adalah membunuh. Namun tiap kata tidak diartikan secara harfiah, harus dipahami secara simbolik. Jika seekor singa akan menyerang, kalian boleh membunuhnya. Ada seekor kalajengking spiritual yang dapat membunuh kalian, sebagaimana seekor singa spiritual yang dapat menyerang kalian. Seperti rokok, itulah artinya mengapa akal kalian mengatakan bahwa ini adalah salah.

Seperti obat-obatan terlarang. Beberapa orang mengatakan bahwa rokok adalah merusak, namun tidak masalah dengan marijuana. Saya katakan pada mereka, “Jangan merokok.” Jawab mereka, “Kami tidak merokok.” Saya katakan lagi, “Saya melihat kalian merokok.” Mereka menjawab lagi, “Tidak! Ini adalah marijuana, bukan rokok.” Namun saat itulah akal kalian berkata, “Ini adalah hal yang buruk.”

Jika kalian hanya mengetahui dasar syariah, gunakan akal kalian untuk membedakan apa yang baik bagi kalian dan apa yang tidak, apa yang membuat Allah SWT senang pada kalian, dan apa yang membuat Nabi SAW senang pada kalian. Memakai cara lain akan menyesatkan dan mengikuti jalan setan. Syekh yang mumpuni disebut sebagai al-`arifu billah. Orang yang tahu tentang Allah SWT. Mereka yang mengetahui (apa yang Allah SWT ingin mereka ketahui) dari realitas yang tersembunyi. Al-`arifu billah berbeda dengan wali. Wali dapat menjadi seorang wali sejauh apa yang mereka sendiri (ingin) perhatikan. Allah SWT menjadikan mereka sebagai wali karena ketulusan hatinya. Dia seperti seorang manusia untuk dirinya sendiri.

Seorang 'arifu billah adalah orang yang mampu mengakomodasikan kalangan terburuk dan kalangan tertinggi dari kaum (yang berorientasi) luar bersama-sama dengan para awliya yang terendah sampai yang tertinggi tingkatannya.

Jadi ia mempertemukan kalangan biasa, tukang kayu, tukang sampah dan lebih rendah lagi dari level tersebut pada saat yang sama ia mampu menemui presiden. Saat bersamaan pula ia dapat pergi pada awliya yang terendah sekaligus tertinggi, ia mampu bergaul di antara keduanya karena ia mempunyai tinjauan luas dan ia adalah seorang Insan al-Kamil, manusia sempurna. Itulah yang disebut seorang arifu billah.

Berbeda dengan seorang wali. Banyak awliya yang tidak mampu bergaul dengan mereka (yang berorientasi) luar. Itulah mengapa kalian lihat saat ini banyak orang berkata, “Para Sufi tidak bisa berbaur dengan masyarakat, mereka selalu duduk di sudut ruangan.” Itu benar, karena mereka berada pada level di mana mereka tidak dapat berbaur dengan orang-orang lain.

Namun para `arifiina billah berada pada level yang lebih tinggi—seperti Sayyidina Ahmad al-Faruqi QS yang mampu bergaul dengan orang-orang di bawahnya dan para penguasa atas. Banyak yang seperti itu seperti Sayyidina Syah Naqsybandi QS dan Sayyidina Abayazid al-Bistami QS.

Itulah mengapa kita bisa lihat Mawlana Syekh Nazim QS dapat bergaul dengan segala macam orang. Beliau dapat bergaul dengan kalangan paling atas sampai kalangan terendah. Dan beliau pun mampu bersama wali tingkat terendah sampai yang tertinggi. Beliau mewarnai diri beliau sendiri pada level rakyat. Kalian lihat orang-orang mendatangi beliau hanya dengan masalah-masalah duniawi saja. Bagi beliau tidaklah menghabiskan waktu - beliau menampung mereka semua karena beliau adalah seorang al-`arif billah.

Bagi seorang wali dan bukan seorang yang arif, mereka melihat syekh membuang-buang waktunya. Mereka tidak tahu bahwa syekh sedang mengakomodasi mereka semua. Kami mendapat banyak kritik di internet saat syekh menemui kaum petinggi negara.

Seorang `arif billah mampu pergi ke dua kutub. Perahu membutuhkan 2 dayung, jika hanya satu maka gerakannya lambat. Sebuah kapal terbang yang hanya bersayap satu, tak mampu terbang.

Sufi hanya mampu duduk di sudut ruang, ia hanya mempunyai satu sayap, namun seorang arif billah dapat pergi ke mana pun; ia dapat membuka pintu-pintu, sehingga dapat dibawa bersama dan menjembatani keduanya.

Dikatakan bahwa seorang arif billah tidak menolak siapa pun, secara lahir maupun batin. Ia merangkul Ahl al-dunya (ahli dunia) dengan berhubungan dengannya, memenuhi kebutuhan kebutuhannya. Mereka bahagia, dan karena itulah mereka menjadi murid-muridnya. Seorang Ahl al-baathin, ahli batiniah yang mempunyai tujuan tak lain adalah akhirat, mereka datang juga untuk belajar.

Banyak orang yang mendatangi Mawlana Syekh Nazim QS, sang arif billah, mereka hanya menginginkan dunia. Mereka percaya pada beliau dan beliau membuat mereka menjadi murid-murid beliau. Mereka mencintai dan menghormati beliau, itu sudah cukup. Dengan cara itu beliau membawa mereka untuk beribadah.

Yang lain yang sedang ber-tazkiyyat an-nafs, kebersamaan mereka menjadikan mereka sebagai murid-murid beliau. Itulah orang yang arif, kalian melihat kehadirannya di antara kaum yang berbeda. Kalian akan kagum karena yang satu tidak cocok dengan yang lain, namun beliau membuat mereka cocok.

Orang yang mengenal Allah SWT, dan Allah SWT telah memberikan padanya, untuk membuat orang lain bahagia dengan apa yang ia berikan.

Dikatakan bahwa wali al-kamal akan berkembang dalam setiap level. Ini adalah evolusi yang nyata, bukan evolusi dari monyet ke manusia seperti teori Darwin. Evolusi yang nyata adalah dalam cara makrifat, ilmu pencerahan. Bergerak ke tingkat yang tinggi dan lebih tinggi lagi, membawa yang di dalam dan di luar sekaligus. Sungguh menakjubkan.

Kalian lihat para pemimpin datang, raja-raja, presiden-presiden datang dan di lain sisi orang-orang yang tulus, spiritualis. Bukannya yang lain tidak tulus, tetapi tingkatnya berbeda.

Itulah yang Allah SWT himbau pada kita. Saat Sayyidina Jibril AS menanyakan Nabi SAW tentang agama, beliau mengatakan bahwa agama terdiri dari 3 aspek: Islam, iman dan ihsan. Dan kita mengkategorikan tingkatan manusia menjadi tembaga, perak dan emas lalu syariah, haqiqat dan makrifat. Kemudian telah kita diskusikan Ahl azh-zhaahir, al-`arif billah dan maqam al-ihsan.

Semoga Allah SWT memaafkan kita semua dan memberikan rahmat malam ini dan dengan kehadiran Nabi kita Muhammad SAW dan syuyukh kita.

Bi hurmatil fatiha.
Wa min Allah at tawfiq



No comments: