09 May 2009

Perselisihan

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS

18 Oktober 2001

 

A’uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim

Bismillaahir rahmaanir rahiim

 

Ati’ullaha wa ati’ur rasula wa ulil amri minkum fain tanaza`tum fii syay-in farudduuhu ilallaahi war-rasuuli...  

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT dan taatilah Rasul (Nya) SAW, dan orang-orang yang berwewenang di antara kalian.  Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah SWT dan Rasul sebagai penyelesaiannya. [4:59]

Seperti firman Allah SWT di atas, berusahalah untuk membuat keputusan atau analisis dari hadis Nabi SAW dan kitab suci Al-quran.  Perselisihan akan selalu terjadi di mana pun. Antara bapak dan anak, suami dan istri, antar anak-anak dan juga antara kalian dengan diri kalian sendiri.  Perselisihan tak akan pernah berakhir.

Perselisihan yang paling pokok adalah pergumulan dengan diri sendiri.  Jika pergumulan ini dapat kita kendalikan, maka perselisihan di sekeliling kita, di komunitas kita, dan juga bangsa kita akan mudah untuk diselesaikan.  Ya, perselisihan dengan diri sendiri, yaitu antara 2 kutub: negatif dan positif.  Yang satu menarik kalian ke kanan dan lainnya ke kiri.  Yang satu menarik kalian ke tingkatan surga di atas, dan yang lain menarik ke tingkat yang lebih rendah, yaitu tingkat setani.  Itulah mengapa Islam menasihatkan kalian untuk pasrah dan tunduk, sehingga tidak ada lagi pergumulan dalam diri sendiri.  Pergumulan terbesar ada pada diri sendiri, periksalah pada saat itu terjadi; kalian akan menemukan bahwa nafsu buruklah yang akan selalu menang.

Salah satu murid Grandsyekh dari Daghestan, Sayyidina Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni QS, yang saat itu sedang duduk di masjid setelah salat Isya, tidak menyadari bahwa Syekh-nya juga sedang duduk di situ.  Dia mengeluh dan mencaci diri sendiri, “Syekh menyuruhku melakukan sesuatu, namun aku gagal; dalam bisnis aku gagal, dalam thariqat aku gagal, salat juga gagal; segala yang kulakukan selalu gagal.  Dalam pergaulan, aku gagal; dengan tetangga pun gagal.  Aku seperti setan paling jahat dan paling tak berguna di dunia ini.”

Kebanyakan orang tidak mau menerima nasihat, merasa diri sendiri paling pandai dan yang lain adalah bodoh.  Merasa paling cerdas dan yang lain tidak ada apa-apanya.  Jadi mustahil bagi dia untuk menerima nasihat dari siapa pun. Orang semacam itu akan selalu menderita karena tidak pernah mau mendengar siapapun.

Murid tersebut mempunyai qana'a—percaya dan puas dengan persangkaan diri sebagai ciptaan paling buruk, karena kegagalannya dalam segala hal.  Dia bernama Okallisa Muhammad.  Katanya di dalam hati, “Hei, Okallisa! Aku bersumpah dengan nama Allah SWT! --  (lihatlah di sini, ketika dia menerima dan percaya pada apa yang dia katakan sendiri) -- akulah ciptaan paling buruk, semua yang kulakukan lebih buruk dari setan; dan bukan hanya itu, jika aku tidak berkata benar, maka istriku akan minta cerai.”

Dia telah yakin bahwa dirinya sendiri adalah manusia paling buruk.  Adakah yang memiliki keyakinan seperti itu?  Tidak!  Karena jika kalian percaya, maka apa yang menimpa Okallisa akan terjadi pada kalian.  Dia percaya bahwa dirinya lebih buruk dari setan.  Ini adalah sesuatu yang mustahil.  Dia berkata pada diri sendiri bahwa apa pun yang dia lakukan berakhir dengan kekacauan.

Tiba-tiba dia mendengar Syekhnya tertawa, beliau berdiri di balik pilar masjid, mendengarkan semuanya.  “Oh, engkau di sana?” kata si murid.  “Tentu saja aku di sini, aku menunggu permata-permata itu keluar dari mulutmu.”  Beliau tidak hanya menunggu keluhan muridnya, namun menunggu juga apa yang akan dilakukannya – yaitu sumpah yang diucapkan Okallisa bahwa istrinya akan minta cerai bila ada yang lebih baik dari dirinya, termasuk setan (yang sesungguhnya lebih buruk dari dirinya).

Sayyid Jamaluddin QS berkata padanya, “Ya Waladi!  Kamu pantas menerima apa yang kamu yakini, itulah amanatmu.”  Kemudian tubuh murid itu pun terangkat ke atas, sampai kepalanya menyentuh langit-langit masjid.  Terangkat ke atas kemudian turun kembali.  Mengambang.  Saat itu Syekh duduk bersila, Sayyid Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni QS dengan jari syahadatnya  (telunjuk) menunjuk ke arah hati muridnya dan mulai membuka keenam realitas: haqiqat al-fai'd, haqiqat al-jazba, haqiqat al-tawajjuh, haqiqat al-irsyad, haqiqat al-tai, haqiqat al-tawassul.  Maka dengan tiba-tiba murid itu pun terbang naik, terangkat ke atas.

Tanpa menyelesaikan keseluruhan cerita, kita lanjutkan pembicaraan tentang pergumulan yang akan terus berlanjut.  Ati’ullaha wa ati’ur rasula wa ulil amri minkum fain tanaza`tum fii syay-in farudduuhu ilallaahi war-rasuuli...  Segera setelah memerintahkan kepatuhan pada Allah SWT, Nabi-Nya SAW dan mereka yang mempunyai wewenang, ayat ini dilanjutkan dengan, “Jika ada suatu perselisihan, kembalikan pada Allah SWT dan Nabi SAW.“ 

Artinya akan selalu ada perselisihan, pergumulan.  Jika tidak dengan masyarakat, maka bisa dengan dirimu sendiri, ego baik dan ego buruk.  An-Nafs al-mutma'inna dan an-nafs al-lawaama.  Wirid dan dzikir yang kalian lakukan setiap hari akan memperkuat sisi baik kalian, diri yang penuh kedamaian, melawan diri yang selalu mencari pemuasan nafsu-nafsunya.

Syekh menerangkan bahwa ulama dulu megikuti tradisi turun-temurun, dari syekh ke syekh dalam sebuah silsilah yang menghubungkan mereka dengan salah satu dari keempat Imam: Abu Hanifa, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad.  Mereka menunggu waktu yang lama untuk mengeluarkan keputusan hukum, sebuah fatwa. Mereka tidak segera melakukannya berdasarkan intepretasi diri sendiri.  Mereka akan mempertimbangkan, memeriksa, membetulkan kembali sambil menunggu sebuah tanda. Tanda akan persetujuan dari Nabi SAW, lewat mimpi atau isyarat.  Itulah salah satu cara dalam ‘mengembalikan perselisihan pada Allah SWT dan Nabi-Nya SAW.’

Karena alasan itu, kalian harus terus mengingat Allah SWT dan Nabi-Nya SAW.  Lawanlah diri sendiri, nafsu—nafsu yang buruk—bukan yang baik.  Hati-hati, karena nafsu buruk akan berusaha menarik kaki kalian dan mengirim kalian ke dalam api neraka.  Jangan biarkan kalian menuju ke sana.  Jika kalian dapat mengendalikan diri dan melawan sisi buruk, Allah SWT akan mengangkat kalian lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, sehingga mencapai sebuah tingkat penyerahan diri, total tunduk pada kehendak Tuhan.

Pada titik itu, konflik di dalam dunia seperti tidak pernah terjadi.  Allah SWT memberi kalian kekuatan energi lewat hati untuk menyelesaikan segala masalah di dunia.  Awliya Allah—Allah SWT memberi mereka kekuatan untuk menyentuh hati-hati para pengikutnya dan menyembuhkannya.

Jangan berkata bahwa, “Aku telah masuk thariqat bertahun-tahun, tetapi tidak mendapat amanatku.”  Karena kalian masih terserap dengan ego-ego dan nafsu buruk kalian. Kalian berteriak, mengutuk, membenci.  Jika karakteristik ini hilang, kalian akan merasakan kemanisan dalam cahaya Allah SWT di dalam hati.

Semoga Allah SWT merahmati kita dan menjaga kita agar selalu di jalan yang benar.  Bi hurmatil habib wa bi hurmatil Fatiha. Taqabal-Allah

No comments: